PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu
upaya yang dilakukan untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan perannya di masa depan.
Dalam pelaksanaan pendidikan tersebut dilakukan upaya dengan melibatkan semua
komponen yang secara hirarki telah diberikan beban dan tanggung jawabnya
masing-masing. Salah satu komponen tersebut adalah guru sebagai tenaga
pendidik.
Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan
kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep
atau pandangan islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah
kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan islam secara operasional, adalah
“Suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan menenuhi
tujuan kehidupannya secara lebih efektif dan efisien”.[1]
Dengan demikian, menurutnya pendidikan islam dapat diartikan suatu proses
pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan oleh Allah
Swt. Kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam proses belajar mengajar
guru memiliki kedudukan yang sangat menentukan. Dalam UU No.14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional bertujuan untuk melaksanakan system pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Menurut Ahmad D. Marimba :
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hokum-hukum agama
islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam.
Dengan pengertian yang lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama
tersebut dengan istilah Kepribadian Musim, yaitu kepribadian yang memiliki
nilai-nilai agama islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai islam.[2]
Pendidikan islam sebagai
usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek kerohanian dan
jasmaninya juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena suatu pematangan
yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat
tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses kea rah tujuan akhir
perkembangan atau pertumbuhannya.[3]
Berdasarkan pasal 27
peraturan pemerintah No. 29/1990 ”Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan
kepada siswa dalam rangka upaya penemuan pribadi, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan”[4]
Menurut Prayitno bahwa proses
konseling sama seperti penyelenggaraan pembelajaran oleh guru mata pelajaran
yaitu menggunakan POAC+.P (Planinning), O (Organizing), A (Actuating), C
(Controlling) dan + (Tindak Lanjut).[5]
Kartini Kartono lebih lanjut
mengungkapkan, Bimbingan adalah: pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang
telah dipersiapkan dengan pengetahuan pemahaman keterampilan-keterampilan
tertentu yang diperlukan dalam menolong kepada orang lain yang memerlukan pertolongan.[6]
Dengan membandingkan
pengertian tentang Bimbingan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa” Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada
seseorang atau kelompok orang secara terus-menerus atau sistematis oleh guru
pembimbing agar individu atau kelompok individu menjadi pribadi yang mandiri.
Sedangkan Konseling sendiri
adalah terjemahan dari “Counseling” yaitu merupakan bagian dari Bimbingan,
sebagai layanan maupun teknik. Rahman Natawijaya mendefinisikan bahwa Konseling
merupakan suatu jenis yang merupakan bagian terpadu dari Bimbingan. Konseling
dapat diartikan sebagai Bimbingan timbal balik antara dua individu, dimana yang
seorang (Konselor) berusaha membantu yang lain (Klien) untuk mencapai
pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang
dihadapi pada waktu yang akan datang.
Dalam hal ini Prayitno
mengemukakan bahwa, Konseling adalah pertemuan empat mata antara Klien dan
Konselor yang berisi usaha yang lurus, unik dan humanis yang dilakukan dalam
hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.
Suasana keahlian didasarkan atas norma-norma yang berlaku.[7]
Sebagian para ahli
berpendapat bahwa kedua pengertian tersebut (Bimbingan dan Konseling) adalah
identik yakni tidak ada perbedaan yang fundamental antara Bimbingan dan Konseling,
seperti yang dikemukakan oleh Bloom dan Balinsky tersebut.[8]
Jadi Bimbingan dan Konseling
adalah merupakan kegiatan yang integral yang tidak dapat dipisahkan. Perkataan
Guidance (Bimbingan) selalu dirangkaikan dengan Konseling sebagai kata majemuk,
Konseling yang merupakan salah satu teknik Bimbingan sering dikatakan sebagai
inti dari keseluruhan pelayanan dan Bimbingan.
Selanjutnya menurut
Hikmawati bahwa langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam memberikan layanan
bimbingan dan konseling pada siswa yang bermasalah adalah; identifikasi
masalah, diagnosis, prognosis, pemberian bantuan, evaluasi dan tindak lanjut.
Hikmawati juga menjelaskan ada beberapa peranan yang dilakukan oleh seorang
guru mata pelajaran ketika diminta mengambil bagian dalam penyelenggaraan
program bimbingan konseling di sekolah, diantaranya adalah; (a) Guru sebagai
informatory, (b) Guru sebagai fasilitator, (c) Guru sebagai mediator, dan (d)
Guru sebagai kolaborator.[9]
Dalam tujuan khusus terdapat
aspek tugas-tugas perkembangan dalam layanan Bimbingan konseling, masing-masing
akan dijelaskan sebagai berikut:
a.
Dalam aspek
tugas perkembangan pribadi-sosial
Layanan Bimbingan dan
Konseling membantu siswa agar:
1) Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan
penampilan dan mengenal kehususan yang ada pada dirinya.
2) Dapat mengembangkan sikap posotif, seperti
menggambarkan orang-orang yang mereka
senangi.
3) Membantu pilihan secara
sehat.
4) Mampu menghargai orang
lain.
5) Mamiliki rasa tanggung
jawab.
6) Menggambarkan
keterampilan hubungan antar pribadi.
7) Dapat menyelesaikan
konflik.
8) Dapat membantu keputusan
secara efektif.
b.
Dalam aspek tugas perkembangan belajar.
Layanan Bimbingan Konseling
membantu sisiwa agar:
1) Dapat melaksanakan keterampilan atau teknik belajar
secara efektif.
2) Dapat menetapkan tujuan
dan perencanaan pendidikan.
3) Mampu belajar secara
efektif.
4) Memiliki keterampilan dan kemampuan dalam
menghadapi evaluasi/ujian.
c.
Dalam aspek tugas perkembangan karier.
Layanan Bimbingan Konseling
membantu siswa agar:
1) Mampu membentuk identitas karier, dengan cara
mengenali ciri-ciri pekerjaan didalam lingkungan kerja.
2) Mampu merencanakan masa
depan.
3) Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu
kecenderungan arah karier.
4) Mengenal keterampilan,
kemampuan dan minat.[10]
Tabel 1
BUKU KASUS PESERTA
DIDIK MA YASMIDA[11]
NO
|
NAMA SISWA
|
KELAS
|
CATATAN PENGAMATAN
|
1
|
DIAN GUNAWAN
|
X
|
Membolos
|
2
|
FARID HIDAYATULLAH
|
X
|
Membolos
|
3
|
ADAM ABDILLAH
|
X
|
Bertengkar
|
4
|
MUSLIHATUN
|
X
|
Membolos
|
5
|
NUNING INDAH SARI
|
X
|
Membolos
|
6
|
RISWANTO
|
X
|
Membolos
|
7
|
DEPIT KUSMOYO
|
X
|
Memalak teman sekelas
|
8
|
KHOLIL
|
XI
|
Bertengkar
|
9
|
NUR KHOUS
|
XI
|
Bertengkar
|
10
|
SOLEMAN
|
XI
|
Membolos
|
11
|
NADA SHIFA A.
|
XI
|
Mencuri
|
12
|
TYAS WAHYUNI
|
XI
|
Mencuri
|
13
|
ZAKARIYA
|
XI
|
Bertengkar
|
14
|
WAWAN TURIMAN
|
XI
|
Bertengkar
|
15
|
AHMAD SYAFEI
|
XI
|
Membolos
|
16
|
MURSALUN
|
XI
|
Membolos
|
17
|
TATIK RUMINI
|
XI
|
Bertengkar
|
18
|
WINDA APRILIANI
|
XI
|
Bertengkar
|
19
|
FIRMAN FAUZI
|
XI
|
Membolos
|
20
|
GUFTA PUTRA D.
|
XII
|
Mencuri
|
21
|
M. AJI DIRGANTARA
|
XII
|
Mencuri
|
22
|
RAHMAN
|
XII
|
Memalak
|
Dari tabel di atas bisa
dilihat bahwa 9 peserta didik dari seluruh peserta didik MA Yasmida yang sering
membolos, 5 peserta didik yang sering bertengkar, 6 peserta didik yang mencuri
dan 4 peserta didik yang memalak teman sekelasnya dari 64 jumlah keseluruhan
peserta didik di MA Yasmida Pringsewu.
Berdasarkan
hasil pra survey di atas menunjukkan pengembangan
akhlak peserta didik di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu masih rendah atau kurang baik,
dapat dilihat di dalam buku kasus
masih banyak peserta didik
sering membolos, bertengkar,
mencuri, dan memalak, tidak ada hukuman khusus sehingga peserta didik tidak merasa jera dan akan
lebih sering mengulanginya. Dan dalam keluarga yang baik belum tentu terdapat teladan yang baik pula. Karena
sebagian ada yang beranggapan bahwa setelah anak di sekolahkan tanggung
jawabnya untuk mendidik anak dalam keluarga sudah lepas.
Suatu realita yang ada di
lapangan, berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di MA Yasmida Kecamatan
Pringsewu Kabupaten Pringsewu, dalam pelaksanaan proses pembelajarannya peserta
didik mendapatkan nilai yang mencapai KKM pada mata pelajaran Akidah Akhlak,
tetapi kenyataannya akhlak peserta didik masih negative dilihat dari buku kasus
milik MA Yasmida.
Sarlito
Sarwono pria cenderung menampilkan agresi instrumental sedangkan wanita
menampilkan agresi emosional dalam wujud mencaci, menghina, berkata kasar dan
sebagainya.[12] Pria
lebih suka bertindak langsung dengan kekerasan tanpa harus berfikir panjang
untuk apa yang akan terjadi, ketika sudah merasa tertekan atau tersakiti pria
langsung menyerang lawannya tanpa harus berfikir panjang yangterpenting adalah
bagaimana rasa sakitnya bisa terlepaskan pada lawanya. Apalagi pria yang
mempunyai sifat tempramen yang tinggi. Sedangkan wanita berbeda dengan pria
yang tindakan kekerasanya lebih cenderung dilakukan dengan cacian, menghina dan
sebagainya.
Pelayanan
bimbingan dan konseling merupakan suatu bantuan yang akan diberikan kepada
seseorang guna membantu mengatasi permasalahan yang dialaminya. Dalam hal ini
peran yang harus dilakukan guru sebagai berikut: Layanan informasi merupakan
layanan yang diberikan kepada seseorang dengan menyampaikan berita atau
informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan
keputusan untuk kepentingan peserta didik, pemecahan masalah, mencegah
timbulnya masalah, dan untuk mengembangkan dan memelihara potensi yang ada.
Dalam membantu pembentukan sikap dan perilaku positif siswa, guru pembimbing
dapat memberikan layanan informasi mengenai penyebab munculnya agresi dan
sangsi yang diperoleh apabila melakukan tindakan agresi.
Layanan ini
dapat di berikan secara kelompok dan individual. Layanan Konseling Perorangan
adalah layanan yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap
muka secara perorangan dengan guru pembimbing dalam rangka pembasan dan
pengentasan masalah pribadi yang dialami siswa. Melalui layanan ini guru
pembimbing dapat membantu siswa yang mengalami masalah dalam kehidupan
sehari-hari menyangkut tindakan agresi seperi masalah siswa yang berkelahi,
berkata-kata kotor dan merusak fasilitas sekolah.
Akhlak adalah suatu sifat
yang tertanam dalam diri manusia dan bisa bernilai baik atau bernilai buruk.
Akhlak tidak selalu identik dengan pengetahuan, ucapan ataupun perbuatan orang
yang bisa mengetahui banyak tentang baik buruknya akhlak, tapi belum tentu ini
didukung oleh keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang lembut dan manis,
tetapi kata-kata bisa meluncur dari hati munafik. Dengan kata lain akhlak
merupakan sifat-sifat bawaan manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya
dan selalu ada padanya Al-Qur'an selalu menandaskan, bahwa akhlak itu baik atau
buruknya akan memantul pada diri sendiri sesuai dengan pembentukan dan
pembinaannya.[13]
Akhlak menurut Anis Matta
adalah nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam
jiwa, kemudian tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap,
natural atau alamiah tanpa dibuat-buat, serta reflex.[14]
Dalam
kaitannya dengan hal di atas, yang membangkitkan ketertarikan penulis untuk
meneliti lebih lanjut tentang implementasi
bimbingan konseling dalam mengatasi akhlak peserta
didik di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu. Dengan harapan akhlak peserta
didik akan lebih baik lagi.
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah
1.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat penulis identifikasikan permasalahan tentang
implementasi bimbingan konseling dalam menangani akhlak peserta didik sebagai
berikut :
a) Peserta didik mendapatkan nilai yang telah mencapai
criteria ketuntasan minimal (KKM) pada mata pelajaran Akidah Akhlak, tetapi
hasil yang bagus tersebut tidak diterapkan oleh peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari.
b) Banyak pelanggaran yang telah dilakukan oleh peserta
didik MA Yasmida seperti, mencuri, bertengkar, dan memalak dan belum ada
bimbingan bagi para pelanggar sehingga mereka akan mengulanginya lagi.
c) Tidak ada hukuman khusus bagi peserta didik, sehingga
tidak membuat mereka jera.
d) Akhlak madzmumah peserta didik terpengaruhi oleh
lingkungan sekitar termasuk madrasah dan masyarakat. Sehingga akan mudah
menular bagi peserta didik.
e) Kurangnya perhatian dan kepedulian dari keluarga,
orangtua dan masyarakat.
2. Batasan
Masalah
Dengan
keterbatasan waktu serta kemampuan, maka penulis memandang perlu mengadakan
pembatasan masalah sebagai berikut :
a)
Implementasi
bimbingan konseling terhadap peserta didik yang melakukan pelanggaran di MA
Yasmida Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu.
b)
Kondisi akhlak
peserta didik yang masih ada beberapa yang berperilaku kurang baik, dan juga
dengan sengaja melanggar peraturan atau tata tertib madrasah. Hal ini kurang
mendapat perhatian yang serius dari pihak madrasah dan orangtua.
c)
Guru telah
melaksanakan kegiatan evaluasi terhadap peserta didik. Namun hasilnya masih
belum mencapai hasil yang maksimal, hasil yang dicapai peserta didik masih
sebatas aspek kognitif saja, aspek afektif dan psikomotorik belum maksimal,
dalam hal ini terlihat dari akhlak peserta didik yang belum baik.
C.
Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, masalah menempati posisi utama
yang menuntut unsure-unsur lain untuk menyelesaikan diri dengannya. Salah satu
unsure yang menyesuaikan diri dengan masalah penelitian adalah pertanyaan
penelitian.
Menurut Sumardi Surya Brata, “Masalah atau
permasalahan adalah adanya kesenjangan (Gap) antara das Sollen (yang
seharusnya) dan das sein (kenyataan yang terjadi)”.[15]
Dalam bentuk yang sederhana, masalah merupakan jarak, kesenjangan atau
perbedaan antara teori (data yang dikehendaki) dengan kenyataan yang diperoleh.
