Minggu, 29 Januari 2017

tesis implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan akhlak


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan perannya di masa depan. Dalam pelaksanaan pendidikan tersebut dilakukan upaya dengan melibatkan semua komponen yang secara hirarki telah diberikan beban dan tanggung jawabnya masing-masing. Salah satu komponen tersebut adalah guru sebagai tenaga pendidik.
Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan islam secara operasional, adalah “Suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan menenuhi tujuan kehidupannya secara lebih efektif dan efisien”.[1] Dengan demikian, menurutnya pendidikan islam dapat diartikan suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan oleh Allah Swt. Kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam proses belajar mengajar guru memiliki kedudukan yang sangat menentukan. Dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan system pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Menurut Ahmad D. Marimba : Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hokum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam. Dengan pengertian yang lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah Kepribadian Musim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai islam.[2]
Pendidikan islam sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek kerohanian dan jasmaninya juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena suatu pematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses kea rah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya.[3]
Berdasarkan pasal 27 peraturan pemerintah No. 29/1990 ”Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya penemuan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan”[4]
Menurut Prayitno bahwa proses konseling sama seperti penyelenggaraan pembelajaran oleh guru mata pelajaran yaitu menggunakan POAC+.P (Planinning), O (Organizing), A (Actuating), C (Controlling) dan + (Tindak Lanjut).[5]
Kartini Kartono lebih lanjut mengungkapkan, Bimbingan adalah: pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan dengan pengetahuan pemahaman keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong kepada orang lain yang memerlukan pertolongan.[6]
Dengan membandingkan pengertian tentang Bimbingan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa” Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada seseorang atau kelompok orang secara terus-menerus atau sistematis oleh guru pembimbing agar individu atau kelompok individu menjadi pribadi yang mandiri.
Sedangkan Konseling sendiri adalah terjemahan dari “Counseling” yaitu merupakan bagian dari Bimbingan, sebagai layanan maupun teknik. Rahman Natawijaya mendefinisikan bahwa Konseling merupakan suatu jenis yang merupakan bagian terpadu dari Bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai Bimbingan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (Konselor) berusaha membantu yang lain (Klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi pada waktu yang akan datang.
Dalam hal ini Prayitno mengemukakan bahwa, Konseling adalah pertemuan empat mata antara Klien dan Konselor yang berisi usaha yang lurus, unik dan humanis yang dilakukan dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. Suasana keahlian didasarkan atas norma-norma yang berlaku.[7]
Sebagian para ahli berpendapat bahwa kedua pengertian tersebut (Bimbingan dan Konseling) adalah identik yakni tidak ada perbedaan yang fundamental antara Bimbingan dan Konseling, seperti yang dikemukakan oleh Bloom dan Balinsky tersebut.[8]
Jadi Bimbingan dan Konseling adalah merupakan kegiatan yang integral yang tidak dapat dipisahkan. Perkataan Guidance (Bimbingan) selalu dirangkaikan dengan Konseling sebagai kata majemuk, Konseling yang merupakan salah satu teknik Bimbingan sering dikatakan sebagai inti dari keseluruhan pelayanan dan Bimbingan.
Selanjutnya menurut Hikmawati bahwa langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling pada siswa yang bermasalah adalah; identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, pemberian bantuan, evaluasi dan tindak lanjut. Hikmawati juga menjelaskan ada beberapa peranan yang dilakukan oleh seorang guru mata pelajaran ketika diminta mengambil bagian dalam penyelenggaraan program bimbingan konseling di sekolah, diantaranya adalah; (a) Guru sebagai informatory, (b) Guru sebagai fasilitator, (c) Guru sebagai mediator, dan (d) Guru sebagai kolaborator.[9]
Dalam tujuan khusus terdapat aspek tugas-tugas perkembangan dalam layanan Bimbingan konseling, masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:
a.       Dalam aspek tugas perkembangan pribadi-sosial
Layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar:
1) Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kehususan yang ada pada dirinya.
2) Dapat mengembangkan sikap posotif, seperti menggambarkan  orang-orang yang mereka senangi.
3) Membantu pilihan secara sehat.
4) Mampu menghargai orang lain.
5) Mamiliki rasa tanggung jawab.
6) Menggambarkan keterampilan hubungan antar pribadi.
7) Dapat menyelesaikan konflik.
8) Dapat membantu keputusan secara efektif.
b.  Dalam aspek tugas perkembangan belajar.
Layanan Bimbingan Konseling membantu sisiwa agar:
1) Dapat melaksanakan keterampilan atau teknik belajar secara efektif.
2) Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan.
3) Mampu belajar secara efektif.
4) Memiliki keterampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian.
c.  Dalam aspek tugas perkembangan karier.
Layanan Bimbingan Konseling membantu siswa agar:
1) Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan didalam lingkungan kerja.
2) Mampu merencanakan masa depan.
3) Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier.
4) Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat.[10]


Tabel 1
BUKU KASUS PESERTA DIDIK MA YASMIDA[11]
NO
NAMA SISWA
KELAS
CATATAN PENGAMATAN
1
DIAN GUNAWAN
X
Membolos
2
FARID HIDAYATULLAH
X
Membolos
3
ADAM ABDILLAH
X
Bertengkar
4
MUSLIHATUN
X
Membolos
5
NUNING INDAH SARI
X
Membolos
6
RISWANTO
X
Membolos
7
DEPIT KUSMOYO
X
Memalak teman sekelas
8
KHOLIL
XI
Bertengkar
9
NUR KHOUS
XI
Bertengkar
10
SOLEMAN
XI
Membolos
11
NADA SHIFA A.
XI
Mencuri
12
TYAS WAHYUNI
XI
Mencuri
13
ZAKARIYA
XI
Bertengkar
14
WAWAN TURIMAN
XI
Bertengkar
15
AHMAD SYAFEI
XI
Membolos
16
MURSALUN
XI
Membolos
17
TATIK RUMINI
XI
Bertengkar
18
WINDA APRILIANI
XI
Bertengkar
19
FIRMAN FAUZI
XI
Membolos
20
GUFTA PUTRA D.
XII
Mencuri
21
M. AJI DIRGANTARA
XII
Mencuri
22
RAHMAN
XII
Memalak


Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa 9 peserta didik dari seluruh peserta didik MA Yasmida yang sering membolos, 5 peserta didik yang sering bertengkar, 6 peserta didik yang mencuri dan 4 peserta didik yang memalak teman sekelasnya dari 64 jumlah keseluruhan peserta didik di MA Yasmida Pringsewu.
Berdasarkan hasil pra survey di atas menunjukkan pengembangan akhlak peserta didik di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu masih rendah atau kurang baik, dapat dilihat di dalam buku kasus masih banyak peserta didik sering membolos, bertengkar, mencuri, dan memalak, tidak ada hukuman khusus sehingga peserta didik tidak merasa jera dan akan lebih sering mengulanginya. Dan dalam keluarga yang baik belum tentu terdapat teladan yang baik pula. Karena sebagian ada yang beranggapan bahwa setelah anak di sekolahkan tanggung jawabnya untuk mendidik anak dalam keluarga sudah lepas.
Suatu realita yang ada di lapangan, berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu, dalam pelaksanaan proses pembelajarannya peserta didik mendapatkan nilai yang mencapai KKM pada mata pelajaran Akidah Akhlak, tetapi kenyataannya akhlak peserta didik masih negative dilihat dari buku kasus milik MA Yasmida.
Sarlito Sarwono pria cenderung menampilkan agresi instrumental sedangkan wanita menampilkan agresi emosional dalam wujud mencaci, menghina, berkata kasar dan sebagainya.[12] Pria lebih suka bertindak langsung dengan kekerasan tanpa harus berfikir panjang untuk apa yang akan terjadi, ketika sudah merasa tertekan atau tersakiti pria langsung menyerang lawannya tanpa harus berfikir panjang yangterpenting adalah bagaimana rasa sakitnya bisa terlepaskan pada lawanya. Apalagi pria yang mempunyai sifat tempramen yang tinggi. Sedangkan wanita berbeda dengan pria yang tindakan kekerasanya lebih cenderung dilakukan dengan cacian, menghina dan sebagainya.
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan suatu bantuan yang akan diberikan kepada seseorang guna membantu mengatasi permasalahan yang dialaminya. Dalam hal ini peran yang harus dilakukan guru sebagai berikut: Layanan informasi merupakan layanan yang diberikan kepada seseorang dengan menyampaikan berita atau informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik, pemecahan masalah, mencegah timbulnya masalah, dan untuk mengembangkan dan memelihara potensi yang ada. Dalam membantu pembentukan sikap dan perilaku positif siswa, guru pembimbing dapat memberikan layanan informasi mengenai penyebab munculnya agresi dan sangsi yang diperoleh apabila melakukan tindakan agresi.
Layanan ini dapat di berikan secara kelompok dan individual. Layanan Konseling Perorangan adalah layanan yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka secara perorangan dengan guru pembimbing dalam rangka pembasan dan pengentasan masalah pribadi yang dialami siswa. Melalui layanan ini guru pembimbing dapat membantu siswa yang mengalami masalah dalam kehidupan sehari-hari menyangkut tindakan agresi seperi masalah siswa yang berkelahi, berkata-kata kotor dan merusak fasilitas sekolah.
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri manusia dan bisa bernilai baik atau bernilai buruk. Akhlak tidak selalu identik dengan pengetahuan, ucapan ataupun perbuatan orang yang bisa mengetahui banyak tentang baik buruknya akhlak, tapi belum tentu ini didukung oleh keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang lembut dan manis, tetapi kata-kata bisa meluncur dari hati munafik. Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya Al-Qur'an selalu menandaskan, bahwa akhlak itu baik atau buruknya akan memantul pada diri sendiri sesuai dengan pembentukan dan pembinaannya.[13]
Akhlak menurut Anis Matta adalah nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, kemudian tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural atau alamiah tanpa dibuat-buat, serta reflex.[14]
Dalam kaitannya dengan hal di atas, yang membangkitkan ketertarikan penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang implementasi bimbingan konseling dalam mengatasi akhlak peserta didik di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu. Dengan harapan akhlak  peserta didik akan lebih baik lagi.
B.       Identifikasi dan Batasan Masalah
1.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat penulis identifikasikan permasalahan tentang implementasi bimbingan konseling dalam menangani akhlak peserta didik sebagai berikut :
a)      Peserta didik mendapatkan nilai yang telah mencapai criteria ketuntasan minimal (KKM) pada mata pelajaran Akidah Akhlak, tetapi hasil yang bagus tersebut tidak diterapkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
b)      Banyak pelanggaran yang telah dilakukan oleh peserta didik MA Yasmida seperti, mencuri, bertengkar, dan memalak dan belum ada bimbingan bagi para pelanggar sehingga mereka akan mengulanginya lagi.
c)      Tidak ada hukuman khusus bagi peserta didik, sehingga tidak membuat mereka jera.
d)     Akhlak madzmumah peserta didik terpengaruhi oleh lingkungan sekitar termasuk madrasah dan masyarakat. Sehingga akan mudah menular bagi peserta didik.
e)      Kurangnya perhatian dan kepedulian dari keluarga, orangtua dan masyarakat.
2.      Batasan Masalah
Dengan keterbatasan waktu serta kemampuan, maka penulis memandang perlu mengadakan pembatasan masalah sebagai berikut :
a)      Implementasi bimbingan konseling terhadap peserta didik yang melakukan pelanggaran di MA Yasmida Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu.
b)      Kondisi akhlak peserta didik yang masih ada beberapa yang berperilaku kurang baik, dan juga dengan sengaja melanggar peraturan atau tata tertib madrasah. Hal ini kurang mendapat perhatian yang serius dari pihak madrasah dan orangtua.
c)      Guru telah melaksanakan kegiatan evaluasi terhadap peserta didik. Namun hasilnya masih belum mencapai hasil yang maksimal, hasil yang dicapai peserta didik masih sebatas aspek kognitif saja, aspek afektif dan psikomotorik belum maksimal, dalam hal ini terlihat dari akhlak peserta didik yang belum baik.

C.      Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, masalah menempati posisi utama yang menuntut unsure-unsur lain untuk menyelesaikan diri dengannya. Salah satu unsure yang menyesuaikan diri dengan masalah penelitian adalah pertanyaan penelitian.
Menurut Sumardi Surya Brata, “Masalah atau permasalahan adalah adanya kesenjangan (Gap) antara das Sollen (yang seharusnya) dan das sein (kenyataan yang terjadi)”.[15] Dalam bentuk yang sederhana, masalah merupakan jarak, kesenjangan atau perbedaan antara teori (data yang dikehendaki) dengan kenyataan yang diperoleh.
Kartini Kartono menegaskan yang dimaksud dengan masalah adalah “Sembarangansituasi yang punya sifat-sifat khas (karakteristik) yang belum mapan atau yang belum diketahui untuk dipecahkan atau diketahui secara pasti.[16]
Masalah merupakan kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi, sedangkan rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data.[17]
Berdasarkan latar belakang diatas, jelas bahwa masalah adalah adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang ada dalam kenyataan. Oleh sebab  itu masalah perlu dipecahkan dan dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya. Maka penulis merumuskan pokok permasalahan yang akan penulis angkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimanakah implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan akhlak peserta didik di MA Yasmida Kec. Ambarawa Kab.Pringsewu?

D.      Tujuan dan Manfaat Penelitian
a.      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengatasi akhlak negatif peserta didik di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu dan diharapkan para peserta didik memiliki kepribadian, sikap dan karakter yang lebih baik.
2.      Untuk mengetahui implementasi bimbingan konseling dalam mengatasi akhlak peserta didik di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu.
b.      Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
a.       Manfaat Praktis
1.      Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pengembangan teori dan acuan dalam konsep bimbingan konseling.
2.      Secara praktis mengkaji dan menganalisis fenomena akhlak yang terjadi pada peserta didik.
3.      Sebagai salah satu penyajian data bagi peneliti untuk menguntungkan perkembangan peserta didik pada di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu.
b.      Manfaat Teoritis
1.      Secara teoritis sebagai usaha mengembangkan ilmu tarbiyah yang penulis pelajari di bangku kuliah.
2.      Sebagai bahan dan kajian bagi guru dan peneliti bahwa bimbingan konseling dapat mengatasi akhlak peserta didik.
3.      Bagi peneliti sebagai pengalaman dan pendorong bekal untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

E.       Kajian Teori
Untuk menghindarkan perbedaan persepsi dalam memahami judul “Implementasi Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Akhlak Peserta Didik Di MA Yasmida Kec. Pringsewu Kab.Pringsewu”, maka penulis kemukakan penegasan istilah sebagai berikut :
1.      Implementasi adalah penerapan, pelaksanaan.[18] Lebih lanjut Fullan mengemukakan bahwa implementasi adalah suatu proses pelekatan dalam praktik tentang suatu ide, program dan seperangkat aktivitas baru bagi oranglain dalam mencapai atau mengharapkan suatu perubahan.[19] Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa implementasi merupakan penerapan suatu program maupun seperangkat aktifitas baik itu dalam bidang pendidikan, social, maupun budaya. Kaitannya dengan hal pendidikan implemetasi khususnya dalam hal pembelajaran merupakan usaha penerapan bimbingan konseling dengan harapan suatu perubahan  yang lebih baik.
2.      Bimbingan adalah pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan dengan pengetahuan pemahaman keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong kepada orang lain yang memerlukan pertolongan.[20]
3.      Konseling adalah pertemuan empat mata antara Klien dan Konselor yang berisi usaha yang lurus, unik dan humanis yang dilakukan dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. Suasana keahlian didasarkan atas norma-norma yang berlaku.[21]
4.      Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopansantun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa inggris. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak terpuji serta menjauhkan segala akhlak tercela.[22] Adapun secara istilah, akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam, dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai metode berfikir Islami. Pola sikap dan tindakan yang dimaksud mencakup pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia (termasuk dirinya sendiri), dan dengan alam.[23]
5.      MA Yasmida merupakan madrasah menengah atas yang bernaung dibawah Kantor Kementrian Agama Provinsi Lampung yang terletak di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu.


F.       Metode Penelitian
Untuk melakukan penelitian, diperlukan metode yang tersusun secara sistematika dengan tujuan agar data yang diperoleh valid, sehingga penelitian ini layak untuk diuji kebenarannya.
1.      Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya : pelaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic dan dengan cara deskripsi dalambentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.[24] Jenis penelitian dalam penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena peneliti ingin meneliti tentang implementasi bimbingan konseling dalam mengatasi akhlak peserta didik di MA Yasmida Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu.
2.      Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah guru akidah akhlak di MA Yasmida Pringsewu. Sedangkan objek penelitian ini adalah peserta didik yang sering melanggar peraturan madrasah ditandai dengan keterangan yang terdapat pada buku kasus MA Yasmida.

G.          Metode Pengumpulan Data
1.      Observasi
Metode observasi digunakan untuk mengamati dan memperoleh data-data tentang pelanggaran dan catatan akhlak peserta didik di MA Yasmida Pringsewu.
2.      Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan penulis untuk memperkuat hasil observasi dan untuk mendapatkan data-data berupa dokumen resmi mengenai akhlak peserta didik di MA Yasmida Pringsewu.
3.      Metode Analisis Data
Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode induktif kualitatif, yaitu suatu penalaran yang berpangkal pada suatau peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.[25] Analisis data model interaktif digunakan pada penelitian ini terdiri atas empat tahapan yang harus dilakukan, yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan.[26]

H.    Kerangka Fikir
Haris mujiman mengatakan “Kerangka berfikir adalah suatu konsep yang disisikan kausal hipotesis antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas dalam rangka memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti”.[27]
“Terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang berminat, dan bertaqwa kepada Tuhan YME, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.[28]
Sesuai dengan pengertian Bimbingan Konseling, maka tujuan Bimbingan Konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam kaitannya Bimbingan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupan, memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, penyesuaian, pilihan, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungan.[29]
Maka penulis merumuskan kerangka fikirnya adalah  : Bahwa peserta didik di MA Yasmida Pringsewu Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu masih memiliki akhlak yang negative, dapat dilihat dari buku kasus peserta didik MA Yasmida Pringsewu Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu selama hampir 2 semester atau 1 tahun sebelumnya. Bila kurang baik maka berarti terdapat faktor lain yang mempengaruhi akhlak peserta didik di MA Yasmida Pringsewu Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu.

Gambar 1.2
Kerangka Berfikir

Akhlak
Buruk
Menjadi Pribadi Yang Positif
Bimbingan Konseling
Baik
 















BAB II
KAJIAN TEORI
A. Bimbingan Dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pasal 27 peraturan pemerintah No. 29/1990 ”Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya penemuan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan”
Sedangkan pakar Bimbingan yang lain mengungkapkan bahwa:
1. Menurut Prayitno dan Erman Amti, merumuskan arti Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[30]
2. Kartini Kartono lebih lanjut mengungkapkan, Bimbingan adalah: pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan dengan pengetahuan pemahaman keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong kepada orang lain yang memerlukan pertolongan.[31]
3. Menurut Rahman Natawijaya, mengertikan Bimbingan adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai mahluk sosial.[32]
Dengan membandingkan pengertian tentang Bimbingan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa” Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada seseorang atau kelompok orang secara terus-menerus atau sistematis oleh guru pembimbing agar individu atau kelompok individu menjadi pribadi yang mandiri. Sedangkan Konseling sendiri adalah terjemahan dari “Counseling” yaitu merupakan bagian dari Bimbingan, sebagai layanan maupun teknik. Rahman Natawijaya mendefinisikan bahwa Konseling merupakan suatu jenis yang merupakan bagian terpadu dari Bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai Bimbingan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (Konselor) berusaha membantu yang lain (Klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi pada waktu yang akan datang.
Dalam hal ini Prayitno mengemukakan bahwa, Konseling adalah pertemuan empat mata antara Klien dan Konselor yang berisi usaha yang lurus, unik dan humanis yang dilakukan dalam hubungan dengan masalahmasalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. Suasana keahlian didasarkan atas norma-norma yang berlaku.[33]
Sebagian para ahli berpendapat bahwa kedua pengertian tersebut (Bimbingan dan Konseling) adalah identik yakni tidak ada perbedaan yang fundamental antara Bimbingan dan Konseling, seperti yang dikemukakan oleh Bloom dan Balinsky tersebut.[34]
Jadi Bimbingan dan Konseling adalah merupakan kegiatan yang integral yang tidak dapat dipisahkan. Perkataan Guidance (Bimbingan) selalu dirangkaikan dengan Konseling sebagai kata majemuk, Konseling yang merupakan salah satu teknik Bimbingan sering dikatakan sebagai inti dari keseluruhan pelayanan dan Bimbingan.
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Sejalan dengan perkembangan konsepsi Bimbingan dan Konseling, maka tujuan Bimbingan dan Konselingpun mengalami perubahan, dan yang sederhana sampai yang komperhensif. Adapun tujuan Bimbingan dan Konseling itu ada dua yaitu, tujuan umum dan khusus.
1) Tujuan umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang system pendidikan nasional tahun 1989 (UU No. 1989), yaitu: “terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang berminat, dan bertaqwa kepada Tuhan YME, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.[35]
Sesuai dengan pengertian Bimbingan Konseling, maka tujuan Bimbingan Konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (sperti kemampuan dasar dan bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam kaitannya Bimbingan  konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupan, memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, penyesuaian, pilihan, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan
lingkungan.[36]
2) Tujuan Khusus
    Secara khusus layanan Bimbingan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek-aspek pribadi-sosial, belajar dan karier. Bimbingan pribadi-sosial, dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang bertaqwa, mandiri dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan tugas perkembangan pendidikan, bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif. Dalam tujuan khusus terdapat aspek tugas-tugas perkembangan dalam layanan Bimbingan konseling, masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Dalam aspek tugas perkembangan pribadi-sosial
Layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar:
1) Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kehususan yang ada pada dirinya.
2) Dapat mengembangkan sikap posotif, seperti menggambarkan orangorang yang mereka senangi.
3) Membantu pilihan secara sehat.
4) Mampu menghargai orang lain.
5) Mamiliki rasa tanggung jawab.
6) Menggambarkan keterampilan hubungan antar pribadi.
7) Dapat menyelesaikan konflik.
8) Dapat membantu keputusan secara efektif.
b. Dalam aspek tugas perkembangan belajar.
Layanan Bimbingan Konseling membantu sisiwa agar:
1) Dapat melaksanakan keterampilan atau teknik belajar secara efektif.
2) Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan.
3) Mampu belajar secara efektif.
4) Memiliki keterampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian.
c. Dalam aspek tugas perkembangan karier.
Layanan Bimbingan Konseling membantu siswa agar:
1) Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan didalam lingkungan kerja.
2) Mampu merencanakan masa depan.
3) Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier.
4) Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat.8

Menurut Gibson, Mitchell dan Basile ada sembilan tujuan dari konseling perorangan, yakni :
           
1. Tujuan perkembangan yakni klien dibantu dalam proses pertumbuhan dan perkembanganya serta mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi pada proses tersebut (seperti perkembangan kehidupan sosial, pribadi,emosional, kognitif, fisik, dan sebagainya).
2. Tujuan pencegahan yakni konselor membantu klien menghindari hasil-hasil                  yang tidak diinginkan.
3. Tujuan perbaikan yakni konseli dibantu mengatasi dan menghilangkan perkembangan yang tidak diinginkan.

4. Tujuan penyelidikan yakni menguji kelayakan tujuan untuk memeriksa pilihan-pilihan, pengetesan keterampilan, dan mencoba aktivitas baru dan sebagainya.
5. Tujuan penguatan yakni membantu konseli untuk menyadari apa yang dilakukan, difikirkan, dan dirasakn sudah baik
6. Tujuan kognitif yakni menghasilkan fondasi dasar pembelajaran dan keterampilan kognitif
7. Tujuan fisiologis yakni menghasilkan pemahaman dasar dan kebiasaan untuk hidup sehat.[37]
8. Tujuan psikologis yakni membantu mengembangkan keterampilan sosial yang baik, belajar mengontrol emosi, dan mengembangkan konsep diri positif dan sebagainya.

3. Fungsi Bimbingan Dan Konseling
Menurut Dewa Ketut Sukardi fungsi Bimbingan Koseling ditinjau dari segi filsafatnya, layanan Bimbingan Konseling dapat berfungsi:
a.       Fungsi Pencegahan (preventif)
Layanan Bimbingan dapat berfungsi sebagai pencegahan, artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi bagi siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya, kegiatan yang berfungsi sebagai pencegahan dapat berupa program bimbingan karier, inventarisasi dan sebagainya.
b.      Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud adalah fungsi Bimbingan Konseling yang akan mengahasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihakpihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa.
Pemahaman ini mencakup:
1)      Pemahaman tentang diri sendiri, terutama oleh siswa sendiri, orang tua, guru, dan guru pembimbing.
2)      Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk didalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh siswa sendiri, orang tua, guru pembimbing.
3)      Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk didalamnya informasi pendidikan, jabatan, pekerjaan dan atau karier dan informasi budaya/ nilai-nilai), terutama oleh siswa.
c.       Fungsi perbaikan
Meskipun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih menghadapi masalah-masalah tertentu. Disini fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi Bimbingan Konseling yang akan menghasilkan terpecahnya atau berbagai permasalahan yang dialami siswa.
d.      Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi ini berarti layanan Bimbingan Konseling yang diberikan dapat membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang positif dijaga agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian siswa dapat memelihara dan megembangkan berbagai potensi dan kondisi positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. Fungsi tersebut diwujudkan melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan bimbingan dan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung didalam masing-masing fungsi Bimbingan Konseling.[38]