Kartini Kartono menegaskan yang dimaksud dengan
masalah adalah “Sembarangansituasi yang punya sifat-sifat khas (karakteristik)
yang belum mapan atau yang belum diketahui untuk dipecahkan atau diketahui
secara pasti.[16]
Masalah merupakan kesenjangan antara yang diharapkan
dengan yang terjadi, sedangkan rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang
akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data.[17]
Berdasarkan latar belakang diatas, jelas bahwa masalah
adalah adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang ada dalam
kenyataan. Oleh sebab itu masalah perlu
dipecahkan dan dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya. Maka penulis
merumuskan pokok permasalahan yang akan penulis angkat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
“Bagaimanakah implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan
akhlak peserta didik di MA Yasmida Kec. Ambarawa Kab.Pringsewu?”
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
a.
Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk
mengatasi akhlak negatif peserta didik di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten
Pringsewu dan diharapkan para peserta didik memiliki kepribadian, sikap dan
karakter yang lebih baik.
2. Untuk
mengetahui implementasi bimbingan
konseling dalam mengatasi akhlak peserta didik di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu.
b.
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah
:
a.
Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pengembangan
teori dan acuan dalam konsep bimbingan konseling.
2. Secara
praktis mengkaji dan menganalisis fenomena akhlak
yang terjadi pada
peserta didik.
3. Sebagai
salah satu penyajian data bagi peneliti untuk menguntungkan perkembangan peserta didik
pada di MA Yasmida Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu.
b.
Manfaat Teoritis
1. Secara
teoritis sebagai usaha mengembangkan ilmu tarbiyah yang penulis pelajari di
bangku kuliah.
2. Sebagai bahan dan kajian bagi guru dan peneliti bahwa
bimbingan konseling dapat mengatasi akhlak peserta didik.
3. Bagi peneliti sebagai pengalaman dan pendorong bekal
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
E.
Kajian Teori
Untuk menghindarkan perbedaan persepsi dalam memahami
judul “Implementasi Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Akhlak Peserta Didik Di
MA Yasmida Kec. Pringsewu Kab.Pringsewu”, maka penulis kemukakan penegasan
istilah sebagai berikut :
1. Implementasi adalah penerapan, pelaksanaan.[18]
Lebih lanjut Fullan mengemukakan bahwa implementasi adalah suatu proses
pelekatan dalam praktik tentang suatu ide, program dan seperangkat aktivitas
baru bagi oranglain dalam mencapai atau mengharapkan suatu perubahan.[19]
Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa implementasi merupakan
penerapan suatu program maupun seperangkat aktifitas baik itu dalam bidang
pendidikan, social, maupun budaya. Kaitannya dengan hal pendidikan implemetasi
khususnya dalam hal pembelajaran merupakan usaha penerapan bimbingan konseling
dengan harapan suatu perubahan yang
lebih baik.
2. Bimbingan adalah pertolongan yang diberikan oleh
seseorang yang telah dipersiapkan dengan pengetahuan pemahaman
keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong kepada orang
lain yang memerlukan pertolongan.[20]
3.
Konseling adalah
pertemuan empat mata antara Klien dan Konselor yang berisi usaha yang lurus,
unik dan humanis yang dilakukan dalam hubungan dengan masalah-masalah yang
dihadapinya pada waktu yang akan datang. Suasana keahlian didasarkan atas
norma-norma yang berlaku.[21]
4.
Dalam pengertian
sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan,
sopansantun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata
moral, ethic dalam bahasa inggris. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai
akhlak terpuji serta menjauhkan segala akhlak tercela.[22]
Adapun secara istilah, akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan
tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam,
dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai
metode berfikir Islami. Pola sikap dan tindakan yang dimaksud mencakup
pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia (termasuk dirinya sendiri), dan
dengan alam.[23]
5.
MA Yasmida
merupakan madrasah menengah atas yang bernaung dibawah Kantor Kementrian Agama
Provinsi Lampung yang terletak di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu.
F.
Metode Penelitian
Untuk melakukan penelitian, diperlukan metode yang
tersusun secara sistematika dengan tujuan agar data yang diperoleh valid,
sehingga penelitian ini layak untuk diuji kebenarannya.
1. Jenis dan
Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan
pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya : pelaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic dan dengan cara deskripsi
dalambentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.[24]
Jenis penelitian dalam penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena
peneliti ingin meneliti tentang implementasi bimbingan konseling dalam
mengatasi akhlak peserta didik di MA Yasmida Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu.
2. Subjek dan
Objek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah guru
akidah akhlak di MA Yasmida Pringsewu. Sedangkan objek penelitian ini adalah
peserta didik yang sering melanggar peraturan madrasah ditandai dengan
keterangan yang terdapat pada buku kasus MA Yasmida.
G.
Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Metode observasi
digunakan untuk mengamati dan memperoleh data-data tentang pelanggaran dan
catatan akhlak peserta didik di MA Yasmida Pringsewu.
2. Dokumentasi
Metode
dokumentasi digunakan penulis untuk memperkuat hasil observasi dan untuk
mendapatkan data-data berupa dokumen resmi mengenai akhlak peserta didik di MA
Yasmida Pringsewu.
3. Metode
Analisis Data
Dalam hal ini
penulis menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dengan
menggunakan metode induktif kualitatif, yaitu suatu penalaran yang berpangkal
pada suatau peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini dan
berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih
khusus.[25]
Analisis data model interaktif digunakan pada penelitian ini terdiri atas empat
tahapan yang harus dilakukan, yaitu pengumpulan data, reduksi data, display
data dan penarikan kesimpulan.[26]
H. Kerangka
Fikir
Haris
mujiman mengatakan “Kerangka berfikir adalah suatu konsep yang disisikan kausal
hipotesis antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas dalam rangka
memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti”.[27]
“Terwujudnya manusia
Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang berminat, dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.[28]
Sesuai dengan pengertian
Bimbingan Konseling, maka tujuan Bimbingan Konseling adalah untuk membantu
individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan
dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakatnya),
berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan,
status ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam
kaitannya Bimbingan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang
berguna dalam kehidupan, memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, penyesuaian,
pilihan, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungan.[29]
Maka
penulis merumuskan kerangka fikirnya adalah
: Bahwa peserta didik di MA Yasmida
Pringsewu Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu masih memiliki akhlak yang negative,
dapat dilihat dari buku kasus peserta didik MA Yasmida Pringsewu Kec. Pringsewu
Kab. Pringsewu selama hampir 2 semester atau 1 tahun sebelumnya.
Bila kurang baik maka berarti terdapat faktor lain yang mempengaruhi akhlak peserta didik di MA Yasmida Pringsewu Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu.
Gambar 1.2
Kerangka
Berfikir
Akhlak
|
Buruk
|
Menjadi Pribadi Yang Positif
|
Bimbingan
Konseling
|
Baik
|
BAB II
KAJIAN
TEORI
A. Bimbingan Dan Konseling
1.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pasal 27
peraturan pemerintah No. 29/1990 ”Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan
kepada siswa dalam rangka upaya penemuan pribadi, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan”
Sedangkan pakar Bimbingan
yang lain mengungkapkan bahwa:
1. Menurut Prayitno dan Erman Amti, merumuskan arti
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli
kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa,
agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan
mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[30]
2. Kartini Kartono lebih lanjut mengungkapkan, Bimbingan adalah: pertolongan
yang diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan dengan pengetahuan
pemahaman keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong
kepada orang lain yang memerlukan pertolongan.[31]
3. Menurut Rahman Natawijaya, mengertikan Bimbingan
adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan
secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri,
sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar,
sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan
kehidupan pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri
secara optimal sebagai mahluk sosial.[32]
Dengan membandingkan
pengertian tentang Bimbingan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa” Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada seseorang atau
kelompok orang secara terus-menerus atau sistematis oleh guru pembimbing agar
individu atau kelompok individu menjadi pribadi yang mandiri. Sedangkan
Konseling sendiri adalah terjemahan dari “Counseling” yaitu merupakan bagian
dari Bimbingan, sebagai layanan maupun teknik. Rahman Natawijaya mendefinisikan
bahwa Konseling merupakan suatu jenis yang merupakan bagian terpadu dari
Bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai Bimbingan timbal balik antara dua individu,
dimana yang seorang (Konselor) berusaha membantu yang lain (Klien) untuk
mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan
masalah-masalah yang dihadapi pada waktu yang akan datang.
Dalam hal ini Prayitno
mengemukakan bahwa, Konseling adalah pertemuan empat mata antara Klien dan
Konselor yang berisi usaha yang lurus, unik dan humanis yang dilakukan dalam
hubungan dengan masalahmasalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.
Suasana keahlian didasarkan atas norma-norma yang berlaku.[33]
Sebagian para ahli
berpendapat bahwa kedua pengertian tersebut (Bimbingan dan Konseling) adalah
identik yakni tidak ada perbedaan yang fundamental antara Bimbingan dan
Konseling, seperti yang dikemukakan oleh Bloom dan Balinsky tersebut.[34]
Jadi Bimbingan dan Konseling
adalah merupakan kegiatan yang integral yang tidak dapat dipisahkan. Perkataan
Guidance (Bimbingan) selalu dirangkaikan dengan Konseling sebagai kata majemuk,
Konseling yang merupakan salah satu teknik Bimbingan sering dikatakan sebagai
inti dari keseluruhan pelayanan dan Bimbingan.
2. Tujuan
Bimbingan dan Konseling
Sejalan dengan perkembangan
konsepsi Bimbingan dan Konseling, maka tujuan Bimbingan dan Konselingpun
mengalami perubahan, dan yang sederhana sampai yang komperhensif. Adapun tujuan
Bimbingan dan Konseling itu ada dua yaitu, tujuan umum dan khusus.
1) Tujuan umum
Tujuan
umum dari layanan Bimbingan Konseling adalah sesuai dengan
tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam
undang-undang system pendidikan nasional tahun 1989 (UU No. 1989), yaitu: “terwujudnya
manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang berminat, dan bertaqwa kepada
Tuhan YME, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.[35]
Sesuai dengan pengertian
Bimbingan Konseling, maka tujuan Bimbingan Konseling adalah untuk membantu
individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan
dan predisposisi yang dimilikinya (sperti kemampuan dasar dan bakatnya),
berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan,
status ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam
kaitannya Bimbingan konseling membantu
individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupan, memiliki berbagai
wawasan, pandangan, interpretasi, penyesuaian, pilihan, dan keterampilan yang
tepat berkenaan dengan diri sendiri dan
lingkungan.[36]
2) Tujuan Khusus
Secara
khusus layanan Bimbingan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat
mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek-aspek pribadi-sosial,
belajar dan karier. Bimbingan pribadi-sosial, dimaksudkan untuk mencapai tujuan
dan tugas perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang bertaqwa,
mandiri dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai
tujuan tugas perkembangan pendidikan, bimbingan karier dimaksudkan untuk
mewujudkan pribadi pekerja yang produktif. Dalam tujuan khusus terdapat aspek
tugas-tugas perkembangan dalam layanan Bimbingan konseling, masing-masing akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Dalam aspek tugas
perkembangan pribadi-sosial
Layanan Bimbingan dan
Konseling membantu siswa agar:
1) Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan
penampilan dan mengenal kehususan yang ada pada dirinya.
2) Dapat mengembangkan sikap posotif, seperti
menggambarkan orangorang yang mereka senangi.
3) Membantu pilihan secara
sehat.
4) Mampu menghargai orang
lain.
5) Mamiliki rasa tanggung
jawab.
6) Menggambarkan
keterampilan hubungan antar pribadi.
7) Dapat menyelesaikan
konflik.
8) Dapat membantu keputusan
secara efektif.
b. Dalam aspek tugas perkembangan belajar.
Layanan Bimbingan Konseling
membantu sisiwa agar:
1) Dapat melaksanakan keterampilan atau teknik belajar
secara efektif.
2) Dapat menetapkan tujuan
dan perencanaan pendidikan.
3) Mampu belajar secara
efektif.
4) Memiliki keterampilan dan kemampuan dalam
menghadapi evaluasi/ujian.
c. Dalam aspek tugas perkembangan karier.
Layanan Bimbingan Konseling
membantu siswa agar:
1) Mampu membentuk identitas karier, dengan cara
mengenali ciri-ciri pekerjaan didalam lingkungan kerja.
2) Mampu merencanakan masa
depan.
3) Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan
arah karier.
4) Mengenal keterampilan,
kemampuan dan minat.8
Menurut Gibson, Mitchell dan Basile ada
sembilan tujuan dari konseling perorangan, yakni :
1.
Tujuan perkembangan yakni klien dibantu dalam proses pertumbuhan dan
perkembanganya serta mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi pada proses
tersebut (seperti perkembangan kehidupan sosial, pribadi,emosional, kognitif,
fisik, dan sebagainya).
2.
Tujuan pencegahan yakni konselor membantu klien menghindari hasil-hasil yang tidak diinginkan.
3. Tujuan perbaikan
yakni konseli dibantu mengatasi dan menghilangkan perkembangan yang tidak
diinginkan.
4.
Tujuan penyelidikan yakni menguji kelayakan tujuan untuk memeriksa
pilihan-pilihan, pengetesan keterampilan, dan mencoba aktivitas baru dan
sebagainya.
5.
Tujuan penguatan yakni membantu konseli untuk menyadari apa yang dilakukan,
difikirkan, dan dirasakn sudah baik
6. Tujuan kognitif yakni menghasilkan fondasi dasar pembelajaran
dan keterampilan kognitif
7. Tujuan fisiologis yakni menghasilkan pemahaman dasar dan
kebiasaan untuk hidup sehat.[37]
8. Tujuan psikologis yakni membantu mengembangkan keterampilan
sosial yang baik, belajar mengontrol emosi, dan mengembangkan konsep diri
positif dan sebagainya.
3. Fungsi
Bimbingan Dan Konseling
Menurut Dewa Ketut Sukardi
fungsi Bimbingan Koseling ditinjau dari segi filsafatnya, layanan Bimbingan
Konseling dapat berfungsi:
a.
Fungsi
Pencegahan (preventif)
Layanan Bimbingan dapat
berfungsi sebagai pencegahan, artinya merupakan usaha pencegahan terhadap
timbulnya masalah. Dalam fungsi bagi siswa agar terhindar dari berbagai masalah
yang dapat menghambat perkembangannya, kegiatan yang berfungsi sebagai
pencegahan dapat berupa program bimbingan karier, inventarisasi dan sebagainya.
b.
Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman yang
dimaksud adalah fungsi Bimbingan Konseling yang akan mengahasilkan pemahaman
tentang sesuatu oleh pihakpihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan
siswa.
Pemahaman ini mencakup:
1) Pemahaman tentang diri sendiri, terutama oleh siswa
sendiri, orang tua, guru, dan guru pembimbing.