4. Asas-Asas Bimbingan Konseling
Dalam penyelenggaraan layanan Bimbingan Konseling di Sekolah hendaknya selalu mengacu pada asas-asas Bimbingan Konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas Bimbingan Konseling. Asas-asas Bimbingan Konseling ini dapat diterapkan sebagai berikut:
a. Asas kerahasiaan
Secara khusus usaha layanan Bimbingan konseling adalah melayani individu-individu yang bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa mengalami masalah merupakan suatu aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorangpun (selain diri sendiri) boleh tahu akan adanya masalah itu. Dalam hal ini masalah yang dihadapi seorang siswa tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Segala sesuatu yang disampaikan oleh siswa kepada konselor misalnya akan dijaga kerahasiaannya karena asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya Bimbingan Konseling.
b. Asas kesukarelaan
Jika asas kerahasiaan memang benar-benar telah ditanamkan pada diri (calon) terbimbing atau siswa atau klien, sangat dapat diharapkan bahwa mereka yang mengalami masalah akan dengan sukarela membawah masalahnya itu kepada pembimbing untuk meminta bantuan. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) terbimbing atau siswa atau klien saja, tetapi hendaknya berkembang pada diri penyelenggara.
c. Asas keterbukaan
Bimbingan Konseling yang efesien hanya berlangsung pada suasana keterbukaan. Baik yang dibimbing maupun pembimbing atau Konselor bersifat terbuka. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar berarti “bersedia menerima saran-saran dari luar” tetapi hal ini lebih penting masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah yang dimaksud.
d. Asas kemandirian
Seperti dikemukakan terdahulu kemandirian merupakan tujuan dari usaha layanan Bimbingan Konseling. Dalam pemberian layanan para petugas hendaknya selalu berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing, hendaknya jangan sampai orang yang dibimbing itu menjadi tergantung pada orang lain, hususnya para pembimbing.
e. Asas kegiatan
Usaha layanan Bimbingan Konseling akan memberi buah yang tidak berarti, bila individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan Bimbingan. Hasil usaha Bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan.
f. Asas kedinamisan
Upaya Bimbingan Konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekedar mengulang-ulang hal-hal yang lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju kesuatu pembaharuan, yakni sesuatu yang lebih maju.
g. Asas keterpaduan
Layanan Bimbingan Konseling memadukan berbagai aspek individu yang dibimbing, sebagaimana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaanya tidak saling serasi dan terpadu akan justru menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri individu yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan.
h. Asas kenormatifan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, usaha layanan Bimbingan Konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
i. Asas keahlian
Usaha layanan Bimbingan Koonseling secara teratur, sistematik dan dengan mempergunakan teknik serta alat yang memadai. Asas keahlian ini akan menjamin keberhasilan usaha Bimbingan Konseling akan menaikkan kepercayaan masyarakat pada Bimbingan Konseling.
j. Asas alih tangan
Asas ini mengisyaratkan bahwa bila seorang petugas Bimbingan Konseling sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk mebantu klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka petugas itu mengalih tangankan klien tersebut kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli.
l. Asas tut wuri handayani.
Asas ini menunjukkan pada suasana umum yang hendaknya tercipta  dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebih-lebih dilingkungan sekolah, asas ini mungkin dirasakan manfaatnya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ingarso sung tulodho, ing madya mananggun karso”.
Asas ini menuntut agar layanan Bimbingan Konseling tidak hanya disarankan adanya pada waktu siswa mengalami masalah yang menghadap pembimbingn saja, namun siswa diluar hubungan kerja kepemimpinan dan konseling pun hendaknya disarankan adanya dan manfaatnya.[39]
Secara umum proses konseling individu dibagi atas tiga tahapan :
1. Tahap awal konseling
Tahap ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses konseling sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu, kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses konseling tahap awal sebagai berikut :
a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien
Hubungan konseling bermakna ialah jika klien terlibat berdiskusi dengan konselor. Hubungan tersebut dinamakan a working realitionship, yakni hubungan yang berfungsi, bermakna,dan berguna. Keberhasilan proses konseling individu amat ditentukan oleh keberhasilan pada tahap awal ini. Kunci keberhasilan terletak pada : (pertama) keterbukaan konselor. (kedua) keterbukaan klien, artinya dia dengan jujur mengungkapkan isi hati, perasaan, harapan, dan sebagainya. Namun, keterbukaan ditentukan oleh faktor konselor yakni dapat dipercayai klien karena dia tidak berpura-pura, akan tetapi jujur, asli, mengerti, dan menghargai. (ketiga) konselor mampu melibatkan klien terus menerus dalam proses konseling. Karena dengan demikian, maka proses konseling individu akan lancar dan segera dapat mencapai tujuan konseling individu.         
b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah
Jika hubungan konseling telah terjalin dengan baik dimana klien telah melibatkan diri, berarti kerjasama antara konselor dengan klien akan dapat mengangkat isu, kepedulian, atau masalah yang ada pada klien. Sering klien tidak begitu mudah menjelaskan masalahnya, walaupun mungkin dia hanya mengetahui gejala-gejala yang dialaminya. Karena itu amatlah penting peran konselor untuk membantu memperjelas masalah klien. Demikian pula klien tidak memahami potensi apa yang dimilikinya., maka tugas konselor lah untuk membantu mengembangkan potensi, memperjelas masalah, dan membantu mendefinisikan masalahnya bersama-sama.
c. Membuat penafsiran dan penjajakan
Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemunkinan mengembangkan isu atau masalah, dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan dia prosemenentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
d. Menegosiasikan kontrak
Kontrak artinya perjanjian antara konselor dengan klien. Hal itu berisi : (1) kontrak waktu, artinya berapa lama diinginkan waktu pertemuan oleh klien dan apakah konselor tidak keberatan. (2) Kontrak tugas, artinya konselor apa tugasnya, dan klien apa pula. (3) kontrak kerjasama dalam proses konseling. Kontrak menggariskan kegiatan konseling, termasuk kegiatan klien dan konselor. Artinya mengandung makna bahwa konseling adalah urusan yang saling ditunjak, dan bukan pekerjaan konselor sebagai ahli. Disamping itu juga mengandung makna tanggung jawab klien, dan ajakan untuk kerja sama dalam proses konseling.

2. Tahap Pertengahan ( Tahap Kerja )
Berangkat dari definisi masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada : (1) penjelajahan masalah klien; (2) bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang telah dijelajah tentang msalah klien.
            Menilai kembali masalah klien akan membantu klien memperolah prespektif baru, alternatif baru, yang mungkin berbeda dari sebelumnya, dalam rangka mengambil keputusan dan tindakan. Dengan adanya prespektif baru, berarti ada dinamika pada diri klien menuju perubahan. Tanpa prespektif maka klien sulit untuk berubah. Adapun tujuan-tujuan dari tahap pertengahan ini yaitu:       
a.       Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian klien lebih jauh.
Dengan penjelajahan ini, konselor berusaha agar klienya mempunyai prespektif dan alternatif baru terhadap masalahnya. Konselor mengadakan reassesment (penilaian kembali) dengan melibatkan klien, artinya masalah tu dinilai bersama-sama. Jike klien bersemangat, berarti dia sudah begitu terlibat dan terbuka. Dia akan melihat masalahnya dari prepektif atau pandangan yang lain yang lebih objektif dan mungkin pula berbagai alternatif.
b.      Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara
Hal ini bisa terjadi jika : pertama, klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau wawancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri dan memecahkan masalahnya. Kedua, konselor berupaya kreatif dengan keterampilan yang bervariasi, serta memelihara keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan dalam memberi bantuan. Kreativitas konselor dituntut pula untuk membantu klien menemukan berbagai alternatif sebagai upaya untuk menyusun rencana bagi penyelesaian masalah dan pengembangan diri.
           
c.       Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak
Kontrak dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling. Karena itu konselor dan klien agar selalu menjaga perjanjian dan selalu mengingat dalam pikiranya. Pada tahap pertengahan konseling ada lagi beberapa strategi yang perlu digunakan konselor yaitu : pertama, mengkomunikasikan nilai-nilai inti, yakni agar klien selalu jujur dan terbuka, dan menggali lebih dalam masalahnya. Karena kondisi sudah amat kondusif, maka klien sudah merasa aman, dekat, terundang dan tertantang untuk memecahkan masalahnya. Kedua, menantang klien sehingga dia mempunyai strategi baru dan rencana baru, melalui pilihan dari beberapa alternatif, untuk meningkatkan dirinya.

3. Tahap Akhir Konseling ( Tahap Tindakan )
Pada tahap akhir konseling ditandai beberapa hal yaitu :
a.       Menurunya kecemasan klien. Hal ini diketahui setelah konselor  menanyakan keadaan kecemasanya.
b.      Adanya perubahan perilaku lien kearah yang lebih positif, sehat, dan dinamis.
c.       Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
d.      Terjadinya perubahan sikap positif, yaitu mulai dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, guru, teman, keadaan tidak menguntungkan dan sebagainya. Jadi klien sudah berfikir realistik dan percaya diri.[40]
4.      Beberapa indikator keberhasilan konseling adalah :
a.       Menurunya kecemasan klien
b.      Mempunyai rencana hidup yang praktis, pragmatis, dan berguna
c.       Harus ada perjanjian kapan rencananya akan dilaksanakan sehingga           pada pertemuan berikutnya konselor sudah berhasil mengecek hasil rencananya.
Mengenai evaluasi, terdiri dari beberapa hal yaitu :
a.       Klien menilai rencana perilaku yang akan dibuatnya
b.      Klien menilai perubahan perilaku yang telah terjadi pada dirinya
c.       Klien menilai proses dan tujuan konseling.
5.      Konseling Individu dalam Islam
Dalam literatur bahasa arab kata konseling disebut al-irsyad atau al-itisyarah, dan kata bimbingan disebut at-taujih. Dengan demikian, guidance and counseling dialihbahasakan menjadi at-taujih wa al-irsyad atau at-taujih wa al istisyarah.[41] Secara etimologi kata irsyad berarti : al- huda dalam bahasa indonesia berarti petunjuk, kata al-irsyad banyak ditemukan di dalam al-qur’an dan hadis. Dalam al-qur’an ditemukan kata al-irsyad menjadi satu dengan al-huda pada surat al-kahfi (18) ayat 17 :
۞وَتَرَى ٱلشَّمۡسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَٰوَرُ عَن كَهۡفِهِمۡ ذَاتَ ٱلۡيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقۡرِضُهُمۡ ذَاتَ ٱلشِّمَالِ وَهُمۡ فِي فَجۡوَةٖ مِّنۡهُۚ ذَٰلِكَ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِۗ مَن يَهۡدِ ٱللَّهُ فَهُوَ ٱلۡمُهۡتَدِۖ وَمَن يُضۡلِلۡ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ وَلِيّٗا مُّرۡشِدٗا ١٧
Artinya : Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya (S.Al-Kahfi : 17).
            Sebagai makhluk berproblem, di depan manusia telah terbentang berbagai bagi solution (pemecahan, penyelesaian) terhadap poblem kehidupan yang dihadapinya. Namun karena tidak semua problem dapat diselesaikan oleh manusia secara mandiri, maka ia memerlukan bantuan seorang ahli yang berkompeten sesuai dengan jenis problemnya. Dalam hal ini, kesempurnaan ajaran islam menyimpan khazanah-khazanah berharga yang dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan problem kehidupan manusia. Secara operasional khazanah-khazanah tersebut tertuang dalam konsep konseling dan secara praktis tercermin dalam proses face to face telationship (pertemuan tatap muka ) atau personal contac (kontak pribadi) antara seorang konselor profesional dan berkompeten dalam bidangnya dengan seorang klien/konseli yang sedang menghadapi serta berjuang menyelesaikan problem kehidupanya, untuk mewujudkan amanah ajaran islam, untuk hidup secara tolong menolong dalam jalan kebaikan, saling mengingatkan dan memberi masihat untuk kebaikan menjauhi kemungkaran. Hidup secara islami adalah hidup yang melibatkan terus menerus aktivitas belajar dan aktivitas konseling (memberi dan menerima nasihat).[42]
Islam memandang bahwa klien/ konseli adalah manusia yang memiliki kemampuan berkembang sendiri dan berupaya mencari kemantapan diri sendiri, sedangkan Rogers yang tidak lain adalah salah satu tokoh psikologi memandang bahwa dalam proses konseling orang paling berhak memilih dan merencanakan serta memutuskan perilakudan nilai-nilai mana yang dipandang paling bermakna bagi klien/konseli itu sendiri.[43]
B. Masalah-Masalah Siswa di Sekolah
            Masalah ialah suatu yang menghambat, merintangi, mempersulit bagi orang dalam usahanya mencapai sesuatu.[44] Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil maksimal.[45]
1)      Ciri-Ciri Masalah
Sebuah masalah mempunyai ciri : [46] (1) masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, (2) menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri atau bagi orang lain, (3) ingin dan perlu dihilangkan. Ada beberapa tingkatan masalah yang dialami oleh siswa:[47]
a.       Masalah (kasus) ringan, seperti : membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum-minuman keras tahap awal,berpacaran,mencuri kelas ringan.
b.      Masalah (kasus) sedang, seperti : gangguan emosional, berpacaran,dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah , kesulitan belajar karena gangguan dikeluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila.
c.       Masalah (kasus) berat, seperti : gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau api.
Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu yang berbeda antara individu yang satu dengan individu dengan yang lain yang bersifat nyata.[48] Menurut Keither perilaku membolos diartikan sebagai kehadiran siswa yang tidak teratur yang mana merupakan suatu problema atau masalah yang besar disekolah pada masa kini,sehingga ketidakhadiran siswa ini kemungkinan dapat disebabkan oleh factor-faktor luar atau dalam diri siswa itu sendiri.[49]
Membolos adalah tidak masuk bekerja atau sekolah, ini bisa diartikan bahwa saat belajar mengajar sedang berlangsung dengan sengaja siswa tidak menghadirinya tanpa meminta ijin terlebih dahulu kepada guru yang bersangkutan.[50]
Perilaku membolos merupakan suatu bentuk penyimpangan perilaku yang biasanya dilakukan oleh seorang siswa atau pelajar di sekolah, karena bahwasanya disebabkan oleh beberapa factor seperti menerima pelajaran , adanya faktor tekanan ekonomi keluarga dan factor hubungan antar personal yang tak menyenangkan baik dengan guru maupun dengan sesame temanya.[51]
Banyak orang yang berpandangan bahwa apa yang ada adalah merupakan suatu aksi yang telah menimbulkan reaksi. Maksudnya bahwa apa yang terjadi pada anak adalah semata-mata perilaku mereka sendiri yang lepas dari latar belakang yang menyebabkanya.[52]
Ada beberapa faktor penyebab perilaku membolos diantaranya :
1.      Sebab-sebab yang berasal dari keluarga
Dalam hal ini sebab yang berasal dari keluarga berupa :
a.       Faktor tekanan ekonomi keluarga
Misalnya adalah seorang anak yang agak besar dibutuhkan oleh orangtua untuk membantu keluarganya, sehingga rasa tanggung jawab anak terhadap anggota keluarganya menyebabkan dirinya tidak masuk sekolah.
b.      Faktor kekerasan yang dilakukan orangtua
Misalnya adalah orangtua menganggap bahwa bersekolah itu hanya membuang waktu saja dan bahkan mereka juga menganggap bahwa pendidikan tidak penting bagi anaknya, seperti mereka beranggapan bahwa pendidikan anak laki-laki penting dari pada pendidikan anak perempuan, karena pada akhirnya anak putri hanya akan menikah sehingga mereka tidak memerlukan pendidikan.
2.      Takut akan gagal
Dalam hal ini seringkali ketidakhadiran anak adalah keyakinan anak. Maksudnya adalah mereka pasti tidak akan berhasil di sekolah karena dirinya tidak tahan merasa malu, gagal dan tidak berharga serta dicemooh sebagai akibat dari kegagalan.
3.      Perasaan ditolak
Dalam hal ini orang tua tidak ingin ada ditempat dimana dirinya ditolak atau tidak disukai, karena seringkali anak dibuat merasa bahwa dirinya tidak diinginkan atau diterima dikelasnya sehingga penolakan ini mungkin terasa sekali bagi anak, bila gurunya menyambut dengan kata-kata “ alangkah tenang dan tentramnya kemarin di kelas waktu kamu tidak masuk”
4.      Sebab-sebab yang berasal dari masyarakat
Tindakan seseorang dipengaruhi oleh tuntutan dan harapan masyarakat, bila masyarakat tidak beranggapan bahwa pendidikan penting bagi setiap orang, maka orang tertentu akan percaya bahwa mereka tidak harus bersekolah.[53]
            Faktor-faktor yang mendorong siswa berperilaku membolos dalam jurnal studi tentang perilaku membolos siswa ada 8 yakni :
a. Berdasarkan tahap perkembangan usia 12-20 tahun merupkan masa pencarian jati diri atau identitas diri.
b. Tingkat intelektual dan motivasi belajar siswa mempengaruhi nilai.
c. Perasaan rendah diri dan tersisihkan dari teman-temanya mempengaruhi dalam hubungan sosisal.
d. Latar belakang keluarga mempengaruhi pribadi siswa dimana keluarga yang broken home cenderung anak menjadi nakal.
e. Status ekonomi keluarga
f. Pengaruh teman sebaya.
g. Pengaruh teknologi dimana sekarang ini siswa lebih suka bermain game dan pergi kewarnet. Disana siswa berjam-jam didepan komputer hanya untuk bermain games saja.
h. Sikap guru yang tidak baik serta fasilitas sekolah yang kurang memadahi.[54]
C. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
            Kata akhlak berasal dari bahasa arab yaitu “khalaqa” yang artinya perangai, tabiat dan juga adat kebiasaan. Menurut Hamzah Yacub, akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara sang pencipta dengan makhluknya dan antara makhluk dengan khalik.[55]
            Akhlak juga mengandung makna sebagai kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa, dimana timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan fikiran.[56] Sedangkan menurut Al Ghazali Bahwa khuluq adalah sifatyang tertanam dalam jiwa, dari padanya lahirlah perbuatan-perbuatan yang mudah dan gampang tanpa difikir dan diperhitungkan.
Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa inggris. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak terpuji serta menjauhkan segala akhlak tercela.[57]
            Secara kebahasaan akhlak bisa baik dan juga bisa buruk, tergantung tata nilai yang dijadikan landasan atau tolok ukurnya. Di Indonesia, kata akhlak selalu berkonotasi positif. Orang yang baik sering disebut orang yang berakhlak, sementara orang yang tidak berlaku baik disebut orang yang tidak berakhlak. Adapun secara istilah, akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam, dengan al- Qur‟an dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai metode berfikir Islami. Pola sikap dan tindakan  yang dimaksud mencakup pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia (termasuk dirinya sendiri), dan dengan alam.[58]
            Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri manusia dan bisa bernilai baik atau bernilai buruk. Akhlak tidak selalu identik dengan pengetahuan, ucapan ataupun perbuatan orang yang bisa mengetahui banyak tentang baik buruknya akhlak, tapi belum tentu ini didukung oleh keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang lembut dan manis, tetapi kata-kata bisa meluncur dari hati munafik. Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya Al-Qur'an selalu menandaskan, bahwa akhlak itu baik atau buruknya akan memantul pada diri sendiri sesuai dengan pembentukan dan pembinaannya.[59]
            Akhlak ialah tingkah laku yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini oleh seseorang dan sikap yang menjadi sebahagian daripada keperibadiannya. Nilai-nilai dan sikap itu pula terpancar daripada konsepsi dan gambarannya terhadap hidup. Dengan perkataan lain, nilai-nilai dan sikap itu terpancar daripada aqidahnya yaitu gambaran tentang kehidupan yang dipegang dan diyakininya.
            Pembinaan akhlak adalah suatu usaha bimbingan atau asuhan terhadap anak-anak yang dilakukan secara sadar berdasarkan agama, untuk menumbuhkan dan menanamkan serta meningkatkan keyakinan terhadap Allah Swt yang diaplikasikan dalam bentuk tindak nyata.[60]
            Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diambil pengertian bahwa akhlak adalah suatu sikap manusia berdasarkan ajaran islam yang telah meresap dalam jiwa dan diwujudkan melalui perilaku lahiriah dengan kata lain akhlak merupakan tindakan manusia yang berpedoman pada petunjuk Allah baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul.
2. Dasar Dan Tujuan Akhlak
            Semua tindakan dan perbuatan manusia yang merasa dirinya terlibat oleh suatu peraturan yang harus ditaati tentunya mempunyai dasar dan tujuan. Begitu juga tentang akhlak yang merupakan cermin dari pada umat Islam yang sudah barang tentu mempunyai dasar. Dan dasar inilah yang harus dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
            Menurut M. Ali hasan dalam bukunya tuntunan Akhlak, dasar akhlak itu adalah : adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat, maka untuk menentukan dan menilai baik dan buruknya adat kebiasaan itu, harus dinilai dengan norma-norma yang ada di dalam Al-Qur’an dan sunnah, kalau sesuai harus di pupuk dan di kembangkan sedangkan jika tidak sesuai harus ditinggalkan.[61]
            Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa sumber atau dasar akhlak itu adalah Al-Qur’an dan sunah rasul, serta kebiasaan masyarakat yang sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun ayat Al-Qur’an yang menerangkan dasar akhlak adalah :
 وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ ٤
Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
     {QS. Al-Qalam : 4}[62] Dalam Surat Al-Isra’ ayat 7 :
إِنۡ أَحۡسَنتُمۡ أَحۡسَنتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡۖ وَإِنۡ أَسَأۡتُمۡ فَلَهَاۚ فَإِذَا جَآءَ وَعۡدُ ٱلۡأٓخِرَةِ لِيَسُ‍ُٔواْ وُجُوهَكُمۡ وَلِيَدۡخُلُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٖ وَلِيُتَبِّرُواْ مَا عَلَوۡاْ تَتۡبِيرًا ٧
Artinya : Jika kamu berbuat baik berarti kamu sudah berbuat baik kepada dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat berarti kamu sudah berbuat jahat kepada dirimu sendiri" {QS Al Isra’ : 7}  
Berdasarkan apa yang telah ditegaskan di dalam Al-Qur’an dan hadist tersebut jelaslah bahwa segala bentuk perilaku manusia yang menegakkan dirinya seseorang yang beragama islam harus dapat menerjemahkan kedua sumber di atas dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak merupakan cerminan bagi orang islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, oleh karena itu orang islam harus mencontoh akhlak Rasulullah SAW. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. {QS Al Ahzab : 21}.[63]
Bertitik tolak dari ayat dan pendapat di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa pada diri Rasulullah itu telah ada surutauladan yang baik, karena mereka merupakan utusan untuk seluruh umat manusia. Oleh karena itukita sebagai umatnya harus dapat mencontoh akhlaknya sebab itulah sumber dari akhlak yang harus dihayati serta diamalkan dalam setiap gerak langkahkita dalam terciptanya manusia yang berbudi luhur.
Menurut M. Ali Hasan, tujuan pokok akhlak adalah “agar setiap orang berbudi pekerti(berakhlak), bertingkah laku (bertabiat), berperangai atau beradat istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran islam”.[64]
Sementara itu Barmawie Umarie mengatakan bahwa tujuan akhlak adalah : “Supayadapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji, serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela”.[65]
Dari pendapat di atas, jelaslah bahwa tujuan dari akhlak adalah agar setiap manusia bertingkah laku dan bersikap yang baik serta terpuji baik lahir maupun batin serta tindakan dan perbuatan kita hendaklah dijiwai oleh iman serta ketakwaan kepada Allah Swt.
Jadi dengan dilandasi iman dan ketakwaan kepada Allah maka seseorang dalam berbuat dan bertindak tidak akan tersesat, tindakan yang dilakukan setiap kali inilah merupakan tolak ukur bagi perbuatan manusia, jika tindakan kita baik dalam arti menurut apa yang telah digariskan oleh Allah dalam ALQur’an maupun Hadist, maka kita sudah termasuk orang yang mempunyai ukuran orang yang lebih baik atau mempunyai akhlak yang mulia dihadapan Allah Swt dan di tengah-tengah masyarakat.
3. Macam-Macam Akhlak
            Menurut Musthafa Kemal secara garis besar akhlak itu terbagi menjadi dua macam, dimana keduanya bertolak belakang efeknya bagi kehidupan manusia, yaitu :
1)      Akhlak Mahmudah, yaitu akhlak yang terpuji atau akhlak yang mulia;
2)      Akhlak Madzmumah, yaitu akhlak yang tercela, yang rendah.[66]
Dengan demikian akhlak mahmudah adalah akhlak yang baik, yang terpuji, yang sesuai dengan ajaran islam atau akhlak yang tidak bertentangan dengan hokum syara’ akal fikiran yang sehat dan yang harus dianut serta dimiliki oleh setiap orang. Sedangkan akhlak madzmumah adalah akhlak yang tidak baik dan tercela serta bertentangan dengan ajaran agama islam. Akhlak semacamm ini merupakan akhlak yang harus di jauhi dan dihindari oleh setiap orang.
Adapun yang tergolong dalam akhlak mahmudah adalah sebagai berikut:
1)      Setia (al-amanah)
2)      Pemaaf (al-afwa)
3)      Benar (ash-shidqi)
4)      Menepati janji (al-wafa)
5)      Adil (al-adalah)
6)      Memelihara kesucian diri (al-ifalah)
7)      Malu (al-haya)
8)      Berani (as-suja’ah)
9)      Kuat (al-quah)
10)  Sabar (as-sobru)
11)  Murah hati (as-shaku)
12)  Tolong menolong (at-ta’awun)
13)  Kasih saying (ar-rahman)
14)  Damai (al-ishlah)
15)  Persaudaraan (al-ikha’)
16)  Silaturahmi (al-ichtsad)
17)  Menghormati tamu (ad-dliyafah)
18)  Merendah hati (at-tadlu)
19)  Menundukkan diri kepada Allah (al-khusu’)
20)  Berbuat baik (al-ihsan)
21)  Berbudi tinggi (al-muruah)
22)  Memelihara kebersihan badan (an-nadhofah)
23)  Selalu cenderung kepada kebaikan (as-sholihah)
24)  Merasa cukup apa adanya (al-qona’ah)
25)  Tenang (as-sakinah)
26)  Lemah lembut (al-rifqu).[67]

Sedangkan Hussein Bahresiy, berpendapat bahwa yang termasuk dalam akhlak yang baik atau akhlak mahmudah adalah sebagai berikut : Sanggup mengekang nafsu, berbuat kebaikan dan meninggalkan kejahatan, bersifat benar dan jujur, menjauhi kebohongan, berani dan teguh hati, adil dan bijaksana, bergaul dengan baik, bermuka manis, ramah-tamah, menepati janji, tidak mencari kesalahan lawan, tidak menghina, tidak bermuka dua atau munafik, mendamaikan perselisihan, bersilaturahmi, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.[68]
            Selanjutnya Nasaruddin Rozak mengatakan akhlak terpuji ini adalah merupakan pancaran dari sosok pribadi Rasul yaitu : “Apa yang diserukan dan di ajarkannya selalu dicontohkan sendiri dan memancar dari pribadinya yang luhur, perkataannya selalu sesuai dengan perbuatannya.[69]
            Dengan demikian jelaslah bahwa akhlak mahmudah dalam islam adalah akhlakul karimah RasulullahSaw baik berupa perkataan, perbuatan maupun sifat-sifat kepribadiannya yang luhur.
            Sedangkan yang tergolong akhlak madzmumah adalah akhlak yang buruk yang harus dihindari dan dijauhi oleh setiap orang, karena akhlak seperti ini disebut akhlak tercela.
            Adapun bentuk-bentuk akhlak tercela atau madzmumah menurut M. Ali Hasan adalah sebagai berikut :
1)      Sombong
2)      Dengki
3)      Dendam
4)      Mengadu domba
5)      Mengumpat
6)      Riya’
7)      Khianat.[70]