2)
Pemahaman
tentang lingkungan siswa (termasuk didalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh siswa
sendiri, orang tua, guru pembimbing.
3)
Pemahaman
tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk didalamnya informasi pendidikan,
jabatan, pekerjaan dan atau karier dan informasi budaya/ nilai-nilai), terutama
oleh siswa.
c.
Fungsi perbaikan
Meskipun fungsi pencegahan
dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih menghadapi
masalah-masalah tertentu. Disini fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi
Bimbingan Konseling yang akan menghasilkan terpecahnya atau berbagai
permasalahan yang dialami siswa.
d.
Fungsi
pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi ini berarti layanan
Bimbingan Konseling yang diberikan dapat membantu para siswa dalam memelihara
dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah dan
berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang positif dijaga agar
tetap baik dan mantap. Dengan demikian siswa dapat memelihara dan megembangkan
berbagai potensi dan kondisi positif dalam rangka perkembangan dirinya secara
mantap dan berkelanjutan. Fungsi tersebut diwujudkan melalui penyelenggaraan
berbagai jenis layanan bimbingan dan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk
mencapai hasil sebagaimana terkandung didalam masing-masing fungsi Bimbingan Konseling.[38]
4.
Asas-Asas Bimbingan Konseling
Dalam penyelenggaraan
layanan Bimbingan Konseling di Sekolah hendaknya selalu mengacu pada asas-asas
Bimbingan Konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas Bimbingan Konseling.
Asas-asas Bimbingan Konseling ini dapat diterapkan sebagai berikut:
a. Asas kerahasiaan
Secara khusus usaha layanan
Bimbingan konseling adalah melayani individu-individu yang bermasalah. Masih
banyak orang yang beranggapan bahwa mengalami masalah merupakan suatu aib yang
harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorangpun (selain diri sendiri) boleh tahu
akan adanya masalah itu. Dalam hal ini masalah yang dihadapi seorang siswa
tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Segala
sesuatu yang disampaikan oleh siswa kepada konselor misalnya akan dijaga kerahasiaannya
karena asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya Bimbingan Konseling.
b. Asas kesukarelaan
Jika asas kerahasiaan memang
benar-benar telah ditanamkan pada diri (calon) terbimbing atau siswa atau
klien, sangat dapat diharapkan bahwa mereka yang mengalami masalah akan dengan
sukarela membawah masalahnya itu kepada pembimbing untuk meminta bantuan.
Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) terbimbing atau siswa atau
klien saja, tetapi hendaknya berkembang pada diri penyelenggara.
c. Asas keterbukaan
Bimbingan Konseling yang
efesien hanya berlangsung pada suasana keterbukaan. Baik yang dibimbing maupun
pembimbing atau Konselor bersifat terbuka. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar
berarti “bersedia menerima saran-saran dari luar” tetapi hal ini lebih penting
masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan
pemecahan masalah yang dimaksud.
d. Asas kemandirian
Seperti dikemukakan
terdahulu kemandirian merupakan tujuan dari usaha layanan Bimbingan Konseling.
Dalam pemberian layanan para petugas hendaknya selalu berusaha menghidupkan
kemandirian pada diri orang yang dibimbing, hendaknya jangan sampai orang yang
dibimbing itu menjadi tergantung pada orang lain, hususnya para pembimbing.
e. Asas kegiatan
Usaha layanan Bimbingan
Konseling akan memberi buah yang tidak berarti, bila individu yang dibimbing
tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan Bimbingan. Hasil usaha
Bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh individu yang
bersangkutan.
f. Asas kedinamisan
Upaya Bimbingan Konseling
menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing yaitu
perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekedar
mengulang-ulang hal-hal yang lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan
yang selalu menuju kesuatu pembaharuan, yakni sesuatu yang lebih maju.
g. Asas keterpaduan
Layanan Bimbingan Konseling
memadukan berbagai aspek individu yang dibimbing, sebagaimana diketahui
individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaanya tidak saling
serasi dan terpadu akan justru menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada
diri individu yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses
layanan yang diberikan.
h. Asas kenormatifan
Sebagaimana dikemukakan
terdahulu, usaha layanan Bimbingan Konseling tidak boleh bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku.
i. Asas keahlian
Usaha layanan Bimbingan
Koonseling secara teratur, sistematik dan dengan mempergunakan teknik serta
alat yang memadai. Asas keahlian ini akan menjamin keberhasilan usaha Bimbingan
Konseling akan menaikkan kepercayaan masyarakat pada Bimbingan Konseling.
j. Asas alih tangan
Asas ini mengisyaratkan
bahwa bila seorang petugas Bimbingan Konseling sudah mengerahkan segenap kemampuannya
untuk mebantu klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka
petugas itu mengalih tangankan klien tersebut kepada petugas atau badan lain
yang lebih ahli.
l. Asas tut wuri handayani.
Asas ini menunjukkan pada
suasana umum yang hendaknya tercipta dalam
rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebih-lebih
dilingkungan sekolah, asas ini mungkin dirasakan manfaatnya dan bahkan perlu
dilengkapi dengan “ingarso sung tulodho, ing madya mananggun karso”.
Asas ini menuntut agar
layanan Bimbingan Konseling tidak hanya disarankan adanya pada waktu siswa
mengalami masalah yang menghadap pembimbingn saja, namun siswa diluar hubungan
kerja kepemimpinan dan konseling pun hendaknya disarankan adanya dan manfaatnya.[39]
Secara
umum proses konseling individu dibagi atas tiga tahapan :
1.
Tahap awal konseling
Tahap
ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses konseling
sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu,
kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses konseling tahap awal sebagai
berikut :
a.
Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien
Hubungan konseling bermakna ialah
jika klien terlibat berdiskusi dengan konselor. Hubungan tersebut dinamakan a
working realitionship, yakni hubungan yang berfungsi, bermakna,dan berguna.
Keberhasilan proses konseling individu amat ditentukan oleh keberhasilan pada
tahap awal ini. Kunci keberhasilan terletak pada : (pertama) keterbukaan
konselor. (kedua) keterbukaan klien, artinya dia dengan jujur mengungkapkan isi
hati, perasaan, harapan, dan sebagainya. Namun, keterbukaan ditentukan oleh
faktor konselor yakni dapat dipercayai klien karena dia tidak berpura-pura, akan
tetapi jujur, asli, mengerti, dan menghargai. (ketiga) konselor mampu
melibatkan klien terus menerus dalam proses konseling. Karena dengan demikian,
maka proses konseling individu akan lancar dan segera dapat mencapai tujuan
konseling individu.
b.
Memperjelas dan mendefinisikan masalah
Jika hubungan konseling telah terjalin
dengan baik dimana klien telah melibatkan diri, berarti kerjasama antara
konselor dengan klien akan dapat mengangkat isu, kepedulian, atau masalah yang
ada pada klien. Sering klien tidak begitu mudah menjelaskan masalahnya,
walaupun mungkin dia hanya mengetahui gejala-gejala yang dialaminya. Karena itu
amatlah penting peran konselor untuk membantu memperjelas masalah klien.
Demikian pula klien tidak memahami potensi apa yang dimilikinya., maka tugas
konselor lah untuk membantu mengembangkan potensi, memperjelas masalah, dan
membantu mendefinisikan masalahnya bersama-sama.
c.
Membuat penafsiran dan penjajakan
Konselor berusaha menjajaki atau
menaksir kemunkinan mengembangkan isu atau masalah, dan merancang bantuan yang
mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan dia
prosemenentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
d.
Menegosiasikan kontrak
Kontrak artinya perjanjian antara
konselor dengan klien. Hal itu berisi : (1) kontrak waktu, artinya berapa lama
diinginkan waktu pertemuan oleh klien dan apakah konselor tidak keberatan. (2)
Kontrak tugas, artinya konselor apa tugasnya, dan klien apa pula. (3) kontrak
kerjasama dalam proses konseling. Kontrak menggariskan kegiatan konseling,
termasuk kegiatan klien dan
konselor.
Artinya mengandung makna bahwa konseling adalah urusan yang saling ditunjak,
dan bukan pekerjaan konselor sebagai ahli. Disamping itu juga mengandung makna
tanggung jawab klien, dan ajakan untuk kerja sama dalam proses konseling.
2. Tahap Pertengahan ( Tahap Kerja )
Berangkat
dari definisi masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan
selanjutnya adalah memfokuskan pada : (1) penjelajahan masalah klien; (2)
bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang
telah dijelajah tentang msalah klien.
Menilai
kembali masalah klien akan membantu klien memperolah prespektif baru,
alternatif baru, yang mungkin berbeda dari sebelumnya, dalam rangka mengambil
keputusan dan tindakan. Dengan adanya prespektif baru, berarti ada dinamika
pada diri klien menuju perubahan. Tanpa prespektif maka klien sulit untuk
berubah. Adapun tujuan-tujuan dari tahap pertengahan ini yaitu:
a. Menjelajahi
dan mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian klien lebih jauh.
Dengan penjelajahan ini, konselor
berusaha agar klienya mempunyai prespektif dan alternatif baru terhadap
masalahnya. Konselor mengadakan reassesment (penilaian kembali) dengan
melibatkan klien, artinya masalah tu dinilai bersama-sama. Jike klien
bersemangat, berarti dia sudah begitu terlibat dan terbuka. Dia akan melihat
masalahnya dari prepektif atau pandangan yang lain yang lebih objektif dan
mungkin pula berbagai alternatif.
b. Menjaga
agar hubungan konseling selalu terpelihara
Hal ini bisa terjadi jika : pertama, klien merasa senang
terlibat dalam pembicaraan atau wawancara konseling, serta menampakkan
kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri dan memecahkan masalahnya. Kedua,
konselor berupaya kreatif dengan keterampilan yang bervariasi, serta memelihara
keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan dalam memberi bantuan. Kreativitas
konselor dituntut pula untuk membantu klien menemukan berbagai alternatif
sebagai upaya untuk menyusun rencana bagi penyelesaian masalah dan pengembangan
diri.
c. Proses
konseling agar berjalan sesuai kontrak
Kontrak dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses
konseling. Karena itu konselor dan klien agar selalu menjaga perjanjian dan
selalu mengingat dalam pikiranya. Pada tahap pertengahan konseling ada lagi
beberapa strategi yang perlu digunakan konselor yaitu : pertama,
mengkomunikasikan nilai-nilai inti, yakni agar klien selalu jujur dan terbuka,
dan menggali lebih dalam masalahnya. Karena kondisi sudah amat kondusif, maka
klien sudah merasa aman, dekat, terundang dan tertantang untuk memecahkan
masalahnya. Kedua, menantang klien sehingga dia mempunyai strategi baru dan
rencana baru, melalui pilihan dari beberapa alternatif, untuk meningkatkan
dirinya.
3.
Tahap Akhir Konseling ( Tahap Tindakan )
Pada tahap akhir
konseling ditandai beberapa hal yaitu :
a.
Menurunya kecemasan klien. Hal ini diketahui
setelah konselor menanyakan keadaan
kecemasanya.
b.
Adanya perubahan perilaku lien kearah yang lebih
positif, sehat, dan dinamis.
c.
Adanya rencana hidup masa yang akan datang
dengan program yang jelas.
d.
Terjadinya perubahan sikap positif, yaitu mulai
dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar,
seperti orang tua, guru, teman, keadaan tidak menguntungkan dan sebagainya.
Jadi klien sudah berfikir realistik dan percaya diri.[40]
4.
Beberapa indikator keberhasilan konseling
adalah :
a.
Menurunya kecemasan klien
b.
Mempunyai rencana hidup yang praktis, pragmatis,
dan berguna
c.
Harus ada perjanjian kapan rencananya akan
dilaksanakan sehingga pada
pertemuan berikutnya konselor sudah berhasil mengecek hasil rencananya.
Mengenai evaluasi, terdiri
dari beberapa hal yaitu :
a. Klien menilai rencana perilaku yang akan dibuatnya
b. Klien menilai perubahan perilaku yang telah terjadi
pada dirinya
c. Klien menilai proses dan tujuan konseling.
5.
Konseling
Individu dalam Islam
Dalam literatur bahasa arab
kata konseling disebut al-irsyad atau al-itisyarah, dan kata
bimbingan disebut at-taujih. Dengan demikian, guidance and counseling
dialihbahasakan menjadi at-taujih wa al-irsyad atau at-taujih wa
al istisyarah.[41]
Secara etimologi kata irsyad berarti : al- huda dalam bahasa
indonesia berarti petunjuk, kata al-irsyad banyak ditemukan di dalam al-qur’an
dan hadis. Dalam al-qur’an ditemukan kata al-irsyad menjadi satu dengan al-huda
pada surat al-kahfi (18) ayat 17 :
۞وَتَرَى ٱلشَّمۡسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَٰوَرُ عَن كَهۡفِهِمۡ ذَاتَ
ٱلۡيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقۡرِضُهُمۡ ذَاتَ ٱلشِّمَالِ وَهُمۡ فِي فَجۡوَةٖ
مِّنۡهُۚ ذَٰلِكَ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِۗ مَن يَهۡدِ ٱللَّهُ فَهُوَ ٱلۡمُهۡتَدِۖ
وَمَن يُضۡلِلۡ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ وَلِيّٗا مُّرۡشِدٗا ١٧
Artinya : Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka
kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk
kepadanya (S.Al-Kahfi : 17).
Sebagai
makhluk berproblem, di depan manusia telah terbentang berbagai bagi solution
(pemecahan, penyelesaian) terhadap poblem kehidupan yang dihadapinya. Namun
karena tidak semua problem dapat diselesaikan oleh manusia secara mandiri, maka
ia memerlukan bantuan seorang ahli yang berkompeten sesuai dengan jenis
problemnya. Dalam hal ini, kesempurnaan ajaran islam menyimpan
khazanah-khazanah berharga yang dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan
problem kehidupan manusia. Secara operasional khazanah-khazanah tersebut
tertuang dalam konsep konseling dan secara praktis tercermin dalam proses face
to face telationship (pertemuan tatap muka ) atau personal contac (kontak
pribadi) antara seorang konselor profesional dan berkompeten dalam bidangnya
dengan seorang klien/konseli yang sedang menghadapi serta berjuang
menyelesaikan problem kehidupanya, untuk mewujudkan amanah ajaran islam, untuk
hidup secara tolong menolong dalam jalan kebaikan, saling mengingatkan dan
memberi masihat untuk kebaikan menjauhi kemungkaran. Hidup secara islami adalah
hidup yang melibatkan terus menerus aktivitas belajar dan aktivitas konseling
(memberi dan menerima nasihat).[42]
Islam memandang bahwa klien/ konseli adalah manusia
yang memiliki kemampuan berkembang sendiri dan berupaya mencari kemantapan diri
sendiri, sedangkan Rogers yang tidak lain adalah salah satu tokoh psikologi
memandang bahwa dalam proses konseling orang paling berhak memilih dan
merencanakan serta memutuskan perilakudan nilai-nilai mana yang dipandang
paling bermakna bagi klien/konseli itu sendiri.[43]
B. Masalah-Masalah Siswa di Sekolah
Masalah ialah suatu yang menghambat, merintangi,
mempersulit bagi orang dalam usahanya mencapai sesuatu.[44]
Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata
lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang
diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil maksimal.[45]
1)
Ciri-Ciri Masalah
Sebuah masalah mempunyai ciri : [46]
(1) masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, (2) menimbulkan kesulitan
bagi diri sendiri atau bagi orang lain, (3) ingin dan perlu dihilangkan. Ada
beberapa tingkatan masalah yang dialami oleh siswa:[47]
a.