Selanjutnya Zahara Maskanah dan Tayar Yusuf berpendapat bahwa akhlak madzmumah antara lain :
1.      As-Syahwat
2.      Bohong
3.      Riya’
4.      Dengki
5.      Namimah
6.      Nifak
7.      Pemarah
8.      Bakhil
9.      Takut
10.  Takabbur.[71]
Berdasarkan pendapat tersebut di atas jelaslah bahwa akhlak madzmumah adalah akhlak yang tercela yaitu semua perbuatan berupa tingkah laku, perangai, tabiat yang buruk dan akhlak semacam ini harus dihindari dan dijauhi karena akhlak buruk akan menyesatkan dan mencelakakan.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akhlak
            Menurut Tayar Yusuf dalam pembinaan akhlak sangat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya ;”Faktor kebiasaan atau factor pembiasaan dan factor pengertian atau kesadaran serta system nilai-nilai dalam masyarakat terutama yang menyangkut norma-norma baik dan buruk”.[72]
            Dari ketiga factor tersebut berada pada tiga lingkungan pendidikan moral, yaitu : baik dalam rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.[73] Untuk mengetahui lebih lanjut dari ketiga lingkungan tersebut, akan penulis jelaskan dalam keterangan berikut :
a.       Faktor Lingkungan Keluarga
Kedudukan dan fungsi  keluarga mempunyai peranan yang tinggi dalam usaha keberhasilan pembinaan akhlak anak, karena keluarga menempatkan fondasi dalam memberikan pendidikan pertama kali bagi anak-anak sebelum mereka mengenal dunia pendidikan luar.
b.      Faktor Sekolah
Fungsi sekolah tidak hanya sebagai tempat pengajaran melainkan semua komponen pendidikan terutama daam usaha pembinaan akhlak anak. Dengan pembinaan melalui latihan, kebiasaan dan suri tauladan yang diberikan para guru dan di dorong dengan teman-temannya yang banyak melakukan perbuatan mulia maka dengan sendirinya anak akan mengikuti temannya.
c.       Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan wujud dari hidup bersama dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap anak dalam memberikan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan secara tidak sadar, baik oleh masyarakat maupun lingkungan masyarakat yang memotivasi untuk mendapatkan pendidikan yang baik maupun yang buruk dan ini tergantung dimana akan bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya orangtua, tokoh masyarakat hendaknya dapat menciptakan lingkungan masyarakat yang membawa anak kea rah pembinaan akhlak anak yang mulia. Dengan terciptanya lingkungan masyarakat yang melaksanakan ajaran agama, maka secara otomatis akan melaksanakan ajaran agama termasuk berakhlak mulia.
5. Pembinaan Akhlak Peserta Didik di MA Yasmida
            Pembinaan mempunyai arti : “Usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik”.[74] Pembinaan juga berarti : “Pembangunan dan pembaharuan”.[75]
            Dari penjelasan di atas, pembinaan berbeda dengan pendidikan. Karena pendidikan adalah : “Bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menju terbentuknya akhlak yang utama”.[76]
            Dalam pembinaan akhlak peserta didik, yang perlu dilakukan adalah memberikan pengetahuan agama dan pembinaan akhlak dengancara :
a.       Melalui pemahaman dan pengertian
b.      Melalui anjuran dan himbauan
c.       Latihan pembiasaan serta mengulang-ulang.[77]
Tayar Yusuf dan Yurnalis Etek mengemukakan bahwa, fakta yang sangat fundamental yang perlu diwujudkan ialah menanamkan kebiasaan yang baik yang sesuai dengan ajaran agama.[78]
Dari pendapat tersebut, mengandung suatu pemahaman bahwa bila seseorang mengharapkan akhlak anak menjadi baik, hendaknya ia memberikan latihan-latihan, kebiasaan dan suri teladan secara kontinu terhadap anak didiknya. Selain cara tersebut di atas, dapat ditekankan adalah pemahaman seorang guru sebagai konselor dalam upaya pembinaan akhlak peserta didik usia sekolah adalah masa perkembangan jiwa keagamaan pada anak, dalam kaitan ini menunjuk pada sifat khas anak.










BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Pendekatan Penelitian
Adapun pengertian dari metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk mendekati permasalahan dan mencari jawaban, dengan kata lain metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topic penelitian.
Peneitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, diharapkan terangkat gambaran mengenai kualitas, realitas sosialdan persepsi sasaran penelitian tanpa tercemar oleh pengukuran formal. Penelitian didasarkan pada persepsi emik. Persepsi emik bertujuan untuk mengungkapkan dan mengurangi system dan perilaku bersama satuan strukturnya dan kelompok struktur satuan-satuan itu.[79]
Studi kualitatif dengan pendekatan naturalistic memuat pengumpulan data pada setting yang alamiah. Berdasarkan konsep kerja tersebut, peneliti mengpayakan agar kehadirannya tidak mengubah situasi atau perilaku orang yang diteliti.
Berkaitan dengan judul yang peneliti kemukakan, dalam penelitian ini peneliti hanya memaparkan atau membeberkan suatu fenomena atau kejadian, sehingga peneliti ini bersifat deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alalmiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna generalisasi. Metode deskriptif dapat disimpulkan sebagai sebuah metode yang bertujuan untuk melukiskan atau menggambarkan keadaan di lapangan secara sistematis dengan fakta-fakta dengan interpretasi yang tepat dan data yang saling berhubungan, serta bukan hanya untuk mencari kebenaran mutlak tetapi pada hakekatnya mencari pemahaman observasi[80].
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan induktif. Menurut pandangan Erliana Hasan “Pendekatan induktif dimulai dari fakta di lapangan, di analisis, dimuat pertanyaan kemudian dihubungkan dengan teori, dalil, hukum yang sesuai kemudian pernyataan hingga kesimpulan.” Hal ini menggambarkan bahwa pendekatan induktif merupakan pendekatan yang berangkat dari fakta yang terjadi di lapangan selanjutnya peneliti menganalisis fakta yang ditemukan,membuat pertanyaan dan dikaitkan dengan teori, dalil, hukum yang sesuai dan ditarik kesimpulan.[81]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan induktif merupakan metode yang menggambarkan permasalahan atau kasus yang dikemukakan berdasarkan fakta yang ada dengan berpijak pada fakta yang bersifat khusus kemudian diteliti untuk dipecahkan permasalahannya dan ditarik kesimpulan secara umum. Oleh karena itu, penulis akan menggambarkan perilaku peserta didik secara keseluruhan melaui pengamatan, angket dan wawancara.
B. Jenis Penelitian
            Setiap penelitian pada dasarnya memiliki tekhnik untuk mendekati suatu objek penelitian. Karena penentuan pendekatan yang di ambil akan memberikan petunjuk yang jelas lagi rencana penelitian yang akan dilakukan. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
            Menurut Moleong : Penelitian Kualitatif berakar pada latar belakang ilmiah sebagai kebutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif analitis secara induktif, mengarahkan sasaran penelitian pada usaha menemukan teori, lebih mementingkan proses dari pada hasil, memeilih seperangkat criteria untuk menulis keabsahan data, rancangan penelitian bersifat sementara dan hasil penelitian disepakati oleh subjek penelitian.[82]

            Penelitian tentang implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan akhlak peserta didik ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.[83] Penelitian deskriptif ini dirancang untuk memperleh informasi tentang implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan peserta didik di MA Yasmida Kec.Ambarawa Pringsewu, sebagai permasalahan yang di arahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi pada waktu penelitian berlangsung.
            Dalam penelitian deskriptif, tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan seperti yang ditemui di dalam  penelitian eksperimen. Tujuan penelitian ini adalah untuk melukiskan kondisi apa yang ada di dalam suatu situasi, dan penelitian dimaksud merupakan strategi umum yang di anut di dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab permasalahan yang dihadapi, dan ini merupakan rencana pemecahan bagi persoalan yang diselidiki.
            Dalam pelaksanannya, penelitian ini mempelajari permasalahan ilmiah yang terjadi dengan cara menggambarkan situasi atau kejadian sebagaimana adanya. Menurut Sanapiah Faisal ada empat alternative untuk menetapkan permasalahan yang akan diteliti yaitu :
1)      Menetapkan focus permasalahan yang disarankan oleh informan
2)      Menetapkan fokus permasalahan berdasarkan domain-domain tertentu
3)      Menetapkan focus masalah yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek
4)      Menetapkan focus masalah berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah ada.[84]
Berdasarkan metode penelitian kualitatif deskriptif yang dipakai, maka focus penelitian yang dijadikan sasaran adalah implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan akhlak peserta didik di MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu.

C. Sumber Data
            Dalam penelitian kualitatif ini, sumber data dipilih secara purposive sampling. Purposive sampling adalah tekhnik pengambilan data sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, seperti orang  tersebut di anggap paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan.[85]
            Dengan pengambilan sampel sumber data yang di pilih secara purposive sampling, maka sumber data dipilih orang-orang yang di anggap sangat mengetahui permasalahan yang akan diteliti atau juga berwenang dalam masalah tersebut.
            Data dan sumber data dalam penelitian ini adalah gejala-gejala sebagaimana adanya berupa perkataan, ucapan dan pendapat peserta didik, guru dan kepala sekolah.  Sumber data untuk implementasi bimbingan konseling dalam membina akhlak peserta didik terdiri dari :
1.      Sumber data primer dari :
a.       Guru akidah akhlak : 1 orang
b.      Peserta didik yang nama-namanya tercantum di dalam buku kasus.
2.      Sumber data sekunder yaitu :
a.       Kepala Madrasah
b.      Guru Akidah Akhlak
c.       Wakil Kepala Kesiswaan

D. Definisi Operasional Variabel
            Sebagai penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, maka penelitian ini mendeskripsikan tentang implementasi bimbingan konseling dalam membina akhlak peserta didik di MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Ambarawa. Adapun indicator peserta didik yang berakhlak mulia adalah : Membiasakan diri mentaati peraturan, membiasakan diri konsisten dalam bersikap dan bertindak, membiasakan diri berperilaku yang santun dan mencerminkan ketakwaan, membiasakan diri berprilaku yang dapat diteladani oleh adik kelas dan teman-temannya yang lain.
E. Tekhnik Pengumpulan Data
            Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan tekhnik pengumpulan data lebih banyak yaitu :
1)      Observasi non partisipan (non participant observation) wawancara mendalam (in depth interview)
2)      Dokumentasi.[86]
Untuk mendapatkan data yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan, maka diperlukan alat atau tekhnik yang mampu mengungkapkan data yang memadai dan relevan dengan pokok permasalahan peneliti. Alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data dengan maksud agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Seperti ceklis atau daftar centang, pedomanwawancara, pedoman observasi/pengamatan.[87]

Tabel 2
Tekhnik Pengumpulan Data (Informasi)
No
Indikator
Sumber Data
Metode
Instrumen
1.
Implementasi Bimbingan Konseling
Guru Akhlak
1. wawancara
1. Pedoman wawancara
2.
Implementasi Bimbingan Konseling
Peserta didik
1. Observasi
2. Wawancara terstruktur
1. Ceklis
2. Pedoman wawancara
3.
Akhlak
Guru
1. Wawancara terstruktur
1. Pedoman wawancara
4.
Akhlak
Peserta didik
1. Observasi
2. Wawancara terstruktur
1. Ceklis
2. Pedoman wawancara

            Pengumpulan data tersebut dalam penelitian ini, menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi :



a.      Interview
Tekhnik wawancara atau interview merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara mengadakan wawancara langsung dengan informan. Dalam penelitian kualitatif ini, wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan informasi, tanggapan dan opini individu yang di wawancarai berkenaan dengam implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan akhlak peserta didik di MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara berstruktur atau tertutup dilakukan berdasarkan pertanyaan dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur berbagai dimensi wawancara itu, antara lain pertanyaan yang diajukan telah ditentukan bahkan kadang-kadang juga jawabannya, demikian pula lingkup masalah, sehingga benar-benar dibatasi.
Dalam wawancara berstruktur semua pertanyaan telah idrumuskan sebelumnya dengan cermat, biasanya secara tertulis. Peneliti dapat menggunakan daftar pertanyaan itu sewaktu melakukan interview atau jika mungkin menghafalnya di luar kepala agar percakapan menjadi lancer dan wajar. Jawaban atas pertanyaan itu juga telah ditentukan lebih dahulu secara pilihan ganda.[88]
Menurut Kartini kartono, interview adalah suatu percakapan yang di arahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan suatu proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.[89]
Metode interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin. Yakni penginterview membawa kerangka-kerangka pertanyaan untuk di sajikan, tetapi cara bagaimana pertanyaan disajikan dan diirama. Waktu interview diserahkan kepada kebijaksanaan interview.[90]
Metode interview ini penulis gunakan untuk mendapatkan keterangan tentang kepribadian peserta didik MA Yasmida. Dalam hal ini, interview ditujukan kepada Bapak kepala sekolah, Peserta didik dan Guru Akidah Akhlak dan kepala TU MA Yasmida  Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringsewu.
b.      Observasi
Menurut Haidar Nawawi, metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.[91]
Observasi adalah alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.[92] Menurut Sutrisno Hadi “Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.[93] Beliau juga mengungkapkan  metode observasi adalah suatu cara pengumpulan data yang dilakukan secara langsung mengamati objek yang sedang diteliti dengan sistematis. Metode ini biasanya diartikan sebagai suatu pengamatan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diseliiki dalam arti tak terbatas.
Melalui tekhnik observasi ini, diperoleh gambaran data mengenai implementasi bimbingan konseling dalam membina akhlak peserta didik di MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu yang mencakup :
Pertama, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian impelementasi bimbingan konseling terhadap peserta didik.
Kedua, pembinaan akhlak oleh peneliti sebagai konselor dalam hal ini dilakukan dengan pengamatan terhadap peserta didik, diantaranya : Apabila mereka bertemu dengan guru, karyawan dan teman-teman di amdrasah, serta melihat sejauh mana atau bagaimana peserta didik dalam mentaati peraturan madrasah.
Data yang diambil melalui guru akidah akhlak, peserta didik, kepala sekolah, wali murid pada MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu. Secara umum diambil dengan cara melihat, mengamati suasana proses belajar mengajar serta kondisi akhlak peserta didik di dalam maupun di luar kelas.



c.       Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat khabar, majalah, photo, prasasti, notulen, agenda, dan sebagainya.[94]
Menurut Sumardi Suryabrata metode dokumentasi adalah “Tekhnik pengumpulan data dengan melihat hal-hal penting yang telah dibukukan atau di dokumentasikan dan ini disebut juga dengan tekhnik dokumentasi.[95] Dengan demikian metode dokumentasi merupakan catatan sebagai arsip terhadap kejadian-kejadian pada masa lampau.
Metode dokumentasi ini adalah merupakan smber data non manusia, sumber data ini adalah sumber data yang cukup bermanfaat sebab telah tersedia sehingga akan relative murah pegeluaran biaya untuk memperolehnya, sumber ini merupakan sumber sumber data yang stabil dan akurat sebagai cerminan situasi atau kondisiyang sebenarnya serta dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan tidak mengalami perubahan.
Melalui metode ini diperoleh data yaitu tentang :
1.      Sejara tentang MA Yasmida Ambarawa
2.      Data Base Madrasah
3.      Buku Kasus peserta didik tahun pelajaran 2016/2017
4.      Data Pembinaan akhlak peserta didik
5.      Kegiatan Ekstrakurikuler dalam mebina akhlak peserta didik
Metode dokumentasi ini dipergunakan untuk memperoleh data tentang keadaan guru, staf dan karyawan MA Yasmida  Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringsewu., struktur organisasi, daftar nomor induk siswa, dan lain sebagainya yang diperoleh dari staf MA Yasmida  Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringsewu.
F. Tekhnik Analisa Data
  Tekhnik analisa data di artikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik, sifat-sifat data tersebut mudah di fahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkapasitan dengan penelitian tersebut berdasarkan data yang diperoleh.[96] 
Dalam penelitian ini menggunakan analisa data deskriptif, yaitu untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagimana adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi hasil penelitian, yaitu dengan cara berfikir deduktif dan induktif.
 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisa dalam bentuk laporan atau uraian deskriptif tentang Bimbingan Konseling pada MA Yasmida  Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringsewu antara lain : latar belakang peserta didik yang sering melanggar peraturan sekolah, jenis pelanggaran yang terdapat di dalam buku kasus sekolah serta usaha-usaha sekolah dalam menaggulangi peserta didik yang sering melanggar. Penggunaan analisa data kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk memberikan kesimpulan terhadap tanggapan yang di peroleh.
            Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, serta literature di edit dengan tujuan untuk meneliti ketepatan kelengkapan, dan kebenaran data, kemudian data tersebut disusun berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan penelitian.
            Menurut asyari’ secara umum, ada empatlangkah yang dilakukan dalam kegiatan analisis data, yaitu editing merupakan pengecekan data atau bahan-bahan yang dikumpulkan untuk mengurangi kesalahan, kategorisasi atau klasifikasi yaitu penggolongan-penggolongan data dalam bentuk pola kedudukan dan untuk melihat kedudukan masing-masing fenomena-fenomena dalam keseluruhan, tabulasi yaitu merumuskan data kedalam bentuk table aqtau grafik, statistic dan sebagainya, dan interpretasi yaitu menafsirkan data untuk mencari arti yang lebih luas dari hasil penelitian. Dengan menganalisis data ini, maka berbagai catatan lapangan, hasil wawancara dan bahan-bahan yang lain akan dapat disusun secara sistematis sehingga peneliti dapat lebih memahami data tersebut dan dapat mengomunikasikannya kepada pihak lain.
            Analsisi data yang digunakan dalam penelitian ini adaah model analisis data mengalir, sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman, pada prinsipnya, kegiatan analisis data ini dilakukan sepanjang kegiatan penelitian (during data collection) dan kegiatan yang paing inti mencakup penyederhanaan data (data reduction), penyajian data (data display) dan menarik kesimpulan (making conclusion).
1.      Reduksi data termasuk kegiatan pengorganisasian data sehingga dapat membantu serta memudahkan peneliti dalam melakukan analisis selanjutnya. Tumpukan data yang didapatkan di lapangan akan direduksi dengan cara merangkum, kemudian mengklasifikasikannya sesuai dengan focus penelitian.
2.      Sajian data, merupakan upaya peneliti untuk mendapatkan gambaran dari data yang telah diperoleh serta hubungannya dengan focus penelitian yang dilaksanakan. Untuk itu, sajian data dapat dibuat dalam bentuk matriks, grafik, table dan sebagainya.
3.      Menarik kesimpulan, merupakan kegiatan merumuskan kesimpulan penelitian, bai kesimpulan sementara maupun kesimpulan akhir. Kesimpulan sementara ini dapat dibuat terhadap setiap data yang ditemukan pada saat penelitian sedang berlangsung, dan kesimpulan akhir dapat dibuat setelah seluruh data penelitian dianalisis.
G. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di MA Yasmida  Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringsewu.
2. Waktu Penelitian
Aktivitas penelitian ini secara keseluruhan dilaksanakan selama peserta didik duduk di MA Yasmida tahun pelajaran 2016/2017.
.
H. Tahap Pelaksanaan
            Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, pertama pra orientasi, kedua orientasi, ketiga eksplorasi, keempat member check.
1.      Tahap pra orientasi
Pra orientasi dilakukan untuk mencari informasi kondisi lokasi lapangan penelitian agar dalam pencarian data sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti dan terfokus dengan baik. Dan rancangan penelitian bisa tersusun secara sistematis dan terencana.
2.      Orientasi
Tahap orientasi adalah tahapan untuk memperoleh gambaran lengkap dan jelas focus masalah yang akan diteliti. Pada tahap ini dilakukan :
a)      Menyusun rancangan penelitian
b)      Memilih lapangan penelitian dengan memprtimbangkan teori substantive dalam menjajagi lapangan apakah ada relevansi antara kenyataan di lapangan dengan apa yangsudah dilakukan.
c)      Pengrusan perizinan
Pengurusan perizinan dari Program Pascasarjana IAIN Lampung yang di tujukan kepada Kepala Madrasa MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu yang akan dijadikan objek penelitian. Dengan adanya izin secara prosedur dari pihak yang akan diteliti, selanjutnya penelitian dilakukan dengan kunjungan ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data, gambaran dan permaslahan-permasalahan yang akan dikaji dan diteliti dengan cermat dan dapat dipertanggungjawabkan.
3.      Tahap Eksplorasi
Pada tahap ini dilakukan penjajahan atau eksplorasi terhadap focus masalah penelitian dengan cara mengumpulkan data sesuai dengan focus penelitian dan tujuan penelitian yang telah diterapkan. Pengumpuln data dan informasi dilakukan dengan cara : wawancara, observasi dan dokumentasi.
4.      Tahap member Check
Member check dilakukan dengan tujuan untuk mengontrol data dan informasi yang dikumpulkan, agar data tersebut dapat dipercaya kebenarannya.[97] Dalam pengecekan data dan informasi tersebut dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a.       Hasil wawancara yang telah ditulis dikonfirmasikan kembali dengan kepada semua nara sumber dalam penelitian yang telah dilakukan.
b.      Hasil observasi yang telah dicatat minta dikorekasi kembali dengan nara sumber
c.       Melakukan triangulasi dengan para responden atau para nara sumber.
Pada tahap member check semua hasil pengamatan dari wawancara serta studi dokumentasi yang telah dikumpulkan dari mulai pra orientasi di analisis, kemudian dituangkan dalam bentuk rangkuman kemudian didiskusikan dengan para nara sumber untuk mengecek kebenaran (Validitas data) agar dapat dipertanggungjawabkan baik oleh peneliti maupun bagi para sumber sebagai informan.
            Pada tahap akhir dari penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap kredibilitas hasil penelitian, seluruh data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan studi dokumentasi, kemudian digunakan untk menarik kesimpulan dan memberikan saran-saran dalam program pembelajaran khususnya di MA Yasmida dan pada sekolah-sekolah lain secara umum. Sehingga dapat dijadikan acuan bagi perbaikan-perbaikan program pembinaan akhlak di masa yang akan datang.









BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Profil Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa
1.   Sejarah Singkat Berdirinya Madrasah Aliyah (MA)Yasmida Ambawara
Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa berdiri pada tanggal 05 maret 1991 dengan diterbitkannya Surat Keputusan Kepala Kantor ilayah Departemen Agama Provinsi Lampung Nomor : Wh/6/SK/22/1993 tanggal 25 mei 1993 dengan Nomor Statis Madrasah (NSM) : 312180108017. Madrasah Aliyah Yasmida berdiri dalam naungan Yayasan Islam Miftahul Huda (YASMIDA) yang diketuai oleh Drs. Hi. Masdar, MS,MM. sejak berdirinya hingga sekarang terus berkembang menjadi madrasah yang sejajar dengan madrasah yang ada di lingkungan MA Yasmida itu sendiri.
Madrasah Aliyah (MA) Yasmida sengaja didirikan dengan merespon beberapa permintaan masyarakat yang menghendaki adanya sekolah yang bercorak keagamaan khususnya ditingkat SMA atau sederajat. Hingga saat ini telah meluluskan beberapa lulusan yang dapat berkompetensi di sunia usaha dan bidang yang lain.
            Beberapa lulusan peserta didik juga menjadi peserta didik yang berprestasi dan telah menduduki posisi penting dalam dunia usaha, pendidikan, angkatan, bahkan ahli politik. Sampai sekarang beberapa program unggulan adalah drama teater islam dan pidato yang telah sampai pada peringkat kabupaten pringsewu.
a.      Identitas MA Yasmida
1.      Nama Madrasah                   : MA YASMIDA
2.      Kode Satker                           : 575972/25.01.12.575972.00
3.      Nomor Statistik Madrasah   : 131218060007
4.      NPSN                                     : 10805283
5.      Provinsi                                  : Lampung
6.      Kabupaten                             : Pringsewu
7.      Kecamatan                             : Ambarawa
8.      Pekon                                     : Ambarawa
9.      Jalan dan Nomor                  : Jalan Utama No. 05
10.  Kode Pos                                : 35376
11.  Telepon                                  : -
12.  Status Madrasah                   : Swasta
13.  Kelompok Madrasah            : Anggota KKM
14.  Akreditasi                              : Terakreditasi B
15.  No Piagam                             : D/Kw/MAS/TGS/007/2011
16.  Oleh                                        : Kanil Depag
17.  Tahun berdiri                        : 1991
18.  KBM                                      : Pagi
19.  Bangunan Madrasah            : Milik Sendiri
20.  NPWP Madrasah                  : 01.623.961.8-325000
b.      Profil MA Yasmida
1.      Nama Madrasah                               : MA. YASMIDA
2.      Alamat Madrasah                             : Jl. Utama No. 05 Ambarawa
3.      Kecamatan                                         : Ambarawa
4.      Kabupaten                                         : Pringsewu
5.      Status Madrasah                               : Milik Sendiri
6.      Nomor Pendirian Madrasah            : D/Kw/MAS/TGS/007/2011
7.      Tanggal Pendirian Madrasah          : 05 Maret 1991
8.      Nomor Statistik Madrasah               : 131218060007
9.      Nomor (NPSN)                                  : 1080523
10.  Jenjang atau Akreditasi                   : Terakreditasi B
11.  Waktu Belajar                                   : Pagi Hari
12.  Jumlah Jam Belajar                          : 132

Luas area Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa adalah 3750 M2 yang terbagi atas:
a.       Kelas terdiri dari 3 lokal.
b.      Kantor 1 lokal
c.       WC 1 bangunan
d.      Tempat parkir 1 bangunan
e.       Lapangan olah raga dan halaman.
Untuk mengetahui secara lebih jauh mengenai keadaan Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa, dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.             Batas Tanah Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa antara lain:
1)      Sebelah utara            : berbatasan dengan tanah milik bapak Rambat
2)      Sebelah barat            : berbatasan dengan tanah milik bapak Maidi
3)      Sebelah selatan         : berbatasan dengan tanah bapak Said
4)      Sebelah timur           :berbatasan dengan Jalan Raya
b.            Denah lokasi Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa
1)      3 lokal kelas
2)      1 lokal kantor dan perpustakaan
3)      1 bangunan parkir
4)      Lapangan bola volly
c.             Keadaan Guru Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa, Keadaan guru yang ada di Madrasah Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa berjumlah 17 guru. Dengan spesifikasi 12 telah mendapatkan gelar sarjana, sedangkan yang lainnya belum (masih lulusan sekolah tingkat atas). Mengenai data guru dan karyawan yang ada di Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa sebagaimana tabel di bawah ini:




Tabel 3
Data Guru dan Karyawan MA Yasmida Ambarawa

NAMA GURU
JABATAN
PENDIDIKAN
B.STUDY
TINGKAT
SITI MAEMUNAH S.Pd
KAMAD
S 1
EKONOMI
NURUDIN, M.Pd.
WK. KURIKULUM
S2
BAHASA INDONESIA
MUHAMAD RIFAN, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
FISIKA
RAHMAT YUNIANDI, S.Ag.
GURU MA-PEL
S 1
B.ARAB
MUHAMMAD THOHA, S.Pd.I.
GURU MA-PEL
S1
SKI & A.AKHLAK
SUTIMAH, S.Pd.I.
GURU MA-PEL
S 1
SKI & A.HADITS
ENDANG SUNARTI, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
KIMIA
FAHRUDIN, S.Pd
WALI KELAS
S 1
MATEMATIKA
NUR ROHMAN, A.Md.
WALI KELAS
S 1
TIK & KEWIRAUSAHAAN
SITI NUR  LATIFAH, S.Pd.I
GURU MA-PEL
S 1
FIQIH
SARYONO, S.E.
Ka PERPUS
S 1
EKONOMI
SITI AMINAH, S.Pd.I.
WK KESISWAAN
S 1
ASWAJA
Hj.YANI KURNIAWATI, S.Pd.
BENDAHARA
S 1
PKN
MIFTAHUL FAUZI, S.S.
OPERATOR
S 1
B.ARAB
PARDES BOWO D, S.E.
GURU MA-PEL
S1
SOSIOLOGI
FITRIA KURNI H, S.Si.
GURU MA-PEL
S1
GEOGRAFI
YULIA  PRASETYO W, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
GEOGRAFI
RAHMA LIDIYA, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
SEJARAH
WULAN NOVITA SARI, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
SENI BUDAYA
ISNAENY RAKHMA W, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
B.      INGGRIS
ANDRI KURNIAWAN, S.Pd.
Ka. TU


DANI OKTAVILANDO
GURU MA-PEL
S 1
PENJASORKES
NURYONO, S.Kom.
GURU MA-PEL
S 1
DESAIN GRAFIS


d.            Keadaan Siswa Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa Pada awal berdiri Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa hanya memiliki 7 siswa ( 5 laki-laki dan 2 perempuan). Semakin berjalannya waktu jumlah siswa yang ada Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa terus bertambah. Untuk lebih mengetahui peningkatan siswa yang ada di Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa sebagaimana penjelasan di bawah ini:
Ø  2012/2013 Jumlah Siswa ada 55 Siswa
Ø  2013/2014 Jumlah Siswa ada 56 Siswa
Ø  2014/2015 Jumlah Siswa ada 60 Siswa
Ø  2015/2016 Jumlah Siswa ada 62 Siswa
Ø  2016/2017 Jumlah Siswa ada 68 Siswa
2.    Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan
a)      Visi Sekolah
Terwujudnya siswa yang cerdas, berprestasi berilmu berbudi sehingga potesial berdasarkan iman dan taqwa.
b)     Misi Sekolah

a.       Menanamkan keyakinan melalui pengalaman agama.

b.      Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan.

c.       Mengembangkan pengetahuan bidang IPTEK, bahasa, agama dan seni budaya sesuai dengan bakat dan minat dan potensi siswa.

d.      Melaksanakan pembelajaran yang aktif inovatif, kreatifitas dan menyenangkan.

e.       Mengoptimalkan penerapan program sekolah secara efektif dalam setiap kegiatan yang berorentasi pada semangat keunggulan.
     