Masalah (kasus)
ringan, seperti : membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu,
berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum-minuman keras tahap
awal,berpacaran,mencuri kelas ringan.
b.
Masalah (kasus)
sedang, seperti : gangguan emosional, berpacaran,dengan perbuatan menyimpang,
berkelahi antar sekolah , kesulitan belajar karena gangguan dikeluarga, minum
minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan
sosial dan asusila.
c.
Masalah (kasus)
berat, seperti : gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku
kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata
tajam atau api.
Perilaku
adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu yang berbeda antara individu yang
satu dengan individu dengan yang lain yang bersifat nyata.[48] Menurut Keither perilaku
membolos diartikan sebagai kehadiran siswa yang tidak teratur yang mana
merupakan suatu problema atau masalah yang besar disekolah pada masa
kini,sehingga ketidakhadiran siswa ini kemungkinan dapat disebabkan oleh
factor-faktor luar atau dalam diri siswa itu sendiri.[49]
Membolos
adalah tidak masuk bekerja atau sekolah, ini bisa diartikan bahwa saat belajar
mengajar sedang berlangsung dengan sengaja siswa tidak menghadirinya tanpa
meminta ijin terlebih dahulu kepada guru yang bersangkutan.[50]
Perilaku
membolos merupakan suatu bentuk penyimpangan perilaku yang biasanya dilakukan
oleh seorang siswa atau pelajar di sekolah, karena bahwasanya disebabkan oleh
beberapa factor seperti menerima pelajaran , adanya faktor tekanan ekonomi
keluarga dan factor hubungan antar personal yang tak menyenangkan baik dengan
guru maupun dengan sesame temanya.[51]
Banyak
orang yang berpandangan bahwa apa yang ada adalah merupakan suatu aksi yang
telah menimbulkan reaksi. Maksudnya bahwa apa yang terjadi pada anak adalah
semata-mata perilaku mereka sendiri yang lepas dari latar belakang yang
menyebabkanya.[52]
Ada beberapa
faktor penyebab perilaku membolos diantaranya :
1. Sebab-sebab
yang berasal dari keluarga
Dalam
hal ini sebab yang berasal dari keluarga berupa :
a. Faktor
tekanan ekonomi keluarga
Misalnya
adalah seorang anak yang agak besar dibutuhkan oleh orangtua untuk membantu
keluarganya, sehingga rasa tanggung jawab anak terhadap anggota keluarganya
menyebabkan dirinya tidak masuk sekolah.
b. Faktor
kekerasan yang dilakukan orangtua
Misalnya
adalah orangtua menganggap bahwa bersekolah itu hanya membuang waktu saja dan
bahkan mereka juga menganggap bahwa pendidikan tidak penting bagi anaknya,
seperti mereka beranggapan bahwa pendidikan anak laki-laki penting dari pada
pendidikan anak perempuan, karena pada akhirnya anak putri hanya akan menikah
sehingga mereka tidak memerlukan pendidikan.
2. Takut
akan gagal
Dalam
hal ini seringkali ketidakhadiran anak adalah keyakinan anak. Maksudnya adalah
mereka pasti tidak akan berhasil di sekolah karena dirinya tidak tahan merasa
malu, gagal dan tidak berharga serta dicemooh sebagai akibat dari kegagalan.
3. Perasaan
ditolak
Dalam
hal ini orang tua tidak ingin ada ditempat dimana dirinya ditolak atau tidak
disukai, karena seringkali anak dibuat merasa bahwa dirinya tidak diinginkan
atau diterima dikelasnya sehingga penolakan ini mungkin terasa sekali bagi
anak, bila gurunya menyambut dengan kata-kata “ alangkah tenang dan tentramnya
kemarin di kelas waktu kamu tidak masuk”
4. Sebab-sebab yang berasal dari
masyarakat
Tindakan seseorang dipengaruhi oleh
tuntutan dan harapan masyarakat, bila masyarakat tidak beranggapan bahwa
pendidikan penting bagi setiap orang, maka orang tertentu akan percaya bahwa
mereka tidak harus bersekolah.[53]
Faktor-faktor
yang mendorong siswa berperilaku membolos dalam jurnal studi tentang perilaku
membolos siswa ada 8 yakni :
a. Berdasarkan tahap perkembangan usia 12-20 tahun merupkan masa
pencarian jati diri atau identitas diri.
b. Tingkat intelektual dan motivasi belajar siswa
mempengaruhi nilai.
c. Perasaan rendah diri dan tersisihkan dari teman-temanya mempengaruhi
dalam hubungan sosisal.
d. Latar belakang keluarga mempengaruhi
pribadi siswa dimana keluarga yang broken home cenderung anak menjadi nakal.
e. Status ekonomi keluarga
f. Pengaruh teman sebaya.
g.
Pengaruh teknologi dimana sekarang ini siswa lebih suka bermain game dan pergi
kewarnet. Disana siswa berjam-jam didepan komputer hanya untuk bermain games
saja.
h. Sikap guru yang
tidak baik serta fasilitas sekolah yang kurang memadahi.[54]
C. Akhlak
1.
Pengertian Akhlak
Kata akhlak
berasal dari bahasa arab yaitu “khalaqa” yang artinya perangai, tabiat dan juga
adat kebiasaan. Menurut Hamzah Yacub, akhlak timbul sebagai media yang
memungkinkan adanya hubungan baik antara sang pencipta dengan makhluknya dan
antara makhluk dengan khalik.[55]
Akhlak
juga mengandung makna sebagai kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa,
dimana timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan fikiran.[56]
Sedangkan menurut Al Ghazali Bahwa khuluq adalah sifatyang tertanam dalam jiwa,
dari padanya lahirlah perbuatan-perbuatan yang mudah dan gampang tanpa difikir
dan diperhitungkan.
Dalam pengertian sehari-hari
akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun
dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic
dalam bahasa inggris. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak
terpuji serta menjauhkan segala akhlak tercela.[57]
Secara
kebahasaan akhlak bisa baik dan juga bisa buruk, tergantung tata nilai yang
dijadikan landasan atau tolok ukurnya. Di Indonesia, kata akhlak selalu
berkonotasi positif. Orang yang baik sering disebut orang yang berakhlak, sementara
orang yang tidak berlaku baik disebut orang yang tidak berakhlak. Adapun secara
istilah, akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan
manusia di muka bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam, dengan
al- Qur‟an dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai
metode berfikir Islami. Pola sikap dan tindakan
yang dimaksud mencakup pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia (termasuk dirinya sendiri), dan dengan
alam.[58]
Akhlak
adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri manusia dan bisa bernilai baik atau
bernilai buruk. Akhlak tidak selalu identik dengan pengetahuan, ucapan ataupun perbuatan
orang yang bisa mengetahui banyak tentang baik buruknya akhlak, tapi belum
tentu ini didukung oleh keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang lembut
dan manis, tetapi kata-kata bisa meluncur dari hati munafik. Dengan kata lain
akhlak merupakan sifat-sifat bawaan manusia sejak lahir yang tertanam dalam
jiwanya dan selalu ada padanya Al-Qur'an selalu menandaskan, bahwa akhlak itu baik
atau buruknya akan memantul pada diri sendiri sesuai dengan pembentukan dan
pembinaannya.[59]
Akhlak
ialah tingkah laku yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini oleh
seseorang dan sikap yang menjadi sebahagian daripada keperibadiannya.
Nilai-nilai dan sikap itu pula terpancar daripada konsepsi dan gambarannya
terhadap hidup. Dengan perkataan lain, nilai-nilai dan sikap itu terpancar
daripada aqidahnya yaitu gambaran tentang kehidupan yang dipegang dan
diyakininya.
Pembinaan
akhlak adalah suatu usaha bimbingan atau asuhan terhadap anak-anak yang
dilakukan secara sadar berdasarkan agama, untuk menumbuhkan dan menanamkan
serta meningkatkan keyakinan terhadap Allah Swt yang diaplikasikan dalam bentuk
tindak nyata.[60]
Berdasarkan
pengertian di atas dapatlah diambil pengertian bahwa akhlak adalah suatu sikap
manusia berdasarkan ajaran islam yang telah meresap dalam jiwa dan diwujudkan
melalui perilaku lahiriah dengan kata lain akhlak merupakan tindakan manusia
yang berpedoman pada petunjuk Allah baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul.
2. Dasar
Dan Tujuan Akhlak
Semua
tindakan dan perbuatan manusia yang merasa dirinya terlibat oleh suatu
peraturan yang harus ditaati tentunya mempunyai dasar dan tujuan. Begitu juga
tentang akhlak yang merupakan cermin dari pada umat Islam yang sudah barang
tentu mempunyai dasar. Dan dasar inilah yang harus dihayati dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut
M. Ali hasan dalam bukunya tuntunan Akhlak, dasar akhlak itu adalah : adat
kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat, maka untuk menentukan dan
menilai baik dan buruknya adat kebiasaan itu, harus dinilai dengan norma-norma
yang ada di dalam Al-Qur’an dan sunnah, kalau sesuai harus di pupuk dan di
kembangkan sedangkan jika tidak sesuai harus ditinggalkan.[61]
Berdasarkan
penjelasan di atas, jelaslah bahwa sumber atau dasar akhlak itu adalah
Al-Qur’an dan sunah rasul, serta kebiasaan masyarakat yang sesuai dengan ajaran
agama islam. Adapun ayat Al-Qur’an yang menerangkan dasar akhlak adalah :
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ
عَظِيمٖ ٤
Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung”.
{QS.
Al-Qalam : 4}[62]
Dalam Surat Al-Isra’ ayat 7 :
إِنۡ
أَحۡسَنتُمۡ أَحۡسَنتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡۖ وَإِنۡ أَسَأۡتُمۡ فَلَهَاۚ فَإِذَا
جَآءَ وَعۡدُ ٱلۡأٓخِرَةِ لِيَسُُٔواْ وُجُوهَكُمۡ وَلِيَدۡخُلُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ
كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٖ وَلِيُتَبِّرُواْ مَا عَلَوۡاْ تَتۡبِيرًا ٧
Artinya
: “Jika kamu berbuat baik berarti kamu sudah berbuat baik kepada dirimu
sendiri, dan jika kamu berbuat jahat berarti kamu sudah berbuat jahat kepada
dirimu sendiri" {QS Al Isra’ : 7}
Berdasarkan apa yang telah ditegaskan di dalam
Al-Qur’an dan hadist tersebut jelaslah bahwa segala bentuk perilaku manusia
yang menegakkan dirinya seseorang yang beragama islam harus dapat menerjemahkan
kedua sumber di atas dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak merupakan cerminan
bagi orang islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, oleh karena itu
orang islam harus mencontoh akhlak Rasulullah SAW. Sebagaimana ditegaskan dalam
Al-Qur’an sebagai berikut :
لَّقَدۡ
كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ
وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
Artinya: “Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. {QS Al Ahzab : 21}.[63]
Bertitik tolak dari ayat dan pendapat di atas, dapat diambil suatu
pengertian bahwa pada diri Rasulullah itu telah ada surutauladan yang baik,
karena mereka merupakan utusan untuk seluruh umat manusia. Oleh karena itukita
sebagai umatnya harus dapat mencontoh akhlaknya sebab itulah sumber dari akhlak
yang harus dihayati serta diamalkan dalam setiap gerak langkahkita dalam
terciptanya manusia yang berbudi luhur.
Menurut M. Ali Hasan, tujuan pokok akhlak adalah “agar setiap orang
berbudi pekerti(berakhlak), bertingkah laku (bertabiat), berperangai atau beradat
istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran islam”.[64]
Sementara itu Barmawie Umarie mengatakan bahwa tujuan
akhlak adalah : “Supayadapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia,
terpuji, serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela”.[65]
Dari pendapat di atas, jelaslah bahwa tujuan dari
akhlak adalah agar setiap manusia bertingkah laku dan bersikap yang baik serta
terpuji baik lahir maupun batin serta tindakan dan perbuatan kita hendaklah
dijiwai oleh iman serta ketakwaan kepada Allah Swt.
Jadi dengan dilandasi iman dan ketakwaan kepada Allah
maka seseorang dalam berbuat dan bertindak tidak akan tersesat, tindakan yang
dilakukan setiap kali inilah merupakan tolak ukur bagi perbuatan manusia, jika
tindakan kita baik dalam arti menurut apa yang telah digariskan oleh Allah
dalam ALQur’an maupun Hadist, maka kita sudah termasuk orang yang mempunyai
ukuran orang yang lebih baik atau mempunyai akhlak yang mulia dihadapan Allah
Swt dan di tengah-tengah masyarakat.
3. Macam-Macam Akhlak
Menurut
Musthafa Kemal secara garis besar akhlak itu terbagi menjadi dua macam, dimana
keduanya bertolak belakang efeknya bagi kehidupan manusia, yaitu :
1)
Akhlak Mahmudah,
yaitu akhlak yang terpuji atau akhlak yang mulia;
2)
Akhlak
Madzmumah, yaitu akhlak yang tercela, yang rendah.[66]
Dengan demikian akhlak mahmudah adalah akhlak yang
baik, yang terpuji, yang sesuai dengan ajaran islam atau akhlak yang tidak
bertentangan dengan hokum syara’ akal fikiran yang sehat dan yang harus dianut
serta dimiliki oleh setiap orang. Sedangkan akhlak madzmumah adalah akhlak yang
tidak baik dan tercela serta bertentangan dengan ajaran agama islam. Akhlak
semacamm ini merupakan akhlak yang harus di jauhi dan dihindari oleh setiap
orang.
Adapun yang tergolong dalam akhlak mahmudah adalah
sebagai berikut:
1) Setia (al-amanah)
2) Pemaaf (al-afwa)
3) Benar (ash-shidqi)
4) Menepati janji (al-wafa)
5) Adil (al-adalah)
6) Memelihara kesucian diri (al-ifalah)
7) Malu (al-haya)
8) Berani (as-suja’ah)
9) Kuat (al-quah)
10) Sabar (as-sobru)
11) Murah hati (as-shaku)
12) Tolong menolong (at-ta’awun)
13) Kasih saying (ar-rahman)
14) Damai (al-ishlah)
15) Persaudaraan (al-ikha’)
16) Silaturahmi (al-ichtsad)
17) Menghormati tamu (ad-dliyafah)
18) Merendah hati (at-tadlu)
19) Menundukkan diri kepada Allah (al-khusu’)
20) Berbuat baik (al-ihsan)
21) Berbudi tinggi (al-muruah)
22) Memelihara kebersihan badan (an-nadhofah)
23) Selalu cenderung kepada kebaikan (as-sholihah)
24) Merasa cukup apa adanya (al-qona’ah)
25) Tenang (as-sakinah)
26) Lemah lembut (al-rifqu).[67]
Sedangkan Hussein Bahresiy, berpendapat bahwa yang
termasuk dalam akhlak yang baik atau akhlak mahmudah adalah sebagai berikut :
Sanggup mengekang nafsu, berbuat kebaikan dan meninggalkan kejahatan, bersifat
benar dan jujur, menjauhi kebohongan, berani dan teguh hati, adil dan
bijaksana, bergaul dengan baik, bermuka manis, ramah-tamah, menepati janji,
tidak mencari kesalahan lawan, tidak menghina, tidak bermuka dua atau munafik,
mendamaikan perselisihan, bersilaturahmi, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.[68]
Selanjutnya
Nasaruddin Rozak mengatakan akhlak terpuji ini adalah merupakan pancaran dari
sosok pribadi Rasul yaitu : “Apa yang diserukan dan di ajarkannya selalu
dicontohkan sendiri dan memancar dari pribadinya yang luhur, perkataannya
selalu sesuai dengan perbuatannya.[69]
Dengan
demikian jelaslah bahwa akhlak mahmudah dalam islam adalah akhlakul karimah
RasulullahSaw baik berupa perkataan, perbuatan maupun sifat-sifat
kepribadiannya yang luhur.
Sedangkan
yang tergolong akhlak madzmumah adalah akhlak yang buruk yang harus dihindari
dan dijauhi oleh setiap orang, karena akhlak seperti ini disebut akhlak
tercela.
Adapun
bentuk-bentuk akhlak tercela atau madzmumah menurut M. Ali Hasan adalah sebagai
berikut :
1) Sombong
2) Dengki
3) Dendam
4) Mengadu domba
5) Mengumpat
6) Riya’
7) Khianat.[70]
Selanjutnya Zahara Maskanah dan Tayar Yusuf
berpendapat bahwa akhlak madzmumah antara lain :
1. As-Syahwat
2. Bohong
3. Riya’
4. Dengki
5. Namimah
6. Nifak
7. Pemarah
8. Bakhil
9. Takut
10. Takabbur.[71]
Berdasarkan pendapat tersebut di atas jelaslah bahwa
akhlak madzmumah adalah akhlak yang tercela yaitu semua perbuatan berupa
tingkah laku, perangai, tabiat yang buruk dan akhlak semacam ini harus
dihindari dan dijauhi karena akhlak buruk akan menyesatkan dan mencelakakan.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akhlak
Menurut
Tayar Yusuf dalam pembinaan akhlak sangat dipengaruhi oleh beberapa factor
diantaranya ;”Faktor kebiasaan atau factor pembiasaan dan factor pengertian
atau kesadaran serta system nilai-nilai dalam masyarakat terutama yang
menyangkut norma-norma baik dan buruk”.[72]
Dari
ketiga factor tersebut berada pada tiga lingkungan pendidikan moral, yaitu :
baik dalam rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.[73]
Untuk mengetahui lebih lanjut dari ketiga lingkungan tersebut, akan penulis
jelaskan dalam keterangan berikut :
a.
Faktor
Lingkungan Keluarga
Kedudukan dan fungsi keluarga mempunyai peranan yang tinggi dalam
usaha keberhasilan pembinaan akhlak anak, karena keluarga menempatkan fondasi
dalam memberikan pendidikan pertama kali bagi anak-anak sebelum mereka mengenal
dunia pendidikan luar.
b.
Faktor Sekolah
Fungsi sekolah tidak hanya
sebagai tempat pengajaran melainkan semua komponen pendidikan terutama daam
usaha pembinaan akhlak anak. Dengan pembinaan melalui latihan, kebiasaan dan
suri tauladan yang diberikan para guru dan di dorong dengan teman-temannya yang
banyak melakukan perbuatan mulia maka dengan sendirinya anak akan mengikuti
temannya.
c.
Faktor
Masyarakat
Masyarakat merupakan wujud
dari hidup bersama dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap anak dalam
memberikan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan
secara tidak sadar, baik oleh masyarakat maupun lingkungan masyarakat yang
memotivasi untuk mendapatkan pendidikan yang baik maupun yang buruk dan ini
tergantung dimana akan bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya
orangtua, tokoh masyarakat hendaknya dapat menciptakan lingkungan masyarakat
yang membawa anak kea rah pembinaan akhlak anak yang mulia. Dengan terciptanya
lingkungan masyarakat yang melaksanakan ajaran agama, maka secara otomatis akan
melaksanakan ajaran agama termasuk berakhlak mulia.
5. Pembinaan Akhlak Peserta Didik di MA Yasmida
Pembinaan
mempunyai arti : “Usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya
guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik”.[74]
Pembinaan juga berarti : “Pembangunan dan pembaharuan”.[75]
Dari
penjelasan di atas, pembinaan berbeda dengan pendidikan. Karena pendidikan
adalah : “Bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani terdidik menju terbentuknya akhlak yang utama”.[76]
Dalam
pembinaan akhlak peserta didik, yang perlu dilakukan adalah memberikan
pengetahuan agama dan pembinaan akhlak dengancara :
a.
Melalui
pemahaman dan pengertian
b.
Melalui anjuran
dan himbauan
c.
Latihan
pembiasaan serta mengulang-ulang.[77]
Tayar Yusuf dan Yurnalis Etek mengemukakan bahwa,
fakta yang sangat fundamental yang perlu diwujudkan ialah menanamkan kebiasaan
yang baik yang sesuai dengan ajaran agama.[78]
Dari pendapat tersebut, mengandung suatu pemahaman
bahwa bila seseorang mengharapkan akhlak anak menjadi baik, hendaknya ia
memberikan latihan-latihan, kebiasaan dan suri teladan secara kontinu terhadap
anak didiknya. Selain cara tersebut di atas, dapat ditekankan adalah pemahaman
seorang guru sebagai konselor dalam upaya pembinaan akhlak peserta didik usia
sekolah adalah masa perkembangan jiwa keagamaan pada anak, dalam kaitan ini
menunjuk pada sifat khas anak.
BAB
III
METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan
Penelitian
Adapun pengertian dari
metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk mendekati
permasalahan dan mencari jawaban, dengan kata lain metodologi adalah suatu
pendekatan umum untuk mengkaji topic penelitian.
Peneitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, diharapkan terangkat gambaran mengenai kualitas, realitas
sosialdan persepsi sasaran penelitian tanpa tercemar oleh pengukuran formal.
Penelitian didasarkan pada persepsi emik. Persepsi emik bertujuan untuk
mengungkapkan dan mengurangi system dan perilaku bersama satuan strukturnya dan
kelompok struktur satuan-satuan itu.[79]
Studi kualitatif dengan
pendekatan naturalistic memuat pengumpulan data pada setting yang alamiah.
Berdasarkan konsep kerja tersebut, peneliti mengpayakan agar kehadirannya tidak
mengubah situasi atau perilaku orang yang diteliti.
Berkaitan dengan judul yang peneliti kemukakan, dalam penelitian ini
peneliti hanya memaparkan atau membeberkan suatu fenomena atau kejadian,
sehingga peneliti ini bersifat deskriptif kualitatif. Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang alalmiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,teknik pengumpulan
data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian lebih
menekankan makna generalisasi. Metode
deskriptif dapat disimpulkan sebagai sebuah metode yang bertujuan untuk
melukiskan atau menggambarkan keadaan di lapangan secara sistematis dengan fakta-fakta
dengan interpretasi yang tepat dan data yang saling
berhubungan, serta bukan hanya untuk mencari kebenaran mutlak tetapi pada
hakekatnya mencari pemahaman observasi[80].
Adapun dalam
penelitian ini penulis menggunakan pendekatan induktif. Menurut pandangan
Erliana Hasan “Pendekatan induktif dimulai dari fakta di lapangan, di analisis, dimuat pertanyaan kemudian
dihubungkan dengan teori, dalil, hukum yang sesuai kemudian pernyataan
hingga kesimpulan.” Hal ini menggambarkan
bahwa pendekatan induktif merupakan pendekatan yang berangkat dari fakta
yang terjadi di lapangan selanjutnya peneliti menganalisis fakta yang
ditemukan,membuat pertanyaan dan dikaitkan dengan teori, dalil, hukum yang
sesuai dan ditarik kesimpulan.[81]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan induktif merupakan metode yang menggambarkan permasalahan
atau kasus yang dikemukakan berdasarkan fakta yang ada dengan berpijak pada fakta
yang bersifat khusus kemudian diteliti untuk dipecahkan permasalahannya dan
ditarik kesimpulan secara umum. Oleh karena itu, penulis akan menggambarkan
perilaku peserta didik secara keseluruhan melaui pengamatan, angket dan
wawancara.
B.
Jenis
Penelitian
Setiap penelitian pada
dasarnya memiliki tekhnik untuk mendekati suatu objek penelitian. Karena
penentuan pendekatan yang di ambil akan memberikan petunjuk yang jelas lagi
rencana penelitian yang akan dilakukan. Untuk itu dalam penelitian ini
digunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
Menurut Moleong :
Penelitian Kualitatif berakar pada latar belakang ilmiah sebagai kebutuhan,
mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif
analitis secara induktif, mengarahkan sasaran penelitian pada usaha menemukan
teori, lebih mementingkan proses dari pada hasil, memeilih seperangkat criteria
untuk menulis keabsahan data, rancangan penelitian bersifat sementara dan hasil
penelitian disepakati oleh subjek penelitian.[82]
Penelitian tentang
implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan akhlak peserta didik ini
menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian
deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antar fenomena yang diselidiki.[83]
Penelitian deskriptif ini dirancang untuk memperleh informasi tentang
implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan peserta didik di MA Yasmida
Kec.Ambarawa Pringsewu, sebagai permasalahan yang di arahkan untuk menetapkan
sifat suatu situasi pada waktu penelitian berlangsung.
Dalam penelitian
deskriptif, tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan seperti yang
ditemui di dalam penelitian eksperimen.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melukiskan kondisi apa yang ada di dalam
suatu situasi, dan penelitian dimaksud merupakan strategi umum yang di anut di
dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab permasalahan
yang dihadapi, dan ini merupakan rencana pemecahan bagi persoalan yang
diselidiki.
Dalam pelaksanannya,
penelitian ini mempelajari permasalahan ilmiah yang terjadi dengan cara
menggambarkan situasi atau kejadian sebagaimana adanya. Menurut Sanapiah Faisal
ada empat alternative untuk menetapkan permasalahan yang akan diteliti yaitu :
1)
Menetapkan focus permasalahan yang disarankan oleh informan
2)
Menetapkan fokus permasalahan berdasarkan domain-domain tertentu
3)
Menetapkan focus masalah yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan
iptek
4)
Menetapkan focus masalah berdasarkan permasalahan yang terkait dengan
teori-teori yang telah ada.[84]
Berdasarkan metode penelitian kualitatif
deskriptif yang dipakai, maka focus penelitian yang dijadikan sasaran adalah
implementasi bimbingan konseling dalam pembinaan akhlak peserta didik di MA
Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu.
C. Sumber
Data
Dalam penelitian kualitatif ini, sumber data dipilih
secara purposive sampling. Purposive sampling adalah tekhnik pengambilan data
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, seperti orang tersebut di anggap paling tahu tentang apa
yang peneliti harapkan.[85]
Dengan pengambilan sampel sumber data yang di pilih
secara purposive sampling, maka sumber data dipilih orang-orang yang di anggap
sangat mengetahui permasalahan yang akan diteliti atau juga berwenang dalam
masalah tersebut.
Data dan sumber data dalam penelitian ini adalah
gejala-gejala sebagaimana adanya berupa perkataan, ucapan dan pendapat peserta
didik, guru dan kepala sekolah. Sumber
data untuk implementasi bimbingan konseling dalam membina akhlak peserta didik
terdiri dari :
1.
Sumber data primer dari :
a.
Guru akidah akhlak : 1 orang
b.
Peserta didik yang nama-namanya tercantum di dalam buku kasus.
2.
Sumber data sekunder yaitu :
a.
Kepala Madrasah
b.
Guru Akidah Akhlak
c.
Wakil Kepala Kesiswaan
D. Definisi
Operasional Variabel
Sebagai penelitian yang menggunakan pendekatan
kualitatif, maka penelitian ini mendeskripsikan tentang implementasi bimbingan
konseling dalam membina akhlak peserta didik di MA Yasmida Ambarawa Kabupaten
Ambarawa. Adapun indicator peserta didik yang berakhlak mulia adalah :
Membiasakan diri mentaati peraturan, membiasakan diri konsisten dalam bersikap
dan bertindak, membiasakan diri berperilaku yang santun dan mencerminkan
ketakwaan, membiasakan diri berprilaku yang dapat diteladani oleh adik kelas
dan teman-temannya yang lain.
E. Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif,
pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber
data primer, dan tekhnik pengumpulan data lebih banyak yaitu :
1)
Observasi non partisipan (non participant observation) wawancara mendalam
(in depth interview)
2)
Dokumentasi.[86]
Untuk mendapatkan data yang
objektif dan dapat dipertanggungjawabkan, maka diperlukan alat atau tekhnik
yang mampu mengungkapkan data yang memadai dan relevan dengan pokok
permasalahan peneliti. Alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data dengan maksud agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah
diolah. Seperti ceklis atau daftar centang, pedomanwawancara, pedoman
observasi/pengamatan.[87]
Tabel 2
Tekhnik Pengumpulan Data (Informasi)
No
|
Indikator
|
Sumber Data
|
Metode
|
Instrumen
|
1.
|
Implementasi Bimbingan Konseling
|
Guru Akhlak
|
1. wawancara
|
1. Pedoman wawancara
|
2.
|
Implementasi Bimbingan Konseling
|
Peserta didik
|
1. Observasi
2. Wawancara terstruktur
|
1. Ceklis
2. Pedoman wawancara
|
3.
|
Akhlak
|
Guru
|
1. Wawancara terstruktur
|
1. Pedoman wawancara
|
4.
|
Akhlak
|
Peserta didik
|
1. Observasi
2. Wawancara terstruktur
|
1. Ceklis
2. Pedoman wawancara
|
Pengumpulan data
tersebut dalam penelitian ini, menggunakan metode observasi, wawancara dan
dokumentasi :
a.
Interview
Tekhnik wawancara atau
interview merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara
mengadakan wawancara langsung dengan informan. Dalam penelitian kualitatif ini,
wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan informasi, tanggapan dan opini
individu yang di wawancarai berkenaan dengam implementasi bimbingan konseling
dalam pembinaan akhlak peserta didik di MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu
tersebut.
Dalam penelitian ini
peneliti akan melakukan wawancara berstruktur atau tertutup dilakukan
berdasarkan pertanyaan dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur berbagai
dimensi wawancara itu, antara lain pertanyaan yang diajukan telah ditentukan
bahkan kadang-kadang juga jawabannya, demikian pula lingkup masalah, sehingga
benar-benar dibatasi.
Dalam wawancara berstruktur
semua pertanyaan telah idrumuskan sebelumnya dengan cermat, biasanya secara
tertulis. Peneliti dapat menggunakan daftar pertanyaan itu sewaktu melakukan
interview atau jika mungkin menghafalnya di luar kepala agar percakapan menjadi
lancer dan wajar. Jawaban atas pertanyaan itu juga telah ditentukan lebih dahulu
secara pilihan ganda.[88]
Menurut
Kartini kartono, interview adalah suatu percakapan yang di arahkan pada suatu
masalah tertentu, ini merupakan suatu proses tanya jawab lisan, dimana dua
orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.[89]
Metode
interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin.
Yakni penginterview membawa kerangka-kerangka pertanyaan untuk di sajikan,
tetapi cara bagaimana pertanyaan disajikan dan diirama. Waktu interview
diserahkan kepada kebijaksanaan interview.[90]
Metode
interview ini penulis gunakan untuk mendapatkan keterangan tentang kepribadian peserta didik
MA Yasmida. Dalam hal ini,
interview ditujukan kepada Bapak kepala sekolah, Peserta didik dan Guru Akidah Akhlak
dan kepala TU MA Yasmida Kecamatan Ambarawa
Kabupaten
Pringsewu.
b. Observasi
Menurut Haidar Nawawi,
metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala yang tampak pada objek penelitian.[91]
Observasi adalah alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.[92]
Menurut Sutrisno Hadi “Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.[93]
Beliau juga mengungkapkan metode
observasi adalah suatu cara pengumpulan data yang dilakukan secara langsung
mengamati objek yang sedang diteliti dengan sistematis. Metode ini biasanya
diartikan sebagai suatu pengamatan pencatatan dengan sistematis fenomena yang
diseliiki dalam arti tak terbatas.
Melalui tekhnik observasi ini, diperoleh gambaran data mengenai
implementasi bimbingan konseling dalam membina akhlak peserta didik di MA
Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu yang mencakup :
Pertama, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian impelementasi bimbingan konseling
terhadap peserta didik.
Kedua, pembinaan akhlak oleh peneliti sebagai konselor dalam hal ini
dilakukan dengan pengamatan terhadap peserta didik, diantaranya : Apabila
mereka bertemu dengan guru, karyawan dan teman-teman di amdrasah, serta melihat
sejauh mana atau bagaimana peserta didik dalam mentaati peraturan madrasah.
Data yang diambil melalui guru akidah akhlak, peserta didik, kepala
sekolah, wali murid pada MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu. Secara umum
diambil dengan cara melihat, mengamati suasana proses belajar mengajar serta
kondisi akhlak peserta didik di dalam maupun di luar kelas.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan
metode pengumpulan data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat khabar,
majalah, photo, prasasti, notulen, agenda, dan sebagainya.[94]
Menurut
Sumardi Suryabrata metode dokumentasi adalah “Tekhnik pengumpulan data dengan
melihat hal-hal penting yang telah dibukukan atau di dokumentasikan dan ini
disebut juga dengan tekhnik dokumentasi.[95]
Dengan demikian metode dokumentasi merupakan catatan sebagai arsip terhadap
kejadian-kejadian pada masa lampau.
Metode dokumentasi ini adalah merupakan smber data non manusia, sumber
data ini adalah sumber data yang cukup bermanfaat sebab telah tersedia sehingga
akan relative murah pegeluaran biaya untuk memperolehnya, sumber ini merupakan
sumber sumber data yang stabil dan akurat sebagai cerminan situasi atau
kondisiyang sebenarnya serta dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan
tidak mengalami perubahan.
Melalui metode ini diperoleh data yaitu tentang :
1.
Sejara tentang
MA Yasmida Ambarawa
2.
Data Base
Madrasah
3.
Buku Kasus
peserta didik tahun pelajaran 2016/2017
4.
Data Pembinaan
akhlak peserta didik
5.
Kegiatan
Ekstrakurikuler dalam mebina akhlak peserta didik
Metode
dokumentasi ini dipergunakan untuk memperoleh data tentang keadaan guru, staf
dan karyawan MA Yasmida Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Pringsewu., struktur organisasi, daftar nomor induk siswa, dan lain
sebagainya yang diperoleh dari staf MA Yasmida Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringsewu.
F. Tekhnik
Analisa Data
Tekhnik analisa data di artikan sebagai upaya
mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik, sifat-sifat data
tersebut mudah di fahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang
berkapasitan dengan penelitian tersebut berdasarkan data yang diperoleh.[96]
Dalam penelitian ini menggunakan analisa data
deskriptif, yaitu untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagimana adanya tanpa bermaksud
membuat generalisasi hasil penelitian, yaitu dengan cara berfikir deduktif dan
induktif.
Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan analisa dalam bentuk laporan atau uraian
deskriptif tentang Bimbingan Konseling pada MA Yasmida Kecamatan Ambarawa
Kabupaten
Pringsewu antara lain : latar belakang peserta didik
yang sering melanggar peraturan sekolah, jenis pelanggaran yang terdapat di
dalam buku kasus sekolah serta usaha-usaha sekolah dalam menaggulangi peserta
didik yang sering melanggar. Penggunaan analisa data kualitatif dalam
penelitian ini adalah untuk memberikan kesimpulan terhadap tanggapan yang di
peroleh.
Data yang diperoleh dari
hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, serta literature di edit dengan
tujuan untuk meneliti ketepatan kelengkapan, dan kebenaran data, kemudian data
tersebut disusun berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah dan
kebutuhan penelitian.
Menurut asyari’ secara umum, ada empatlangkah yang
dilakukan dalam kegiatan analisis data, yaitu editing merupakan pengecekan data
atau bahan-bahan yang dikumpulkan untuk mengurangi kesalahan, kategorisasi atau
klasifikasi yaitu penggolongan-penggolongan data dalam bentuk pola kedudukan
dan untuk melihat kedudukan masing-masing fenomena-fenomena dalam keseluruhan,
tabulasi yaitu merumuskan data kedalam bentuk table aqtau grafik, statistic dan
sebagainya, dan interpretasi yaitu menafsirkan data untuk mencari arti yang
lebih luas dari hasil penelitian. Dengan menganalisis data ini, maka berbagai
catatan lapangan, hasil wawancara dan bahan-bahan yang lain akan dapat disusun
secara sistematis sehingga peneliti dapat lebih memahami data tersebut dan
dapat mengomunikasikannya kepada pihak lain.
Analsisi data yang digunakan dalam penelitian ini adaah
model analisis data mengalir, sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan
Huberman, pada prinsipnya, kegiatan analisis data ini dilakukan sepanjang
kegiatan penelitian (during data collection) dan kegiatan yang paing inti
mencakup penyederhanaan data (data reduction), penyajian data (data display)
dan menarik kesimpulan (making conclusion).
1.
Reduksi data termasuk kegiatan pengorganisasian data sehingga dapat
membantu serta memudahkan peneliti dalam melakukan analisis selanjutnya.
Tumpukan data yang didapatkan di lapangan akan direduksi dengan cara merangkum,
kemudian mengklasifikasikannya sesuai dengan focus penelitian.
2.
Sajian data, merupakan upaya peneliti untuk mendapatkan gambaran dari
data yang telah diperoleh serta hubungannya dengan focus penelitian yang
dilaksanakan. Untuk itu, sajian data dapat dibuat dalam bentuk matriks, grafik,
table dan sebagainya.
3.
Menarik kesimpulan, merupakan kegiatan merumuskan kesimpulan penelitian,
bai kesimpulan sementara maupun kesimpulan akhir. Kesimpulan sementara ini
dapat dibuat terhadap setiap data yang ditemukan pada saat penelitian sedang
berlangsung, dan kesimpulan akhir dapat dibuat setelah seluruh data penelitian
dianalisis.
G. Tempat
dan Waktu Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Tempat pelaksanaan
penelitian ini adalah di MA Yasmida Kecamatan Ambarawa
Kabupaten
Pringsewu.
2. Waktu Penelitian
Aktivitas penelitian
ini secara keseluruhan dilaksanakan selama peserta didik duduk di MA Yasmida tahun pelajaran
2016/2017.
.
H. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan
penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, pertama pra orientasi, kedua
orientasi, ketiga eksplorasi, keempat member check.
1.
Tahap pra
orientasi
Pra orientasi dilakukan
untuk mencari informasi kondisi lokasi lapangan penelitian agar dalam pencarian
data sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti dan terfokus dengan baik.
Dan rancangan penelitian bisa tersusun secara sistematis dan terencana.
2.
Orientasi
Tahap orientasi adalah
tahapan untuk memperoleh gambaran lengkap dan jelas focus masalah yang akan
diteliti. Pada tahap ini dilakukan :
a)
Menyusun
rancangan penelitian
b)
Memilih lapangan
penelitian dengan memprtimbangkan teori substantive dalam menjajagi lapangan
apakah ada relevansi antara kenyataan di lapangan dengan apa yangsudah
dilakukan.
c)
Pengrusan
perizinan
Pengurusan
perizinan dari Program Pascasarjana IAIN Lampung yang di tujukan kepada Kepala
Madrasa MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu yang akan dijadikan objek
penelitian. Dengan adanya izin secara prosedur dari pihak yang akan diteliti,
selanjutnya penelitian dilakukan dengan kunjungan ke lokasi penelitian untuk
mendapatkan data, gambaran dan permaslahan-permasalahan yang akan dikaji dan
diteliti dengan cermat dan dapat dipertanggungjawabkan.
3.
Tahap Eksplorasi
Pada tahap ini dilakukan
penjajahan atau eksplorasi terhadap focus masalah penelitian dengan cara
mengumpulkan data sesuai dengan focus penelitian dan tujuan penelitian yang
telah diterapkan. Pengumpuln data dan informasi dilakukan dengan cara : wawancara,
observasi dan dokumentasi.
4.
Tahap member
Check
Member check dilakukan
dengan tujuan untuk mengontrol data dan informasi yang dikumpulkan, agar data
tersebut dapat dipercaya kebenarannya.[97]
Dalam pengecekan data dan informasi tersebut dilakukan hal-hal sebagai berikut
:
a.
Hasil wawancara
yang telah ditulis dikonfirmasikan kembali dengan kepada semua nara sumber
dalam penelitian yang telah dilakukan.
b.
Hasil observasi
yang telah dicatat minta dikorekasi kembali dengan nara sumber
c.
Melakukan
triangulasi dengan para responden atau para nara sumber.
Pada tahap member check semua hasil pengamatan dari
wawancara serta studi dokumentasi yang telah dikumpulkan dari mulai pra
orientasi di analisis, kemudian dituangkan dalam bentuk rangkuman kemudian
didiskusikan dengan para nara sumber untuk mengecek kebenaran (Validitas data)
agar dapat dipertanggungjawabkan baik oleh peneliti maupun bagi para sumber
sebagai informan.
Pada
tahap akhir dari penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap kredibilitas
hasil penelitian, seluruh data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan
studi dokumentasi, kemudian digunakan untk menarik kesimpulan dan memberikan
saran-saran dalam program pembelajaran khususnya di MA Yasmida dan pada
sekolah-sekolah lain secara umum. Sehingga dapat dijadikan acuan bagi
perbaikan-perbaikan program pembinaan akhlak di masa yang akan datang.
BAB
IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Profil
Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa
1. Sejarah Singkat Berdirinya Madrasah Aliyah
(MA)Yasmida Ambawara
Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa berdiri pada tanggal 05 maret 1991 dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Kepala Kantor ilayah Departemen Agama Provinsi
Lampung Nomor : Wh/6/SK/22/1993 tanggal 25 mei 1993 dengan Nomor Statis Madrasah
(NSM) : 312180108017. Madrasah Aliyah Yasmida berdiri dalam naungan Yayasan
Islam Miftahul Huda (YASMIDA) yang diketuai oleh Drs. Hi. Masdar, MS,MM. sejak
berdirinya hingga sekarang terus berkembang menjadi madrasah yang sejajar
dengan madrasah yang ada di lingkungan MA Yasmida itu sendiri.
Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida sengaja didirikan dengan merespon beberapa permintaan
masyarakat yang menghendaki adanya sekolah yang bercorak keagamaan khususnya
ditingkat SMA atau sederajat. Hingga saat ini telah meluluskan beberapa lulusan
yang dapat berkompetensi di sunia usaha dan bidang yang lain.
Beberapa lulusan peserta didik juga
menjadi peserta didik yang berprestasi dan telah menduduki posisi penting dalam
dunia usaha, pendidikan, angkatan, bahkan ahli politik. Sampai sekarang
beberapa program unggulan adalah drama teater islam dan pidato yang telah
sampai pada peringkat kabupaten pringsewu.
a.
Identitas
MA Yasmida
1.
Nama
Madrasah : MA YASMIDA
2.
Kode
Satker :
575972/25.01.12.575972.00
3.
Nomor
Statistik Madrasah : 131218060007
4.
NPSN : 10805283
5.
Provinsi : Lampung
6.
Kabupaten : Pringsewu
7.
Kecamatan : Ambarawa
8.
Pekon : Ambarawa
9.
Jalan
dan Nomor : Jalan Utama
No. 05
10.
Kode
Pos : 35376
11.
Telepon : -
12.
Status
Madrasah : Swasta
13.
Kelompok
Madrasah : Anggota KKM
14.
Akreditasi : Terakreditasi B
15.
No
Piagam :
D/Kw/MAS/TGS/007/2011
16.
Oleh : Kanil
Depag
17.
Tahun
berdiri : 1991
18.
KBM : Pagi
19.
Bangunan
Madrasah : Milik Sendiri
20.
NPWP
Madrasah :
01.623.961.8-325000
b.
Profil
MA Yasmida
1.
Nama
Madrasah : MA. YASMIDA
2.
Alamat
Madrasah : Jl. Utama No. 05 Ambarawa
3.
Kecamatan : Ambarawa
4.
Kabupaten : Pringsewu
5.
Status
Madrasah : Milik Sendiri
6.
Nomor
Pendirian Madrasah :
D/Kw/MAS/TGS/007/2011
7.
Tanggal
Pendirian Madrasah : 05 Maret
1991
8.
Nomor
Statistik Madrasah : 131218060007
9.
Nomor
(NPSN) :
1080523
10.
Jenjang
atau Akreditasi :
Terakreditasi B
11.
Waktu
Belajar :
Pagi Hari
12.
Jumlah
Jam Belajar : 132
Luas area Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa adalah 3750 M2 yang terbagi
atas:
a. Kelas terdiri
dari 3 lokal.
b. Kantor 1 lokal
c. WC 1 bangunan
d. Tempat parkir 1
bangunan
e. Lapangan olah
raga dan halaman.
Untuk mengetahui secara lebih jauh
mengenai keadaan Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa, dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a.
Batas Tanah Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa antara lain:
1) Sebelah utara :
berbatasan dengan tanah milik bapak Rambat
2) Sebelah barat :
berbatasan dengan tanah milik bapak Maidi
3) Sebelah selatan :
berbatasan dengan tanah bapak Said
4) Sebelah timur :berbatasan
dengan Jalan Raya
b.
Denah
lokasi Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa
1)
3 lokal kelas
2)
1 lokal kantor dan perpustakaan
3)
1 bangunan parkir
4)
Lapangan bola volly
c.
Keadaan
Guru Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa, Keadaan guru yang ada di Madrasah Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa
berjumlah 17 guru. Dengan spesifikasi 12 telah mendapatkan gelar
sarjana, sedangkan yang lainnya belum (masih lulusan sekolah tingkat atas).
Mengenai data guru dan karyawan yang ada di Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 3
Data Guru dan
Karyawan MA Yasmida Ambarawa
NAMA
GURU
|
JABATAN
|
PENDIDIKAN
|
B.STUDY
|
TINGKAT
|
|||
SITI MAEMUNAH S.Pd
|
KAMAD
|
S 1
|
EKONOMI
|
NURUDIN, M.Pd.
|
WK. KURIKULUM
|
S2
|
BAHASA INDONESIA
|
MUHAMAD RIFAN, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
FISIKA
|
RAHMAT YUNIANDI, S.Ag.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
B.ARAB
|
MUHAMMAD THOHA, S.Pd.I.
|
GURU MA-PEL
|
S1
|
SKI & A.AKHLAK
|
SUTIMAH, S.Pd.I.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
SKI & A.HADITS
|
ENDANG SUNARTI, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
KIMIA
|
FAHRUDIN, S.Pd
|
WALI KELAS
|
S 1
|
MATEMATIKA
|
NUR ROHMAN, A.Md.
|
WALI KELAS
|
S 1
|
TIK &
KEWIRAUSAHAAN
|
SITI NUR
LATIFAH, S.Pd.I
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
FIQIH
|
SARYONO, S.E.
|
Ka PERPUS
|
S 1
|
EKONOMI
|
SITI AMINAH, S.Pd.I.
|
WK KESISWAAN
|
S 1
|
ASWAJA
|
Hj.YANI KURNIAWATI, S.Pd.
|
BENDAHARA
|
S 1
|
PKN
|
MIFTAHUL FAUZI, S.S.
|
OPERATOR
|
S 1
|
B.ARAB
|
PARDES BOWO D, S.E.
|
GURU MA-PEL
|
S1
|
SOSIOLOGI
|
FITRIA KURNI H, S.Si.
|
GURU MA-PEL
|
S1
|
GEOGRAFI
|
YULIA
PRASETYO W, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
GEOGRAFI
|
RAHMA LIDIYA, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
SEJARAH
|
WULAN NOVITA SARI, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
SENI BUDAYA
|
ISNAENY RAKHMA W, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
B. INGGRIS
|
ANDRI KURNIAWAN, S.Pd.
|
Ka. TU
|
||
DANI OKTAVILANDO
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
PENJASORKES
|
NURYONO, S.Kom.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
DESAIN GRAFIS
|
d.
Keadaan
Siswa Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa Pada awal berdiri Madrasah Aliyah
(MA) Yasmida Ambarawa hanya memiliki
7 siswa ( 5 laki-laki dan 2 perempuan). Semakin berjalannya waktu jumlah siswa
yang ada Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa terus bertambah. Untuk lebih mengetahui peningkatan
siswa yang ada di Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa sebagaimana penjelasan
di bawah ini:
Ø 2012/2013
Jumlah Siswa ada 55 Siswa
Ø 2013/2014
Jumlah Siswa ada 56 Siswa
Ø 2014/2015
Jumlah Siswa ada 60 Siswa
Ø 2015/2016
Jumlah Siswa ada 62 Siswa
Ø 2016/2017
Jumlah Siswa ada 68 Siswa
2. Visi, Misi dan
Tujuan Pendidikan
a)
Visi Sekolah
Terwujudnya
siswa yang cerdas, berprestasi berilmu berbudi sehingga potesial berdasarkan
iman dan taqwa.
b) Misi
Sekolah
a. Menanamkan keyakinan melalui pengalaman agama.
|
|
b. Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan.
|
|
c. Mengembangkan pengetahuan bidang IPTEK, bahasa, agama
dan seni budaya sesuai dengan bakat dan minat dan potensi siswa.
|
|
d. Melaksanakan pembelajaran yang aktif inovatif,
kreatifitas dan menyenangkan.
|
|
e. Mengoptimalkan penerapan program sekolah secara efektif
dalam setiap kegiatan yang berorentasi pada semangat keunggulan.
|
B. Tujuan Sekolah
1.
Tujuan Umum
Secara umum tujuan Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa Kecamatan Pringsewu adalah
meletakkan dasar agama dan kecerdasan serta akhlak yang mulia dengan
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan yang lebih lanjut.
2.
Tujuan Khusus
Untuk mencapai tujuan di atas Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa Kecamatan Pringsewu menentukan
capaian target sebagai berikut:
a.
|
Meningkatkan iman dan taqwa serta kemandirian siswa yang sehat jasmani dan
rohani sehingga terbentuknya pribadi yang berkualitas.
|
b.
|
Meningkatkan prestasi siswa melalui kegiatan
pembelajaran.
|
c.
|
Meraih prestasi akademik maupun non akademik minimal
tingkat kabupaten.
|
d.
|
Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai bakat untuk melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi.
|
e.
|
Mempersiapkan peserta didik sebagai bagian sari anggota
masyarakat yang mandiri dan berguna.
|
Tabel 4
Data Siswa 5 Tahun Terakhir
Data Siswa 5 Tahun Terakhir
|
C.
Keadaan Guru dan Pegawai
Tabel 5
Data Guru di Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa
NAMA
GURU
|
JABATAN
|
PENDIDIKAN
|
B.STUDY
|
TINGKAT
|
|||
SITI MAEMUNAH S.Pd
|
KAMAD
|
S 1
|
EKONOMI
|
NURUDIN, M.Pd.
|
WK. KURIKULUM
|
S2
|
BAHASA INDONESIA
|
MUHAMAD RIFAN, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
FISIKA
|
RAHMAT YUNIANDI, S.Ag.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
B.ARAB
|
MUHAMMAD THOHA, S.Pd.I.
|
GURU MA-PEL
|
S1
|
SKI & A.AKHLAK
|
SUTIMAH, S.Pd.I.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
SKI & A.HADITS
|
ENDANG SUNARTI, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
KIMIA
|
FAHRUDIN, S.Pd
|
WALI KELAS
|
S 1
|
MATEMATIKA
|
NUR ROHMAN, A.Md.
|
WALI KELAS
|
S 1
|
TIK &
KEWIRAUSAHAAN
|
SITI NUR
LATIFAH, S.Pd.I
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
FIQIH
|
SARYONO, S.E.
|
Ka PERPUS
|
S 1
|
EKONOMI
|
SITI AMINAH, S.Pd.I.
|
WK KESISWAAN
|
S 1
|
ASWAJA
|
Hj.YANI KURNIAWATI, S.Pd.
|
BENDAHARA
|
S 1
|
PKN
|
MIFTAHUL FAUZI, S.S.
|
OPERATOR
|
S 1
|
B.ARAB
|
PARDES BOWO D, S.E.
|
GURU MA-PEL
|
S1
|
SOSIOLOGI
|
FITRIA KURNI H, S.Si.
|
GURU MA-PEL
|
S1
|
GEOGRAFI
|
YULIA
PRASETYO W, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
GEOGRAFI
|
RAHMA LIDIYA, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
SEJARAH
|
WULAN NOVITA SARI, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
SENI BUDAYA
|
ISNAENY RAKHMA W, S.Pd.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
A. INGGRIS
|
ANDRI KURNIAWAN, S.Pd.
|
Ka. TU
|
||
DANI OKTAVILANDO
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
PENJASORKES
|
NURYONO, S.Kom.
|
GURU MA-PEL
|
S 1
|
DESAIN GRAFIS
|
D. PEMBAHASAN
1)
Hakekat
Implementasi Bimbingan Konseling di Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa
Pada
hakekatnya implementasi bimbingan konseling sangat diperlukan untuk membina
akhlak peserta didik yang sering melanggar tata tertib atau peraturan sekolah
yang ada. Sehingga peserta didik merasa lebih punya sopan santun dan tata krama
dalam berteman dengan sesama dan menghormati orang yang lebih tua dari mereka,
seperi kakak kelas, guru, staff dan pegawai madrasah.[98]
Program pembinaan di Madrasah Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa adalah sebagai
berikut :
a. Bimbingan
Akhlak
Dalam kegiatan ini dilaksanakan oleh
guru mata pelajaran aqidah akhlak yaitu Bp. Thohir Rohli dalam setiap
minggunya. Tujuan kegiatan ini adalah
berupaya untuk merubah akhlak-akhlak peserta didik yang semakin rusak dan tidak
bermoral serta menggali potensi afektif peserta didik. Bentuk pengajaran akhlak
yang di ajarkan adalah penerapan menghormati dan menghargai orang yang lebih
dewasa.
Tetapi pada kenyataannya, sikap dan
perilaku peserta didik masih tetap seperti semula, yang gemar membolos juga
masih sering melakukan hal itu pada mata pelajaran tertentu. Yang memalak juga
masih tetap melakukan hal yang sama. Hanya berdampak pada sebagian kecil peserta
didik yang kebanyakan dari mereka suka ramai dan teriak-teriak saat ada guru,
sekarang lebih diam dan sopan santun.
b. Implementasi
Bimbingan Konseling.
Pada hakikatnya bahwa bimbingan adalah bantuan yang
diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki
mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami
lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih
baik sedangkan konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka
antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan
kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam
hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan
kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan
potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.
Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan
menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
Untuk
itu pada tanggal 21 September 2016 disini peneliti sebagai konselor yang akan
mengenal lebih jauh lagi peserta didik dengan tujuan merubah sikap mereka dan
menggali potensi-potensi yang ada pada diri mereka. Langkah-langkahnya adalah :
1. Untuk
langkah awal, peneliti mencoba mengumpulkan peserta didik yang sering melanggar
peraturan dan di kelompokkan menjadi beberapa kelompok.
Tabel 6
Kelompok
I Kategori Membolos
No
|
Nama
|
Kelompok
|
1.
|
DIAN
GUNAWAN
|
Membolos
|
2.
|
FARID
HIDAYATULLAH
|
Membolos
|
3.
|
SOLEMAN
|
Membolos
|
4.
|
MUSLIHATUN
|
Membolos
|
5.
|
NUNING
INDAH SARI
|
Membolos
|
6.
|
RISWANTO
|
Membolos
|
7.
|
AHMAD
SYAFE’I
|
Membolos
|
8.
|
MURSALUN
|
Membolos
|
9.
|
FIRMAN
FAUZI
|
Membolos
|
Setelah
dikelompokkan seperti ini, maka peneliti sebagai konselor melaksanakan
tugasnya. Yaitu memberi arahan, motivasi, semangat belajar dan mencari tahu
alasan kenapa peserta didik sering membolos dari mata pelajaran tertentu
terhitung sejak tanggal 21 September sampai 27 September 2016. Berangkat dari
wawancara dan observasi tentang kepribadian peserta didik di Madrasah
Aliyah (MA) Yasmida Ambarawa dari 22 siswa dimana sampel di ambil secara random sampling.
Inisial pertama yaitu DG saat di wawancarai mengenai apakah yang mempengaruhi
membolos ketika jam pelajaran, yaitu ketika di Tanya apa penyebab membolos dia
menjawab bahwa “kami malas untuk mengikut pelajaran yang susah, seperti
matematika, Kimia, Fisika, Sejarah jadi lebih baik kami pergi keluar untuk
nongkrong atau makan di kantin”[99] begitu juga dengan pernyataan
peserta didik berinisial FF ketika ditanya tentang membolos dari mata pelajaran
tertentu “Guru pada mata pelajaran tertentu membosankan ketika mengajar
sehingga susah bagi kami untuk memahami materi tersebut”[100]. Diantara alasan-alasan peserta didik dalam membolos
yaitu :
1) Beberapa
mata pelajaran yang di anggap rumit atau susah menjadi alasan utama bagi mereka
untuk membolos. Seperti mata pelajaran matematika, B.Inggris, B.Arab, dan kimia, Sejarah, Geografi.
2) Guru
menyampaikan pelajaran dengan tidak menarik bagi peserta didik, sehingga
membuat para peserta didik merasa bosan.
3) Penempatan
mata pelajaran yang sulit di jam siang setelah istrahat, sehingga membuat
konsentrasi peserta didik tidak terfokus lagi.
Demikian
beberapa alasan peserta didik membolos ketika jam pelajaran berlangsung.
Tabel
7
Kelompok
II Kategori Mencuri dan Memalak
No
|
Nama
|
Kelompok
|
1.
|
.DEPIT KUSMOYO
|
Memalak
teman
|
2.
|
M.
AJI DIRGANTARA
|
Mencuri
|
3.
|
GUFTA
PUTRA D
|
Mencuri
|
4.
|
NADA
SHIFA
|
Mencuri
|
5.
|
TYAS
WAHYUNI
|
Mencuri
|
Dari kelompok II ini kategori peserta didik yang suka
memalak dan mencuri jumlahnya ada 5 peserta didik dan peneliti memulai
bimbingan sejak tanggal 28 September sampai 4 Oktober 2016. Disini peneliti
yang juga sebagai konselor akan mencari alasan kongkrit dari peserta didik dan
memberi nasihat akan bahaya mencuri dan memalak. Peserta didik yang berinisial GP
ketika di wawancarai tentang alasan yang membuatnya untuk mencuri, maka peserta
didik GP menjawab bahwa “sehabis pulang sekolah saya ingin main Play Station (PS) dan uang jajan yang
diberikan oleh ibu cukup untuk makan dan beli jajan di kantin sehingga saya
butuh uang tambahan untuk bermain Play
Station (PS)”[101]. Begitu
juga dengan pernyataan peserta didik berinisial NS ketika ditanya tentang
alasannya memalak teman ketika di sekolah yaitu “Saya butuh uang lebih untuk
mengisi pulsa Handphone, dan uang jajan hanya cukup untuk jajan di kantin dan
mengisi bensin”.[102]
Berikut di bawah ini merupakan alasan-alasan yang melatar belakangi peserta
didik untuk mencuri dan memalak :
1) Terkadang
uang jajan dari orangtua kurang atau tidak ada.
2) Ingin
terlihat berani dan ditakuti adik kelas.
3) Untuk
membeli pulsa, dan main Play Station (PS)
setelah pulang dari sekolah.
Demikian
alasan-alasan peserta didik di atas, jelas bahwa yang memegang peran penting
disini adalah orangtua. Ketika uang jajan kurang dan kebutuhan peserta didik
semakin banyak, mereka akan melakukan pencurian dan pemalakan terhadap orang
lain. Dari kegiatan bimbingan konseling ini dapat menjadi bahan pelajaran bagi
para orangtua supaya lebih memperhatikan lagi anak-anak mereka. Sehingga akan
terjauh dari perbuatan kriminal seperti ini.
Tabel
8
Kelompok
III Kategori Bertengkar
No
|
Nama
|
Kelompok
|
1.
|
ADAM
ABDILLAH
|
Bertengkar
|
2.
|
KHOLIL
|
Bertengkar
|
3.
|
NUR
KHOUS
|
Bertengkar
|
4.
|
ZAKARIYA
|
Bertengkar
|
5.
|
WAWAN
TURIMAN
|
Bertengkar
|
6.
|
TATIK
RUMINI
|
Bertengkar
|
7.
|
WINDA
APRILIANI
|
Bertengkar
|
Dari kelompok III ini
kategori peserta didik yang sering bertengkar
jumlahnya ada 7 peserta didik dan peneliti memulai bimbingan sejak
tanggal 05 Oktober sampai 11 Oktober 2016. Disini peneliti sebagai konselor
akan mencari alasan dan memberi nasehat kepada peserta didik yang sering
bertengkar. Peneliti mewancarai peserta didik berinisial WA yang sedang
bertengkar dengan TR, WA memberi jawaban mengapa dia bertengkar dengan TR bahwa
“WA suka mengganggu TR ketika sedang belajar, sehingga WA tidak terima di ganggu
oleh TR terkadang juga suka mengejek TR ”[103]
Begitu juga dengan pernyataan peserta didik yang berinisial NK ketika di
wawancarai bahwa “saya hanya ingin ditakuti oleh teman-teman bu, ingin di
hormati”[104]
Berikut
di bawah ini merupakan alasan-alasan yang melatar belakangi peserta didik yang
sering bertengkar :
1) Tidak
terima ketika di ganggu oleh teman.
2) Siswa
ingin di hormati teman.
3) Siswa
ingin berkuasa di sekolah dan di takuti oleh kawan.
Dari
alasan-alasan di atas nampak kurangnya tauladan yang baik dari orangtua, dan
lingkungan sekitar.
Dari hasil data yang peneliti
peroleh melalui interview, observasi, dan dokumentasi tentang implementasi
bimbingan konseling dalam pembinaan akhlak peserta didik di MA Yasmida, maka dapat penulis analisis data-data di atas bahwa
:
1.
Implementasi
bimbingan konseling terhadap peserta didik MA Yasmida Ambarawa Kabupaten
Pringsewu berjalan dengan baik. Hal ini peneliti ketahui dari hasil interview
dan observasi terhadap peserta didik. Dalam pelaksaan bimbingan konseling juga
sudah sesuai dengan prosedur dan langkah-langkah sebagai seorang konselor.
2.
Dalam hal
pembinaan akhlak peserta didik juga sudah terlaksana dengan baik, peserta didik
yang semula sering melakukan pelanggaran dan tata tertib sekolah sudah tidak
melakukan hal-hal tersebut. Dan hal ini menjadi hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan. Namun bimbingan konseling seperti ini harus terus dilakukan supaya
seluruh peserta didik dapat mentaati seluruh peraturan sekolah yang ada.
3.
Ada beberapa hal
yang mempengaruhi kondisi akhlak peserta didik, yaitu lingkungan pergaulan
yakni teman sepergaulan mereka. Mereka cenderung meniru dan mengikuti perbuatan
teman yang kurang baik serta lingkungan keluarga, artinya orangtua karena
sibuknya kurang memperhatikan akhlak peserta didik.
BAB V
A. Kesimpulan
Setelah
peneliti melakukan penelitian pada MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu
tentang implementasi bimbingan konseling dalam membina akhlak peserta didik, maka
dapat peneliti simpulkan bahwa :
1.
Implementasi
bimbingan konseling terhadap peserta didik MA Yasmida Ambarawa Kabupaten
Pringsewu berjalan dengan baik. Hal ini peneliti ketahui dari hasil interview
dan observasi terhadap peserta didik. Dalam pelaksaan bimbingan konseling juga
sudah sesuai dengan prosedur dan langkah-langkah sebagai seorang konselor.
2.
Dalam hal
pembinaan akhlak peserta didik juga sudah terlaksana dengan baik, peserta didik
yang semula sering melakukan pelanggaran dan tata tertib sekolah sudah tidak
melakukan hal-hal tersebut. Dan hal ini menjadi hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan. Namun bimbingan konseling seperti ini harus terus dilakukan supaya
seluruh peserta didik dapat mentaati seluruh peraturan sekolah yang ada.
3.
Ada beberapa hal
yang mempengaruhi kondisi akhlak peserta didik, yaitu lingkungan pergaulan
yakni teman sepergaulan mereka. Mereka cenderung meniru dan mengikuti perbuatan
teman yang kurang baik serta lingkungan keluarga, artinya orangtua karena
sibuknya kurang memperhatikan akhlak peserta didik.
B. Rekomendasi
Setelah
peneliti melakukan penelitian di MA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu
tentang implementasi bimbingan konseling dalam membina akhlak peserta didik,
maka dapat peneliti rekomendasikan bahwa :
1)
Untuk dewan guru
untuk meningkatkan intensitas pembinaan terhadap peserta didik dalam hal
akhlak. Pembinaan harus di dukung oleh semua pihak sekolah justru akan lebih
mudah dilaksanakan. Tidak hanya menjadi tanggung jawab guru akidah akhlak
semata.
2)
Dengan adanya
informasi darihasil penelitian ini, hendaknya sekolah membuat program pembinaan
yang lebih intensif kepada peserta didik melalui rohis dan kegiatan
ekstrakurikulerkeagamaan yang lain yang mendukung kegiatan pembinaan akhlak
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran,
Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013
Anis Matta, Membentuk Karakter
Cara Islam, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2006), cet. III
Azyumardi Azra, Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan
Islam, Jakarta, Logos, Cetakan I, 1998
Atkinson,
Rita. L, & Hilgard ER. 1987. Pengatar Psikologi Jilid II Edisi Kesebelas.
Batam: Interaksa Batam Centre
Buku Kasus MA
Yasmida, Kec. Ambarawa Kab.Pringsewu
Cholid Narbuko & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian,
Bumi Aksara, Jakarta, Cet-11, 2010
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar
Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002).
Dr. Mansur, MA, Pendidikan Anak
Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) cet. 3
Elida
Prayitno. 2006. Psikologi Perkembangan
Remaja. Padang: FIP UNP
Ghufron, M. Nur dan
Risnawita, Rini. 2011. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Fatimah,
Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).
Bandung: Pustaka Setia.
Haidar Nawawi, Metode Penelitian
Bidang Sosial, Yogyakarta, gajah Mada Universitas Press, 2001
Haris Mujiman, Pokok-Pokok Penilaian Ilmiah Bandung, 1981.
Hibana Rahman S, Pola Bimbingan
dan Konseling Pola (Jakarta, Rineka Cipta, 2003).
Hikmawati Fenti,
2010. Bimbingan Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
I Djumhur, Bimbingan
dan Penyuluha di Sekolah, (Bandug: CV. Ilmu)
Inge Hutagalung, Pengembangan
Kepribadian Tinjauan Praktis Menuju Pribadi Positif, Jakarta, PT Indeks, 2007.
Katini Kartono, Bimbingan Dan
Dasar-Dasar Pelaksanaanya, (Jakarta: Rajawali, 1985)
Koeswara. 1998. Agresi Manusia. Bandung: Rosda Offset
Leonard
Berkowitz. 1995. Agresi.Alih bahasa: Hartini Wiro Susiatni. Jakarta:Pustaka
Binaman Pressindo.
Miles dan Huberman Dalam
Herdiansyah, Metodologi Penelitian
Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : Salemba Humanika, 2012
Moleong, Lexy,
Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2007
Muslim Nurdin dkk, Moral dan
Kognisi Islam, (Bandung: CV Alfabeta, 1995), ed. 2.
M. Arifin. M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bina
Aksara, 1987, Cetakan I
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, CV Pustaka Setia, 1998, Cetakan II
Permendiknas
No. 22 Tahun 2006
Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola,
2001
Prayitno. 2012. Jenis Layanan
dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: BK FIP UNP
Prayitno, Erman Amti, Dasar-daras
Bimbingan dan Konseling,, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004).
Sarlito W. Sarwono. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Sarwono, S. W.
(2011). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers
Smit, Barry dan Wandel,
Johanna. 2006. Adaptation, Adaptive Capacity and Vulnerabilit. Global
Environmental Change, Vol. 16 (Jurnal Online).
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R
& D, Bandung : CV Alfabeta, 2012
Suharsimi
Arikunto. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Sukanto, Paket Moral Islam
Menahan Nafsu dari Hawa, (Solo: Maulana Offset, 1994),cet. I.
Sukmadinata, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010
Sumardi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2003
Sutriano Hadi, Metodologi Penelitian, YP
Fak Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990, Cet ke-19 Jilid II
Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian, YP Fak Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990, Cet
ke-19 jilid II
S.Nasution, Metode Research
(Penelitian Ilmiah), jakarta, Bumi Aksara, 1996
UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas
Yusoff, Yusliza Mohd
dan Chelliah, Shankar. 2010. Adjustment in International Students in Malaysian
Public University. International Journal of Innovation, Management and
Technology, Vol. 1 (Jurnal online)
http://phaninurcahyani.blogspot.com/2014/11/pengembangan-kepribadian-siswa-di.html, Kamis, 2 April 2015
[1] Azyumardi Azra, Esai-Esai
Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, Cetakan I, 1998,
Hal 3.
[7] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Hal 20.
[10]Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Hal 44-45.
[13] Sukanto, Paket Moral Islam Menahan Nafsu dari Hawa,
(Solo: Maulana Offset, 1994),cet. I. hlm. 80
[17] Sugiyono, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif R & D, Bandung : CV Alfabeta, 2012, Hal 35.
[21] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Hal 20.
[22] Dr. Mansur, MA, Pendidikan Anak Usia Dini dalam
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) cet. 3, hlm.221
[26] Miles dan Huberman Dalam Herdiansyah,
Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : Salemba
Humanika, 2012, Hal 164.
[27] Haris Mujiman, Pokok-Pokok Penilaian Ilmiah Bandung,
1981, hal 31.
Sekolah, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002), 44.
[29] Prayitno, Erman Amti, Dasar-daras Bimbingan dan
Konseling,, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Hal 144.
[30] Prayitno, Erman Amti, Dasar-daras Bimb ingan dan Konseling,,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 99.
[32] Dewa Ketut Sukari, Pengantar Pelaksanaan Programm Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 36
[33] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 20.
[35] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 44.
[36] Prayitno, Erman Amti, Dasar-daras Bimb ingan dan Konseling,,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 144
[39] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program
Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 46-51.
[45] http :// Akhmadsudrajat.
Wordpress.com/2010/02/03/Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling,
Di Unduh Senin, Tanggal 16 Januari 2017, Pukul 22.39 WIB
[47] Wilis S.S, Remaja dan Permasalahanya : Mengupas Berbagai Bentuk
Kenakalan Remaja Narkoba, Free sex, dan Pemecahanya,(Bandung : Alfabeta
Bandung,2007) hal : 53
[51] Mustaqim & Wakhid,
Psikologi Pendidikan,(Jakarta, PT. Melton Putra Penerbit Rineka Cipta, 19
[53] Kartono,Kepribadian :
“Siapakah saya ?”, (Jakarta, CV. Rajawali, 1985) hal : 79-83
[54] Damayanti
Annisa Fenny.Denok Setiawati, Studi Tentang Perilaku Membolos Siswa SMA Swasta
Di Surabaya,( Universitas Negeri Surabaya volume 03, 2013)
[56] Omar
Muhammad Al Taumy Al Syaibany, Falsafah
Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1970, Hal 32.
[57] Dr. Mansur, MA, Pendidikan Anak Usia Dini dalam
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) cet. 3, hlm.221
[59] Sukanto, Paket Moral Islam Menahan Nafsu dari Hawa,
(Solo: Maulana Offset, 1994),cet. I. hlm. 80
[71] Zahara
Maskanah, Tayar Yusuf, Membina Ketentraman Batin Melalui Akhlak Etika Agama,
Jakarta, 1982, Hal 90.
[73] H.M
Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan
Keluarga, Jakarta, Bulan Bintang, 1978, Hal 66.
[75] M.
Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga, Jakarta, Bulan Bintang, 1976, Hal 141.
[78] Tayar
Yusuf dan Yurnalis Etek, Keragaman Tekhnik Evaluasi dan Penerapan Jiwa Agama,
Jakarta, 1987, Hal 31.
[79] Foreese
Dennis P dan Stephen Richer, Social Research Methode, New Jersey : Hall
Inc-Ened Wood Cliffs, 1973, Hal 3.
[80] https://www.academia.edu/5449167/BAB_III_Metode_Penelitian Jum’at, 2 Desember 2016,
pukul 20.00 WIB
[81] http://skripsi-tarbiyahpai.blogspot.co.id/2014/09/kajian-pendekatan-induktif-deduktif.html, Jum’at, 2 Desember
2016, Pukul 21.00 WIB.
[84] Sugiyono,
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &
D, Bandung, Alfabeta, 2008, Hal 288.
[87] Suharsimi
Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Rineka
Cipta, 1999, Hal 136.
[89] Kartini Kartono, Op Cit, hal 171
[90] Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian, YP Fak Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990, Cet
ke-19 jilid II, hal 206.
[91] Haidar
Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, gajah Mada
Universitas Press, 2001, Hal 100
[92] Cholid Narbuko
& Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, Cet-11,
2010, hal 70.
[93] Sutriano Hadi, Metodologi Penelitian,
YP Fak Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990, Cet ke-19 Jilid II hal 206.
[95] Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Rajawali Press, Jakarta, 1992, hal 49.
[98] Wawancara dengan
Ka.Madrasah Bu Siti Maemunah S.Pd., 27 Juli 2016.
0 komentar:
Posting Komentar