B.     Tujuan Sekolah
1.         Tujuan Umum
Secara umum tujuan Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa Kecamatan Pringsewu adalah meletakkan dasar agama dan kecerdasan serta akhlak yang mulia dengan keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan yang lebih lanjut.
2.         Tujuan Khusus
Untuk mencapai tujuan di atas Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa Kecamatan Pringsewu menentukan capaian target sebagai berikut:
a.
       Meningkatkan iman dan taqwa serta kemandirian siswa yang sehat jasmani dan rohani sehingga terbentuknya pribadi yang berkualitas.
b.
Meningkatkan prestasi siswa melalui kegiatan pembelajaran.
c.
Meraih prestasi akademik maupun non akademik minimal tingkat kabupaten.
d.
Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bakat untuk melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi.
e.
Mempersiapkan peserta didik sebagai bagian sari anggota masyarakat yang mandiri dan berguna.

Tabel 4
Data Siswa 5 Tahun Terakhir

Tahun
Kelas X
Kelas XI
Kelas XII
Jumlah Kls X,XI,XII
Jml Siswa
Jml Rombel
Jml Siswa
Jml Rombel
Jml Siswa
Jml Rombel
Jml Siswa
Jml Rombel
2012/2013
18
1
20
1
17
1
55
3
2013/2014
18
1
18
1
20
1
56
3
2014/2015
23
1
19
1
18
1
60
3
2015/2016
30
1
18
1
18
1
66
3
2016/2017
21
1
30
1
17
1
68
3


C.    Keadaan Guru dan Pegawai
Tabel 5
Data Guru di Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa

NAMA GURU
JABATAN
PENDIDIKAN
B.STUDY
TINGKAT
SITI MAEMUNAH S.Pd
KAMAD
S 1
EKONOMI
NURUDIN, M.Pd.
WK. KURIKULUM
S2
BAHASA INDONESIA
MUHAMAD RIFAN, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
FISIKA
RAHMAT YUNIANDI, S.Ag.
GURU MA-PEL
S 1
B.ARAB
MUHAMMAD THOHA, S.Pd.I.
GURU MA-PEL
S1
SKI & A.AKHLAK
SUTIMAH, S.Pd.I.
GURU MA-PEL
S 1
SKI & A.HADITS
ENDANG SUNARTI, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
KIMIA
FAHRUDIN, S.Pd
WALI KELAS
S 1
MATEMATIKA
NUR ROHMAN, A.Md.
WALI KELAS
S 1
TIK & KEWIRAUSAHAAN
SITI NUR  LATIFAH, S.Pd.I
GURU MA-PEL
S 1
FIQIH
SARYONO, S.E.
Ka PERPUS
S 1
EKONOMI
SITI AMINAH, S.Pd.I.
WK KESISWAAN
S 1
ASWAJA
Hj.YANI KURNIAWATI, S.Pd.
BENDAHARA
S 1
PKN
MIFTAHUL FAUZI, S.S.
OPERATOR
S 1
B.ARAB
PARDES BOWO D, S.E.
GURU MA-PEL
S1
SOSIOLOGI
FITRIA KURNI H, S.Si.
GURU MA-PEL
S1
GEOGRAFI
YULIA  PRASETYO W, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
GEOGRAFI
RAHMA LIDIYA, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
SEJARAH
WULAN NOVITA SARI, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
SENI BUDAYA
ISNAENY RAKHMA W, S.Pd.
GURU MA-PEL
S 1
A.      INGGRIS
ANDRI KURNIAWAN, S.Pd.
Ka. TU


DANI OKTAVILANDO
GURU MA-PEL
S 1
PENJASORKES
NURYONO, S.Kom.
GURU MA-PEL
S 1
DESAIN GRAFIS



D.    PEMBAHASAN
1)      Hakekat Implementasi Bimbingan Konseling di Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa
Pada hakekatnya implementasi bimbingan konseling sangat diperlukan untuk membina akhlak peserta didik yang sering melanggar tata tertib atau peraturan sekolah yang ada. Sehingga peserta didik merasa lebih punya sopan santun dan tata krama dalam berteman dengan sesama dan menghormati orang yang lebih tua dari mereka, seperi kakak kelas, guru, staff dan pegawai madrasah.[98] Program pembinaan di Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa adalah sebagai berikut :
a.       Bimbingan Akhlak
Dalam kegiatan ini dilaksanakan oleh guru mata pelajaran aqidah akhlak yaitu Bp. Thohir Rohli dalam setiap minggunya. Tujuan kegiatan ini  adalah berupaya untuk merubah akhlak-akhlak peserta didik yang semakin rusak dan tidak bermoral serta menggali potensi afektif peserta didik. Bentuk pengajaran akhlak yang di ajarkan adalah penerapan menghormati dan menghargai orang yang lebih dewasa.
Tetapi pada kenyataannya, sikap dan perilaku peserta didik masih tetap seperti semula, yang gemar membolos juga masih sering melakukan hal itu pada mata pelajaran tertentu. Yang memalak juga masih tetap melakukan hal yang sama. Hanya berdampak pada sebagian kecil peserta didik yang kebanyakan dari mereka suka ramai dan teriak-teriak saat ada guru, sekarang lebih diam dan sopan santun.
b.      Implementasi Bimbingan Konseling.
Pada hakikatnya bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik sedangkan konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
Untuk itu pada tanggal 21 September 2016 disini peneliti sebagai konselor yang akan mengenal lebih jauh lagi peserta didik dengan tujuan merubah sikap mereka dan menggali potensi-potensi yang ada pada diri mereka. Langkah-langkahnya adalah :
1.      Untuk langkah awal, peneliti mencoba mengumpulkan peserta didik yang sering melanggar peraturan dan di kelompokkan menjadi beberapa kelompok.
Tabel 6
Kelompok I Kategori Membolos
No
Nama
Kelompok
1.
DIAN GUNAWAN
Membolos
2.
FARID HIDAYATULLAH
Membolos
3.
SOLEMAN
Membolos
4.
MUSLIHATUN
Membolos
5.
NUNING INDAH SARI
Membolos
6.
RISWANTO
Membolos
7.
AHMAD SYAFE’I
Membolos
8.
MURSALUN
Membolos
9.
FIRMAN FAUZI
Membolos

            Setelah dikelompokkan seperti ini, maka peneliti sebagai konselor melaksanakan tugasnya. Yaitu memberi arahan, motivasi, semangat belajar dan mencari tahu alasan kenapa peserta didik sering membolos dari mata pelajaran tertentu terhitung sejak tanggal 21 September sampai 27 September 2016. Berangkat dari wawancara dan observasi tentang kepribadian peserta didik di Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa dari 22 siswa dimana sampel di ambil secara random sampling. Inisial pertama yaitu DG saat di wawancarai mengenai apakah yang mempengaruhi membolos ketika jam pelajaran, yaitu ketika di Tanya apa penyebab membolos dia menjawab bahwa “kami malas untuk mengikut pelajaran yang susah, seperti matematika, Kimia, Fisika, Sejarah jadi lebih baik kami pergi keluar untuk nongkrong atau makan di kantin”[99] begitu juga dengan pernyataan peserta didik berinisial FF ketika ditanya tentang membolos dari mata pelajaran tertentu “Guru pada mata pelajaran tertentu membosankan ketika mengajar sehingga susah bagi kami untuk memahami materi tersebut”[100]. Diantara  alasan-alasan peserta didik dalam membolos yaitu :
1)      Beberapa mata pelajaran yang di anggap rumit atau susah menjadi alasan utama bagi mereka untuk membolos. Seperti mata pelajaran matematika, B.Inggris, B.Arab, dan kimia, Sejarah, Geografi.
2)      Guru menyampaikan pelajaran dengan tidak menarik bagi peserta didik, sehingga membuat para peserta didik merasa bosan.
3)      Penempatan mata pelajaran yang sulit di jam siang setelah istrahat, sehingga membuat konsentrasi peserta didik tidak terfokus lagi.
Demikian beberapa alasan peserta didik membolos ketika jam pelajaran berlangsung.



Tabel 7
Kelompok II Kategori Mencuri dan Memalak
No
Nama
Kelompok
1.
.DEPIT KUSMOYO
Memalak teman
2.
M. AJI DIRGANTARA
Mencuri
3.
GUFTA PUTRA D
Mencuri
4.
NADA SHIFA
Mencuri
5.
TYAS WAHYUNI
Mencuri

            Dari kelompok II ini kategori peserta didik yang suka memalak dan mencuri jumlahnya ada 5 peserta didik dan peneliti memulai bimbingan sejak tanggal 28 September sampai 4 Oktober 2016. Disini peneliti yang juga sebagai konselor akan mencari alasan kongkrit dari peserta didik dan memberi nasihat akan bahaya mencuri dan memalak. Peserta didik yang berinisial GP ketika di wawancarai tentang alasan yang membuatnya untuk mencuri, maka peserta didik GP menjawab bahwa “sehabis pulang sekolah saya ingin main Play Station (PS) dan uang jajan yang diberikan oleh ibu cukup untuk makan dan beli jajan di kantin sehingga saya butuh uang tambahan untuk bermain Play Station (PS)”[101]. Begitu juga dengan pernyataan peserta didik berinisial NS ketika ditanya tentang alasannya memalak teman ketika di sekolah yaitu “Saya butuh uang lebih untuk mengisi pulsa Handphone, dan uang jajan hanya cukup untuk jajan di kantin dan mengisi bensin”.[102] Berikut di bawah ini merupakan alasan-alasan yang melatar belakangi peserta didik untuk mencuri dan memalak :
1)      Terkadang uang jajan dari orangtua kurang atau tidak ada.
2)      Ingin terlihat berani dan ditakuti adik kelas.
3)      Untuk membeli pulsa, dan main Play Station (PS) setelah pulang dari sekolah.
Demikian alasan-alasan peserta didik di atas, jelas bahwa yang memegang peran penting disini adalah orangtua. Ketika uang jajan kurang dan kebutuhan peserta didik semakin banyak, mereka akan melakukan pencurian dan pemalakan terhadap orang lain. Dari kegiatan bimbingan konseling ini dapat menjadi bahan pelajaran bagi para orangtua supaya lebih memperhatikan lagi anak-anak mereka. Sehingga akan terjauh dari perbuatan kriminal seperti ini.
Tabel 8
Kelompok III Kategori Bertengkar
No
Nama
Kelompok
1.
ADAM ABDILLAH
Bertengkar
2.
KHOLIL
Bertengkar
3.
NUR KHOUS
Bertengkar
4.
ZAKARIYA
Bertengkar
5.
WAWAN TURIMAN
Bertengkar
6.
TATIK RUMINI
Bertengkar
7.
WINDA APRILIANI
Bertengkar

            Dari kelompok III ini kategori peserta didik yang sering bertengkar  jumlahnya ada 7 peserta didik dan peneliti memulai bimbingan sejak tanggal 05 Oktober sampai 11 Oktober 2016. Disini peneliti sebagai konselor akan mencari alasan dan memberi nasehat kepada peserta didik yang sering bertengkar. Peneliti mewancarai peserta didik berinisial WA yang sedang bertengkar dengan TR, WA memberi jawaban mengapa dia bertengkar dengan TR bahwa “WA suka mengganggu TR ketika sedang belajar, sehingga WA tidak terima di ganggu oleh TR terkadang juga suka mengejek TR ”[103] Begitu juga dengan pernyataan peserta didik yang berinisial NK ketika di wawancarai bahwa “saya hanya ingin ditakuti oleh teman-teman bu, ingin di hormati”[104] 
Berikut di bawah ini merupakan alasan-alasan yang melatar belakangi peserta didik yang sering bertengkar :
1)      Tidak terima ketika di ganggu oleh teman.
2)      Siswa ingin di hormati teman.
3)      Siswa ingin berkuasa di sekolah dan di takuti oleh kawan.
Dari alasan-alasan di atas nampak kurangnya tauladan yang baik dari orangtua, dan lingkungan sekitar.
            Dari hasil data yang peneliti peroleh melalui interview, observasi, dan dokumentasi tentang implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan akhlak peserta didik di MA Yasmida, maka dapat penulis analisis data-data di atas bahwa :
1.      Implementasi bimbingan konseling terhadap peserta didik MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu berjalan dengan baik. Hal ini peneliti ketahui dari hasil interview dan observasi terhadap peserta didik. Dalam pelaksaan bimbingan konseling juga sudah sesuai dengan prosedur dan langkah-langkah sebagai seorang konselor.
2.      Dalam hal pembinaan akhlak peserta didik juga sudah terlaksana dengan baik, peserta didik yang semula sering melakukan pelanggaran dan tata tertib sekolah sudah tidak melakukan hal-hal tersebut. Dan hal ini menjadi hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Namun bimbingan konseling seperti ini harus terus dilakukan supaya seluruh peserta didik dapat mentaati seluruh peraturan sekolah yang ada.
3.      Ada beberapa hal yang mempengaruhi kondisi akhlak peserta didik, yaitu lingkungan pergaulan yakni teman sepergaulan mereka. Mereka cenderung meniru dan mengikuti perbuatan teman yang kurang baik serta lingkungan keluarga, artinya orangtua karena sibuknya kurang memperhatikan akhlak peserta didik.


BAB V
A. Kesimpulan
            Setelah peneliti melakukan penelitian pada MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu tentang implementasi bimbingan konseling dalam membina akhlak peserta didik, maka dapat peneliti simpulkan bahwa :
1.      Implementasi bimbingan konseling terhadap peserta didik MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu berjalan dengan baik. Hal ini peneliti ketahui dari hasil interview dan observasi terhadap peserta didik. Dalam pelaksaan bimbingan konseling juga sudah sesuai dengan prosedur dan langkah-langkah sebagai seorang konselor.
2.      Dalam hal pembinaan akhlak peserta didik juga sudah terlaksana dengan baik, peserta didik yang semula sering melakukan pelanggaran dan tata tertib sekolah sudah tidak melakukan hal-hal tersebut. Dan hal ini menjadi hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Namun bimbingan konseling seperti ini harus terus dilakukan supaya seluruh peserta didik dapat mentaati seluruh peraturan sekolah yang ada.
3.      Ada beberapa hal yang mempengaruhi kondisi akhlak peserta didik, yaitu lingkungan pergaulan yakni teman sepergaulan mereka. Mereka cenderung meniru dan mengikuti perbuatan teman yang kurang baik serta lingkungan keluarga, artinya orangtua karena sibuknya kurang memperhatikan akhlak peserta didik.

B. Rekomendasi
            Setelah peneliti melakukan penelitian di MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu tentang implementasi bimbingan konseling dalam membina akhlak peserta didik, maka dapat peneliti rekomendasikan bahwa :
1)      Untuk dewan guru untuk meningkatkan intensitas pembinaan terhadap peserta didik dalam hal akhlak. Pembinaan harus di dukung oleh semua pihak sekolah justru akan lebih mudah dilaksanakan. Tidak hanya menjadi tanggung jawab guru akidah akhlak semata.
2)      Dengan adanya informasi darihasil penelitian ini, hendaknya sekolah membuat program pembinaan yang lebih intensif kepada peserta didik melalui rohis dan kegiatan ekstrakurikulerkeagamaan yang lain yang mendukung kegiatan pembinaan akhlak peserta didik.








DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013
Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2006), cet. III
Azyumardi Azra, Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, Cetakan I, 1998
Atkinson, Rita. L, & Hilgard ER. 1987. Pengatar Psikologi Jilid II Edisi Kesebelas. Batam: Interaksa Batam Centre
Buku Kasus MA Yasmida, Kec. Ambarawa Kab.Pringsewu
Cholid Narbuko & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, Cet-11, 2010
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).
Dr. Mansur, MA, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) cet. 3
Elida Prayitno. 2006. Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: FIP UNP
Ghufron, M. Nur dan Risnawita, Rini. 2011. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia.
Haidar Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, gajah Mada Universitas Press, 2001
Haris Mujiman, Pokok-Pokok Penilaian Ilmiah Bandung, 1981.
Hibana Rahman S, Pola Bimbingan dan Konseling Pola (Jakarta, Rineka Cipta, 2003).
Hikmawati Fenti, 2010. Bimbingan Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
I Djumhur, Bimbingan dan Penyuluha di Sekolah, (Bandug: CV. Ilmu)
Inge Hutagalung,  Pengembangan Kepribadian Tinjauan Praktis Menuju Pribadi Positif, Jakarta, PT Indeks, 2007.
Katini Kartono, Bimbingan Dan Dasar-Dasar Pelaksanaanya, (Jakarta: Rajawali, 1985)
Koeswara. 1998. Agresi Manusia. Bandung: Rosda Offset
Leonard Berkowitz. 1995. Agresi.Alih bahasa: Hartini Wiro Susiatni. Jakarta:Pustaka Binaman Pressindo.
Miles dan Huberman Dalam Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : Salemba Humanika, 2012
Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2007
Muslim Nurdin dkk, Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: CV Alfabeta, 1995), ed. 2.
M. Arifin. M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bina Aksara, 1987, Cetakan I
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, CV Pustaka Setia, 1998, Cetakan II
Permendiknas No. 22 Tahun 2006
Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola, 2001
Prayitno. 2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: BK FIP UNP
Prayitno, Erman Amti, Dasar-daras Bimbingan dan Konseling,, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004).
Sarlito W. Sarwono. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Sarwono, S. W. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers
Smit, Barry dan Wandel, Johanna. 2006. Adaptation, Adaptive Capacity and Vulnerabilit. Global Environmental Change, Vol. 16 (Jurnal Online).
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R & D, Bandung : CV Alfabeta, 2012
Suharsimi Arikunto. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Sukanto, Paket Moral Islam Menahan Nafsu dari Hawa, (Solo: Maulana Offset, 1994),cet. I.
Sukmadinata, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010
Sumardi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003
Sutriano Hadi, Metodologi Penelitian, YP Fak Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990, Cet ke-19 Jilid II
Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian, YP Fak Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990, Cet ke-19 jilid II
S.Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), jakarta, Bumi Aksara, 1996
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Yusoff, Yusliza Mohd dan Chelliah, Shankar. 2010. Adjustment in International Students in Malaysian Public University. International Journal of Innovation, Management and Technology, Vol. 1 (Jurnal online)



[1] Azyumardi Azra, Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, Cetakan I, 1998, Hal 3.
[2] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, CV Pustaka Setia, 1998, Cetakan II, hal 9.
[3] M. Arifin. M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bina Aksara, 1987, Cetakan I, hal 10.
[4] Depdikbud 1994.
[5] Prayitno. 2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: BK FIP UNP, Hal 54.
[6] Katini Kartono, Bimbingan Dan Dasar-Dasar Pelaksanaanya, (Jakarta: Rajawali, 1985),Hal 9.
[7] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Hal 20.
[8]  I Djumhur, Bimbingan dan Penyuluha di Sekolah, (Bandug: CV. Ilmu) , Hal 29.
[9] Hikmawati Fenti, 2010. Bimbingan Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal 85.
[10]Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Hal 44-45.
[11] Buku Kasus MA Yasmida, Kec. Ambarawa Kab.Pringsewu
[12] Sarlito W. Sarwono. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka , Hal 61.

[13] Sukanto, Paket Moral Islam Menahan Nafsu dari Hawa, (Solo: Maulana Offset, 1994),cet. I. hlm. 80
[14] Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2006), cet. III, hlm.14
[15] Sumardi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, Hal 12.
[16] Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung : Mandar Maju, 1990, Hal 18
[17] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R & D, Bandung : CV Alfabeta, 2012, Hal 35.
[18] Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola, 2001, Hal 254.
[19] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013, hal 6.
[20] Katini Kartono, Bimbingan Dan Dasar-Dasar Pelaksanaanya, (Jakarta: Rajawali, 1985),Hal 9
[21] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Hal 20.
[22] Dr. Mansur, MA, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) cet. 3, hlm.221
[23] Muslim Nurdin dkk, Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: CV Alfabeta, 1995), ed. 2. hlm. 209
[24] Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2007, Hal 4.
[25] Sukmadinata, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, Hal 54.
[26] Miles dan Huberman Dalam Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : Salemba Humanika, 2012, Hal 164.
[27] Haris Mujiman, Pokok-Pokok Penilaian Ilmiah Bandung, 1981, hal 31.
[28] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 44.
[29] Prayitno, Erman Amti, Dasar-daras Bimbingan dan Konseling,, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Hal 144.
[30] Prayitno, Erman Amti, Dasar-daras Bimb ingan dan Konseling,, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 99.
[31] Katini Kartono, Bimbingan Dan Dasar-Dasar Pelaksanaanya, (Jakarta: Rajawali, 1985), 9.
[32] Dewa Ketut Sukari, Pengantar Pelaksanaan Programm Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 36
[33] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 20.
[34] I Djumhur, Bimbingan dan Penyuluha di Sekolah, (Bandug: CV. Ilmu) , 29.
[35] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 44.
[36] Prayitno, Erman Amti, Dasar-daras Bimb ingan dan Konseling,, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 144
[37] Hibana Rahman S, Pola Bimbingan dan Konseling Pola (Jakarta, Rineka Cipta, 2003) hal : 85
[38] Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyluhan ( Jakarta: Rineka Cipta, 1995), Hal 8-9.
[39] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 46-51.
[40] Willis S. Sofyan, Konseling Individual Teori dan Praktek ( Bandung,CV Alfabeta, 2007) hal : 50
[41] Lubis Akhyar Saiful, Konseling Islami, (Yogyakarta, Elsaq Press, 2007) hal : 79
[42] Ibid, Hal 85
[43] Ibid, Hal 142
[44] Winkel,W.S, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Jakarta, PT.Gramedia,1982)
[45] http :// Akhmadsudrajat. Wordpress.com/2010/02/03/Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling, Di Unduh Senin, Tanggal 16 Januari 2017, Pukul 22.39 WIB
[46] Prayitno, Konseling Perorangan, (Padang,Universitas Negeri Padang, 2005) hal : 32
[47] Wilis S.S, Remaja dan Permasalahanya : Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja Narkoba, Free sex, dan Pemecahanya,(Bandung : Alfabeta Bandung,2007) hal : 53
[48] Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta, PT Raja Grafindo, 2002) hal : 20
[49] Kartono,Kepribadian : “Siapakah saya ?”, (Jakarta, CV. Rajawali, 1985) hal : 77
[50] Ali Lukman, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1995) hal : 141
[51] Mustaqim & Wakhid, Psikologi Pendidikan,(Jakarta, PT. Melton Putra Penerbit Rineka Cipta, 19
[52] Ibid hal : 138
[53] Kartono,Kepribadian : “Siapakah saya ?”, (Jakarta, CV. Rajawali, 1985) hal : 79-83
[54] Damayanti Annisa Fenny.Denok Setiawati, Studi Tentang Perilaku Membolos Siswa SMA Swasta Di Surabaya,( Universitas Negeri Surabaya volume 03, 2013)
[55] Hamzah Yacub, Etika Islam, Bandung, Diponegoro, 1983, Hal 11.
[56] Omar Muhammad Al Taumy Al Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1970, Hal 32.
[57] Dr. Mansur, MA, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) cet. 3, hlm.221
[58] Muslim Nurdin dkk, Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: CV Alfabeta, 1995), ed. 2. hlm. 209
[59] Sukanto, Paket Moral Islam Menahan Nafsu dari Hawa, (Solo: Maulana Offset, 1994),cet. I. hlm. 80
[60] Salihun A Nasir, Etika dan Problemnya Dewasa Ini, Bandung, Al Ma’arif, 1980, Hal 31.
[61] M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, Jakarta, Bulan Bintang, 1978, Hal 11.
[62] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung, jum’anatul Ali, 2005, hal 960.
[63] Departemen Agama RI, OP.Cit, Hal 670.
[64] M. Ali Hasan, Op.Cit, Hal 11.
[65] Barmawie Umarie, Materii Akhlak, Solo, Rahmadani, 1991, Hal 118.
[66] Musthafa Kemal, Akhlak Sunnah, Yogyakarta, Persatuan, 1990, Hal 16.
[67] Hamzah Yacub, Op.Cit, Hal 98.
[68] Hussein Bahresiy, Ajaran-ajaran Akhlak Imam Ghazali, Surabaya, Al-dalas, 1981, Hal 120.
[69] Nasaruddin Rozak, Dienul Islam, Bandung, Al-Ma’arif, 1982, Hal 36.
[70] M. Ali Hasan, Op.Cit, Hal 10.
[71] Zahara Maskanah, Tayar Yusuf, Membina Ketentraman Batin Melalui Akhlak Etika Agama, Jakarta, 1982, Hal 90.
[73] H.M Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan Keluarga, Jakarta, Bulan Bintang, 1978, Hal 66.
[74] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1990, Hal 117.
[75] M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, Jakarta, Bulan Bintang, 1976, Hal 141.
[76] Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Diponegoro, 1983, Hal 79.
[77] M. Ali Quthb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, Bandung, Diponegoro, 1983, Hal 79.
[78] Tayar Yusuf dan Yurnalis Etek, Keragaman Tekhnik Evaluasi dan Penerapan Jiwa Agama, Jakarta, 1987, Hal 31.
[79] Foreese Dennis P dan Stephen Richer, Social Research Methode, New Jersey : Hall Inc-Ened Wood Cliffs, 1973, Hal 3.
[80] https://www.academia.edu/5449167/BAB_III_Metode_Penelitian Jum’at, 2 Desember 2016, pukul 20.00 WIB
[82] Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosda Karya,2001, Hal 4.
[83] Moh Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalian Indonesia, 1999, hal 63.
[84] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung, Alfabeta, 2008, Hal 288.
[85] Sugiyono, Op.Cit, Hal 30
[86] Ibid Hal 300
[87] Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Rineka Cipta, 1999, Hal 136.
[88] S.Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), jakarta, Bumi Aksara, 1996, hal 118.
[89] Kartini Kartono, Op Cit, hal 171                 
[90] Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian, YP Fak Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990, Cet ke-19 jilid II, hal 206.
[91] Haidar Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, gajah Mada Universitas Press, 2001, Hal 100
[92] Cholid Narbuko & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, Cet-11, 2010, hal 70.
[93] Sutriano Hadi, Metodologi Penelitian, YP Fak Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990, Cet ke-19 Jilid II hal 206.
[94] Suharsimi Arikunto, Op.Cit, Hal 107
[95] Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Rajawali Press, Jakarta, 1992, hal 49.
[96] Sugiyono, Metode Penelitian Research, Yogyakarta, Andi Ofset, 2000, Hal 145.
[97] Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian, Yogyakarta, PT Rieneka Cipta, 2002, Hal 125.
[98] Wawancara dengan Ka.Madrasah Bu Siti Maemunah S.Pd., 27 Juli 2016.
[99] Wawancara dengan Dian Gunawan, Kelas X MA Yasmida, 22 September 2016.
[100] Wawancara dengan Firman Fauzi, Kelas XI MA Yasmida, 22 September 2016
[101] Wawancara dengan Muklis Riyan, Kelas XI MA Yasmida, 01 Oktober 2016.
[102] Wawancara dengan Nada Shifa dan Gufta Putra, Kelas XI dan XII  MA Yasmida, 01 Oktober 2016
[103] Wawancara dengan Winda Apriliani dan Tutik Rumini, Kelas XI MA Yasmida, 06 Oktober 2016
[104] Wawancara dengan Nur Khous, Kelas XI MA Yasmida, 06 Oktober 2016
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html

0 komentar: